Oleh: Haris Chaebar
Louis van Gaal diving secara dramatis pada laga Manchester United versus Arsenal dengan skor 3-2 di 28 Februari 2016 lalu. Ketika kalah dari Midjtylland di leg pertama 32 besar Liga Europa 2015/2016, Van Gaal secara mengejutkan berkata pemain MU harus lebih “horny”, yang ia analogikan sebagai keinginan kuat untuk menang dan hasrat yang menggebu dalam bermain bola.
Setelah lama dipecat United, figur meener Belanda yang sensasional ini diisukan pensiun, namun diwartakan Cadena Sar, radio asal Spanyol, Van Gaal membantah isu tersebut dengan menyatakan bahwa ia hanya istirahat sementara. Kalaupun sungguhan pensiun, publik tentu akan kehilangan sosoknya karena kapasitasnya masih diperhitungkan di level atas ditambah juga tindak-tanduk yang unik selama ia jadi manajer.
Meski karier selama menjadi manajer tidak selalu mulus, di sisi lain kegemarannya memainkan pemain muda di tim-tim yang ia asuh patut diacungi jempol, apalagi dia melatih di klub-klub yang berbeda dalam pola pengembangan pemain mudanya.
Bicara manajer yang “ahli” menemukan atau mengasah berlian muda, ingatan kita akan langsung menuju Sir Alex Ferguson dengan “Class of 92”, misalnya. Namun, Van Gaal juga tidak kalah hebat dalam menemukan dan mengasah bakat-bakat pemain muda yang ada.
Van Gaal mulai menjadi manajer tim utama ketika menjadi pelatih Ajax Amsterdam pada 1991. Kala itu Ajax dibuatnya menjadi tim yang sukses, tidak hanya di Belanda, bahkan hingga level Eropa. Hebatnya, Van Gaal menggunakan talenta-talenta muda Belanda kala itu. Mereka di antaranya adalah Clarence Seedorf, Patrick Kluivert, Marc Overmars, Dennis Bergkamp, Edwin van der Sar, Edgar Davids, hingga Frank dan Ronald de Boer. Kini banyak dari nama-nama itu menjadi legenda sepakbola negeri Kincir Angin. Bersama Van Gaal, Ajax pun mampu menjuarai Liga Champions 1994/1995 dengan mengalahkan Milan di final dengan komposisi skuat muda tersebut, yang terkombinasikan dengan pemain senior macam Danny Blind atau Frank Rijkaard.
Setelah dari Ajax yang sukses, Barcelona adalah destinasi berikutnya. Di klub yang sudah mengakar filosofi dari figur populer Johan Cruyff, legenda Belanda, Van Gaal menemukan beberapa bibit-bibit hebat Barcelona.
Selama tiga tahun di Catalan, dia memberikan kepercayaan dan debut tim senior kepada Xavi Hernandez dan Carles Puyol, yang kemudian menjadi legenda Barcelona, hingga menjadi tulang punggung timnas Spanyol yang menjuarai Euro dan Piala Dunia. Di Barcelona dari 1997-2000, ada dua gelar La Liga, satu Copa del Rey dan satu UEFA Super Cup sebagai pertanda kesuksesan disana.
Setelah sukses di Barca, Van Gaal mengarsiteki timnas Belanda pada 2000 silam, namun gagal meloloskan De Orange ke Piala Dunia 2002. Kemudian, Van Gaal kembali lagi ke pangkuan Barcelona pada awal musim 2002/2003, tetapi juga gagal total lagi disini.
Van Gaal terhitung kontroversial di Barcelona kali ini karena berani melepas Rivaldo ke AC Milan secara gratis, yang digantikan playmaker dari Boca Juniors, Juan Roman Riquelme. Namun talenta Riquelme tidak berkembang sempurna di Barcelona, justru dia gemilang bersama klub Spanyol lain, Villarreal.
Meski carut marut pada periode kedua di Camp Nou, Van Gaal kembali menemukan bakat muda bernama Andres Iniesta, yang ia beri debut tim senior kala itu. Insting Van Gaal memang tajam, Iniesta kemudian menjelma menjadi salah satu gelandang terbaik dunia.
Bahkan ketika Van Gaal berseteru dengan Valdes di MU, alih-alih membela Valdes, Iniesta justru memuji mantan pelatihnya sebagai orang hebat, karena tanpa debut yang Van Gaal beri (2002-20013), Iniesta belum tentu sampai seperti sekarang ini.
“Aku masih 17 tahun (dulu), senang rasanya berada di tim utama dan dia memberiku kesempatan (debut). Aku tahu dia selalu melakukan pekerjaan hebat dengan pemain muda,” Iniesta berbicara tentang Van Gaal.
Setelah dari Barcelona, Van Gaal sempat menjadi direktur teknik Ajax pada 2004, sebelum kembali ke kursi kepelatihan, kali ini di AZ Alkmaar pada 2005 silam. Klub yang bukan golongan elit di Belanda, namun Van Gaal mampu membangun stabilitas hingga akhirnya sukses juara Eredivisie pada musim 2008-2009. Berkat Van Gaal, AZ dapat mengakhiri puasa gelar liga selama 28 tahun, gelar ini terakhir digapai AZ pada tahun 1981.
Selama di AZ, Van Gaal tidak lupa menggembleng tenaga muda baru diantaranya; Mousa Dembele, Mounir El Hamdaoui, Sergio Romero, Hector Moreno, Graziano Pelle, Nicklas Moisander hingga Jeremain Lens, meski tidak semua dari mereka bersinar terang hingga kini.
