Pada 10 November 2009, sepakbola Jerman dikejutkan oleh kabar kematian Robert Enke. Enke meninggal dengan cara yang tragis. Ia mengakhiri hidupnya sendiri dengan menabrakkan mobilnya kepada kereta cepat di perlintasan kereta api Neustadt am Rubenberge.
Seketika kabar kematian Enke tersebar, publik sepakbola Jerman pun terhenyak seakan tak percaya. Tidak ada yang menyangka bahwa Enke akan pergi secepat itu, di usia 32 tahun. Apalagi kariernya bersama Hannover 96 bisa dibilang tengah menanjak. Bahkan dirinya di gadang-gadang bakal menjadi penjaga gawang utama Timnas Jerman di Piala Dunia 2010, Afrika Selatan.
Depresi diduga kuat menjadi alasan Enke mengakhiri hidupnya. Sang istri, Teresa Enke, mengungkapkan bahwa suaminya itu sudah menderita depresi cukup lama. Berbicara dalam konferensi pers kematian Enke di kantor pusat Hannover 96, Teresa mengatakan bahwa Enke sudah mengalami depresi sejak tahun 2003, saat membela FC Barcelona.
Enke yang berlabuh di Camp Nou pada awal musim 2002/03 kesulitan mendapat tempat utama di skuat asuhan Louis van Gaal. Beberapa faktor menjadi pemicu gagal bersinarnya Enke di Barcelona, salah satunya lingkungan yang kurang mendukung. Dilansir dari These Football Times, Van Gaal bahkan pernah menyebut bahwa Enke sebenarnya tidak pernah masuk dalam rencana transfernya. Saat mendatangkan Enke, ia hanya mengikuti keinginan Direktur Olahraga Barcelona.
Selain itu, Enke juga kesulitan beradaptasi dengan gaya permainan Barcelona yang terkenal dengan permainan tiki-taka. Enke pun kesulitan untuk menunjukkan permainan terbaiknya. Bahkan saat ia memainkan laga debutnya bersama Barcelona di ajang Copa Del Rey, menghadapi Novelda, gawang Enke dibobol tiga kali sehingga Blaugrana takluk 2-3. Kapten Barcelona kala itu, Frank de Boer, kabarnya menyalahkan Enke atas terciptanya dua dari tiga gol Novelda ke gawang Barcelona.
Setelah pertandingan melawan Novelda, Enke semakin tersisihkan. Posisinya diambil alih Victor Valdes, yang kala itu berstatus sebagai penjaga gawang muda yang baru naik kelas ke tim senior. Teresa dan Joerg Neblung (agen Enke) berusaha membantunya mengubah situasi pelik Enke. Akhirnya dia dibujuk untuk menemui seorang psikoterapis untuk memulihkan kondisi mentalnya.
Tak lama setelah itu, harapan untuk membangkitkan Enke dari keterpurukan tiba setelah datangnya tawaran dari Fenerbahce. Barcelona menerima tawaran tersebut, dan Enke pun pindah ke Turki dengan status pinjaman. Tapi alih-alih memperbaiki kariernya, di Fenerbahce, Enke justru semakin tenggelam. Terlebih saat ia menerima perlakuan buruk dari suporter Fenerbahce.
Di laga debutnya saat Fenerbahce melawan Istanbulspor, gawang Enke kebobolan tiga gol, dan Fenerbahce kalah 0-3. Para pendukung Fenerbahce yang kesal melempari Enke dengan botol kosong. Hal tersebut kemudian memicu depresi Enke semakin menjadi.
Setelah menjalani masa peminjaman di Fenerbahce, karier Enke semakin tak karuan. Ia bahkan sempat dipinjamkan ke Tenerife yang merupakan kontestan Segunda Division pada 2004. Di saat kariernya semakin tenggelam, Hannover 96 datang sebagai penyelamat.
Pada awal musim 2004/05, Hannover memboyong Enke dari Barcelona. Pindah ke Hannover memang membuat Enke bisa memulihkan kariernya yang sempat meredup, bahkan ia dipercaya sebagai kapten kesebelasan.
Tapi bukan berarti masalah dalam kehidupan Enke berakhir. Pada 2004, Enke dan Teresa dikarunia seorang putri bernama Lara, namun dengan kondisi kesehatan yang cukup mengkhawatirkan. Medis mendiagnosis Lara menderita kelainan jantung, hingga pada 2006 putri semata wayangnya itu mengembuskan nafas terakhirnya.
Dalam kesedihan setelah kepergian Lara, Teresa mencoba kembali membangkit kondisi mental Enke dengan mengadopsi seorang anak perempuan bernama Leila. Namun depresi akut terlanjur menyerang Enke. Belum lagi tersiar kabar bahwa Enke divonis menderita radang usus. Ketakutan berlebih membuat depresinya semakin menjadi. Teresa mengatakan bahwa Enke takut kalau ini bisa menghancurkan kariernya yang berakibat pada pencabutan hak asuh terhadap Leila.
"Ketika depresinya begitu parah, itu saat yang sangat berat bagi kami, karena kemudian dia kehilangan seluruh jalan dan harapannya. Dia ingin merahasiakan itu karena dia takut akan kehilangan segalanya. Kami bersama-sama melewati begitu banyak masalah, saat dia bermain di Istanbul dan Barcelona, itu sangatlah berat. Kemudian kami kehilangan Lara," terang Teresa.
Enke yang lahir di Jena, Jerman Timur pada 24 Agustus 1977 itu sejak kecil sebenarnya sudah bermasalah dengan mentalnya. Ayah Robert, Dirk Enke mengatakan bahwa Enke yang sejak kecil dikenal sebagai sosok yang pendiam memang memiliki rasa takut yang berlebih. Rasa takut itu terkadang membuatnya stress.
"Robert memiliki cara berpikir seperti ini, bahwa jika saya bukan yang terbaik, saya harus menjadi yang terburuk. Dan itu adalah penyimpangan mendasar," terang Dirk, dilansir dari The Guardian.
Dirk melanjutkan bahwa sejak meniti karier sepakbola di usia dini, Enke tidak memiliki kepercayaan diri yang bagus. Saat pelatihnya di tim memasukkan Enke ke tim yang didominasi anak yang secara usia jauh di atasnya, maka Enke sering merasa ketakutan bahwa dirinya tidak akan bisa bersaing.
“Selalu ada krisis saat itu karena dia takut dia tidak akan mampu bersaing dengan yang lebih tua. Dia tidak memiliki keyakinan pada dirinya sendiri. Dia terjebak dalam ambisinya sendiri,” tukasnya.
Komentar