Oleh: Haris Chaebar
Barcelona dan Real Madrid merupakan salah dua tim terbaik dunia saat ini. Keperkasaan dua kesebelasan asal Spanyol ini seakan tidak pernah lenyap. Dengan dukungan uang melimpah dan basis penggemar terbesar dunia, duo ini menjadi klub yang paling sering dibicarakan. Terlebih partai El Clasico yang mempertemukan keduanya memang jadi pertandingan paling dinantikan di seluruh dunia.
Barca dan Madrid saat ini banyak diperkuat oleh pemain kelas dunia, dan hal ini membuat tensi persaingan di antara keduanya pun cukup panas. Selain bersaing untuk menjadi klub terbaik di Spanyol, akademi dari dua klub ini juga tak lepas dalam persaingan untuk menjadi yang terbaik.
La Masia milik Barcelona dan La Fabrica milik Real Madrid adalah dua dari sekian banyak akademi di Spanyol yang sudah banyak menelurkan pemain-pemain hebat dan berkualitas. Walau pemain akademi mereka berkualitas, tidak setiap saat pemain akademi bisa eksis di klub senior mereka masing-masing.
Untung saja, khusus di negara Spanyol, setiap klub profesional (apalagi klub La Liga) boleh membentuk tim cadangan atau tim kedua yang ikut disertakan dalam kompetisi profesional. Tim ini biasanya diisi pemain-pemain dari akademi. Tujuan utamanya tentu saja untuk mengasah jam terbang para pemain muda.
Tim cadangan ini mayoritas berisikan pemain-pemain muda yang tidak lebih dari usia 23 tahun pada umumnya. Barcelona B banyak diisi alumni La Masia, sedangkan Madrid Castilla dipenuhi oleh bekas anak didik La Fabrica.
Sebelumnya Anda pasti pernah mendengar Barcelona B atau Real Madrid Castilla kan? Dua tim ini adalah tim cadangan dari Barcelona dan Real Madrid. Namun tidak hanya Barca dan Madrid saja sebenarnya yang punya tim cadangan. Sevilla, Atletico Madrid, Villarreal dan klub-klub La Liga lain juga punya tim cadangan.
Di sinilah keunikan sistem pesepakbolaan di Spanyol. Tim cadangan bisa diikutkan di kompetisi profesional meski tidak diizinkan untuk berada satu liga atau satu turnamen dengan tim induk. Contohnya adalah ketika Barcelona B menjadi juara Segunda Division, mereka tidak boleh promosi ke La Liga karena ada Barcelona di sana.
Dua tim yang masih satu kesatuan tidak boleh bermain di kompetisi dan juga turnamen yang sama di Spanyol. Begitu juga dalam ajang Copa del Rey, Barcelona B tidak bisa ikut turnamen itu lantaran ada Barcelona senior disana. Hal yang sama juga berlaku bagi tim cadangan lain di Spanyol.
Keberadaan Barcelona B, Madrid Castilla, Sevilla B, Atletico Madrid B, Valencia Mestalla, Villareal B dan masih banyak lainnya adalah ciri khas pembinaan pemain muda di Spanyol. Dengan diperbolehkannya tim cadangan bermain di kompetisi profesional, maka pemain muda akan terasah jam terbang dan pengalaman bermainnya.
Di Inggris ada Premier League U-21 dan di Italia ada Campeonato Nazionale, namun dua kompetisi ini hanya mempertemukan tim yang diperkuat pemain muda melawan tim yang juga diperkuat pemain muda.
Berbeda dengan Spanyol, karena Barcelona B, Castilla, atau Atletico B akan langsung terjun ke kompetisi profesional. Mereka dapat beredar di Tercera Division (divisi ketiga) hingga divisi kedua seperti Segunda Division, tergantung dari performa mereka di atas lapangan. Yang membuat spesial, lawan mereka adalah pemain profesional yang kebanyakan pemain senior. Dengan bermain di Tercera atau Segunda, mereka akan bertemu pemain-pemain pro dari klub-klub lain.
Sudah pasti, persaingan yang dirasakan jauh lebih menantang dari sekedar melawan sesama pemain yang masih berada dalam kisaran usia yang sama. Lawan yang mereka hadapi tiap pekan adalah tim seperti Gimnastic, Getafe, Rayo Vallecano, Alcorcon, Cultural Leonesa, Leon, Valladolid atau Zaragoza, selain juga bertemu sesama tim cadangan.
Pemain pro di klub macam Gimnastic, Getafe, Rayo Vallecano, Alcorcon, Valladolid atau Zaragoza bermain dengan intensitas tinggi karena mereka bermain dengan niatan tertentu, seperti promosi ke liga yang lebih tinggi atau menghindari degradasi. Determinasi mereka jelas sangat deras karena mereka rata-rata pemain senior, terlebih mereka membawa kebanggaan klub sebagai hal utama.
Berbeda dengan tim cadangan yang difungsikan sebagai tempat penggemblengan pemain muda agar lebih matang, sudah tentu kompetisi pro “sungguhan” jelas punya atmosfer yang berbeda dengan kompetisi yang hanya diikuti oleh tim-tim bermaterikan pemain muda.
Pemain muda di tim cadangan tersebut akan merasakan ketatnya kompetisi “sebenarnya” meski hanya di level bawah. Ini akan berdampak positif ke skill dan mental pemain muda tersebut jika mampu menang lawan tim pro yang diisi pemain-pemain senior kawakan. Pemain di tim cadangan rata-rata akan bermain di 40 laga lebih tiap musimnya. Itulah kenapa pengalaman bermain mereka di jenjang profesional sudah banyak meski masih muda.