Setelah juara di AZ, Van Gaal pindah ke Jerman dengan menukangi raja Jerman, Bayern München. Di klub Bavaria ini, pada musim pertama (2009-2010) ia langsung juara Bundesliga dan DFB Pokal serta masuk final Liga Champions meski takluk dari Inter dengan skor 0-2. Nahas di musim kedua yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, Bayern hanya peringkat tiga di Bundesliga dan Van Gaal pun dipecat oleh manajemen.
Selain menginjeksi gaya possesion football, di sana ia juga berperan besar membangun fondasi skuat Bayern München. Van Gaal mematangkan Thomas Müller dengan memberi banyak menit bermain. Ia juga yang memberi debut untuk Holger Badstuber dan David Alaba. Müller dan Badstuber langsung masuk timnas Jerman di Piala Dunia 2010, bahkan Müller sampai jadi pencetak gol terbanyak dalam ajang itu.
Van Gaal pula yang mematenkan posisi Toni Kroos di lini tengah München pada musim 2010-2011, Kroos sendiri dipinjamkan di Leverkusen musim sebelumnya. Padahal di saat bersamaan masih ada Mark Van Bommel, Bastian Schweinsteiger dan Anatoliy Tymoshchuk yang menguasai lini tengah The Bavarian.
Pada 2012 Van Gaal menukangi timnas Belanda untuk kali kedua. Misinya adalah melangkah sejauh mungkin di ajang sebesar Piala Dunia 2014. Van Gaal sukses, pasukan Oranye sampai peringkat tiga. Tak lupa racikan strateginya membuat beberapa pemain muda Belanda semakin meroket di Brasil 2014. Mereka yang tampil oke adalah Daley Blind, Martins Indi, Stefan De Vrij, Memphis Depay, dan Giorginio Wijnaldum.
Atas raihan bagus di Piala Dunia 2014, dia direkrut Manchseter United (musim 2014/15) yang kebetulan sedang mencari pelatih berpengalaman. Kebetulan namanya memang lekat dengan Old Trafford karena hampir dijadikan pengganti Ferguson pada medio 2003, tetapi batal karena Ferguson urung pensiun.
Van Gaal dibekali uang besar oleh United. Ia pun merekrut pemain hebat semacam Angel Di Maria. Ekspektasi tinggi pada Van Gaal untuk membuat United berjaya lagi pasca kepergian Sir Alex (2013), tak mampu diatasi dengan baik. Musim pertama Van Gaal hanya sanggup buat United nangkring di peringkat empat. Musim selanjutnya malahan turun ke posisi lima, meski mampu juara Piala FA. Pada akhirnya Van Gaal dipecat juga pada Mei 2016 lalu.
Meski begitu, Van Gaal masih tetap jago mencium bakat hebat. Anthony Martial memang dibeli mahal, lalu banyak orang berkata dia belum pantas dihargai 36 juta paun. Tetapi intuisi Van Gaal seperti tahu bahwa Martial punya kemampuan istimewa dan kini tinggal dipoles lebih jauh lagi oleh manajer MU saat ini, Jose Mourinho.
Yang paling memesona tentulah Marcus Rashford. Terbantu akibat badai cedera lini depan yang datang, Van Gaal memberi debut Liga Europa dan Premier League pada Rashford dan dia pun langsung sebagai starter. Yang fenomenal, pemain yang kala itu masih 18 tahun tersebut mencatatkan brace dan satu assist yang membuat United menang 3-2 atas Arsenal pada 28 Februari 2016 di Old Trafford.
Kemilau Rashford membawanya ke skuat timnas Inggris untuk Euro 2016 di Perancis. Selain Rashford, Jesse Lingard juga berhasil mengeluarkan potensinya di bawah arahan Van Gaal sebagai manajer United. Lingard-lah yang membukukan gol kemenangan United di FA Cup 2014. Kini bersama Martial dan Rashford, Jesse Lingard menjadi pilar andalan di masa depan untuk Manchester United.
Terakhir, jika kita ramu dalam satu tim, khusus pemain-pemain yang Van Gaal latih di level klub, kira-kira begini susunan pemain-pemain “temuan” baru Van Gaal dan pemain muda potensial yang berkembang pesat dibawah polesan si “Jenderal Tulip”.
Formasi 3-4-3.
Pemain inti: Kiper; Edwin Van Der Sar (Ajax); Bek; Carles Puyol (Barcelona), Frank De Boer (Ajax), David Alaba (München); Gelandang; Clarence Seedorf (Ajax), Xavi Hernandez (Barcelona), Toni Kroos (München), Andres Iniesta (Barcelona); Penyerang; Patrick Kluivert (Ajax), Dennis Bergkamp (Ajax), Thomas Müller (München).
Cadangan: Kiper; Sergio Romero (AZ), Bek; Holger Badstuber (Schalke), Gelandang; Mousa Dembele (AZ), Edgar Davids, Ronald De Boer (Ajax), Penyerang; Marc Overmars (Ajax), Marcus Rashford, Anthony Martial dan Jesse Lingard (Manchester United).
Penulis adalah mahasiswa di salah satu universitas di Yogya. Biasa berkicau di @chaebar_haris. Segala opini dan isi tulisan merupakan tanggung jawab penulis, di luar redaksi panditfootball.
Komentar