Walau punya nama besar sebagai salah satu kesebelasan tersukses di Italia, Internazionale Milan juga punya sisi irasional dan komikalnya sendiri. Sudah bukan rahasia lagi kalau I Nerazzurri kondang akan kepayahannya dalam proses transfer pemain, utamanya di era kepemimpinan Massimo Moratti, khususnya yang dilakukan lewat cara barter.
Cerita Roberto Carlos-Ivan Zamorano dan Clarence Seedorf-Francesco Coco jelas sulit dilupakan begitu saja. Tapi kisah Fabio Cannavaro-Fabián Carini benar-benar ada di level yang berbeda.
Jelang bergulirnya musim kompetisi 2004/05, entah karena alasan apa, Inter ingin melepas bek andalan mereka sekaligus bek Tim Nasional Italia, Cannavaro. Padahal, pemain yang dalam rentang dua musim membela panji I Nerazzurri itu senantiasa tampil konsisten dan dipercaya merumput sebanyak 74 kali plus menyumbang 3 gol di seluruh ajang.
Paham bahwa Cannavaro adalah pemain berkemampuan ciamik, Juventus yang merupakan rival Inter di Serie A pun datang menyambut peluang. Tawaran berupa uang sebesar 10 juta euro dan Carini lantas mereka lempar pada Inter. Mengingat kualitas paripurna Cannavaro sebagai benteng tangguh di sektor belakang, apa yang diajukan pihak I Bianconeri jelas kelewat murah. Namun entah dirasuki iblis dari mana, manajemen I Nerazzurri menyetujuinya!
Keputusan itu rasanya bikin Interisti di seluruh dunia mengernyitkan dahi, bertanya-bertanya dan bahkan marah besar. Apa yang mendasari kesebelasan favorit mereka mengiyakan pertukaran Cannavaro dan Carini berikut uang 10 juta euro?
Dilihat dari sisi manapun, terdapat jurang kualitas yang lebar di antara mereka. Carini yang bergabung dengan I Bianconeri sejak musim 2001/02 bahkan tak sekalipun bertanding di laga resmi untuk Juventus karena lebih banyak menghabiskan waktu bersama kesebelasan asal Belgia, Standard Liège, dengan status pinjaman.
Pengaruh Mino Raiola
Menurut penuturan pelatih Juventus ketika itu, Fabio Capello, terjadinya pertukaran gila antara Cannavaro dan Carini banyak dipengaruhi oleh agen pemain ternama, Carmine `Mino` Raiola. Konon, saat itu Raiola begitu getol memberi rekomendasi kepada Moratti agar proses barter Cannavaro dan Carini terwujud.
"Raiola punya peran krusial atas pertukaran Cannavaro dan Carini. Dirinya sangat intens mendekati Moratti guna melanggengkan proses itu," ungkap Capello seperti dilansir Calciomercato.
Layaknya rasa sangsi yang menyembul di dada Interisti, pertukaran Cannavaro dan Carini kenyataannya memang sangat merugikan Inter. Alih-alih merebut posisi penjaga gawang nomor satu dan membuktikan kebolehannya, Carini cuma jadi kiper pilihan keempat I Nerazzurri; setelah Francesco Toldo, Júlio César, dan Paolo Orlandoni.
Menandatangi kontrak selama tiga musim bersama Inter, pemain berpaspor Uruguay itu hanya bermain sebanyak 4 kali di semua kompetisi. Pada musim terakhirnya, Carini yang lahir pada 26 Desember 1979 itu dipinjamkan ke Cagliari dan hanya bermain 8 kali di sana!
Sebelum direkrut Juventus, Carini adalah pemain salah satu kesebelasan yang cukup populer di Uruguay, Danubio. Kesebelasan yang berdiri tahun 1932 ini juga dikenal sebagai tempat Edinson Cavani, Javier Chevantón, Álvaro Recoba, dan Marcelo Zalayeta menimba ilmu sekaligus naik daun. Pada rentang 1997 sampai 2000, Carini memperlihatkan aksi yang cukup impresif di bawah mistar. Penampilannya tersebut bikin Carini digadang-gadang sebagai kiper masa depan Uruguay.
Atensi yang sukses dicuri Carini rupa-rupanya tidak berkelindan di benak fans Danubio atau masyarakat semata. Pelatih Uruguay di tahun 1998 sampai 2000, Víctor Púa, juga kepincut. Maka di saat Copa América 1999 bergulir, Carini pun masuk ke dalam skuat Los Charrúas dan selalu jadi pilihan utama.
Kepercayaan Púa dibalas Carini dengan performa stabil sehingga tak pernah absen seraya mengantar Uruguay ke final. Sayang, kesempatan Los Charrúas untuk mencaplok gelar Copa América ke-14 sepanjang sejarah dikandaskan Brasil yang pada momen tersebut dijejali nama-nama berkualitas macam Marcos Cafu, Nelson Dida, Rivaldo, dan Ronaldo via skor telak 0-3. Penampilan prima itulah yang menggoda pemandu bakat kesebelasan-kesebelasan mapan Eropa, termasuk I Bianconeri.
Carini dan Inter Merana, Cannavaro dan Juventus Sukses
Tatkala Carini setia jadi penghangat bangku cadangan di Inter, Cannavaro yang di berbagai kesempatan selalu menyebut bahwa kariernya berjalan sangat buruk selama merumput di Stadion Giuseppe Meazza, justru melambung lagi di Juventus. Lebih jauh, saat memperkuat Italia di Piala Dunia 2006, Cannavaro yang berstatus kapten tim berhasil membawa Gli Azzurri merengkuh titel dunia keempatnya sepanjang sejarah.
Selepas membela I Nerazzurri, peruntungan Carini di dunia sepakbola tak kunjung berubah. Bergonta-ganti kesebelasan, mulai dari Real Murcia di Spanyol sampai kembali lagi ke Amerika Latin guna memperkuat Clube Atlético Mineiro, Peñarol, Sociedad Deportivo Quito, dan Juventud de Las Piedras, dilaluinya dengan kesemenjanaan.
Rasanya, Carini tak berbeda jauh dengan bunga yang keburu layu sebelum benar-benar berkembang. Keputusannya untuk melanglangbuana ke Eropa di usia muda ternyata berbuah pahit dan tak sesuai ekspektasi.
Pada bulan Agustus 2018 kemarin, situs FourFourTwo memasukkan proses barter Cannavaro-Carini sebagai salah satu proses barter paling sulit dilupakan dalam sejarah sepakbola. Nahas, utamanya dari sisi Carini dan Inter, proses itu akan diingat selalu sebagai proses transfer paling komikal dan konyol dalam era kepemimpinan Moratti. Ya, setiap kali mengingat kepindahan Carini ke I Nerazzurri, rasanya selalu ingin tertawa karena segalanya mirip sekali dengan cerita komedi.
Komentar