Tentu ini sangat baik karena kunci untuk mengembangkan bakat muda salah satunya adalah dengan sering memberi kepercayaan bagi pemain muda untuk merumput. Apalagi langsung berada di kompetisi profesional dan berjibaku dengan pemain yang lebih senior tentu pengalaman yang mereka rasakan beda jauh jika hanya melawan sesama pemain junior.
Apalagi jika sampai nangkring di peringkat atas, sudah pasti teknik pemain-pemain muda di tim cadangan itu sudah sangat layak untuk bermain di tim senior masing-masing. Hal ini beberapa kali terjadi, bahkan Barcelona B pernah merangsek ke peringkat 2 Segunda Division. Dapat dikatakan bahwa Segunda atau Tercera Division, meski hanya kompetisi level bawah Spanyol, akan membuat pemain muda di tim cadangan itu “berpengalaman” dengan sendirinya.
Hal ini cukup kontras jika dibandingkan dengan di Inggris atau Italia. Para pemain akademi di Inggris dan Italia dipinjamkan ke kesebelasan lain untuk menambah jam terbang mereka. Proses seperti ini berbahaya bagi induk kesebelasan, di mana sang pemain yang dipinjamkan bisa saja justru lebih nyaman dengan kesebelasan yang menggunakan jasanya lewat status pinjaman. Tak seperti di Spanyol yang tentu mengikat para pemain akademi tersebut karena tak perlu hengkang ke kesebelasan lain.
Akibatnya kita lihat, Spanyol menjadi gudangnya pemain muda berbakat. Jika Jerman mengandalkan infrastruktur dan banyaknya sekolah sepakbola berkualitas di sana, Spanyol punya pola ini untuk mematangkan pemain muda, di samping infrastruktur dan sistem pembinaan pemain muda yang baik pula.
Maka tidak heran, Spanyol seperti tidak kehabisan bakat pemain muda karena pemain muda mereka memang sudah terbiasakan “dewasa” ketika masih main di tim cadangan. Alvaro Morata dan Daniel Carvajal adalah contoh dari hal ini. Morata, setelah promosi dari Castilla memang kesulitan bersaing dengan Cristiano Ronaldo atau Karim Benzema di lini depan Madrid. Namun seketika pindah ke Juve, dia menjadi idola fans I Bianconeri lewat permainan apiknya.
Carvajal juga sama seperti Morata, setelah promosi ke tim utama Madrid namun tidak mampu bersaing dengan Alvaro Arbeloa, dia pindah ke Leverkusen. Pada musim pertamanya di sana (musim 2012/2013), ia langsung menggebrak dan menjadi salah satu bek kanan terbaik Bundesliga musim itu. Morata dan Carvajal kini sudah mudik lagi ke Santiago Bernabeu.
Dari Barcelona, nama Denis Suarez mirip seperti kejadian Morata-Carvajal. Setelah bergabung ke Barca B pada 2013 dan menghabiskan satu musim di sana, pada 2014 silam ia dipinjam Sevilla lalu dibeli Villarreal pada 2015. Bermain bagus di Sevilla dan Villarreal, membuat dia kembali ke Barcelona musim ini.
Alumnus dari tim cadangan juga banyak yang berkiprah di klub lain. Marc Muniesa dan Bojan Krkic (Barcelona B) yang kini jadi andalan Stoke City. Lalu alumni Castilla seperti Alvaro Negredo (Middlesbrough), Roberto Soldado (Villareal), Juan Mata (MU), Jose Callejon (Napoli), dan Jese Rodriguez (PSG). Tidak hanya Barca dan Madrid, Atletico B yang merupakan tim cadangan dari Atletico Madrid juga memproduksi pemain hebat macam David De Gea (MU).
Selain pemain dari tim cadangan, Spanyol memang terkenal akan kesuksesan membibit pemain sejak usia muda. Banyak pemain muda yang masih di akademi pun sudah “diculik” oleh klub lain. Cesc Fabregas yang dulu meledak bersama Arsenal dan kini diteruskan oleh Hector Bellerin adalah contohnya. Mereka digamit oleh Arsenal sejak dari akademi La Masia, Barcelona.
Fondasi sistem pembinaan yang baik, infrastruktur, dan hierarki kompetisi yang menguntungkan pengembangan pemain muda menjadi berkah tersendiri bagi Spanyol. Ini yang menyebabkan timnas Spanyol seperti tidak kehabisan stok pemain dan mendominasi panggung sepakbola delapan tahun terakhir. Begitu juga dialami Spanyol U-21 dan jenjang bawahnya yang sering juara turnamen internasional beberapa tahun belakangan.
Jika Federasi Sepakbola Spanyol (RFEF) terus mempertahankan pola ini (tim cadangan bisa bermain di kompetisi pro), tentu peluang kemungkinan Spanyol kehabisan talenta muda berbakat hampir pasti tidak ada.
Dengan kualitas akademi yang bagus, lalu ditambah keberadaan tim cadangan untuk memoles pemain muda dengan aroma dan intensitas profesional sejak dini, menghasilkan banyak pula pemain yang berkualitas. Hal ini lah sepertinya yang masih membuat sepakbola Spanyol (pemain, klub dan tim nasionalnya) terus mendominasi persepakbolaan dunia, khususnya di Eropa.
foto: @MichaelBateman1
Penulis adalah seorang mahasiswa fakultas hukum di salah satu universitas di Yogyakarta. Biasa berkicau di @chaebar_haris. Segala bentuk opini yang ada dalam tulisan adalah tanggung jawab penulis
Komentar