Menjadi Saksi Selfie Totti

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Menjadi Saksi Selfie Totti

Oleh: Edward Satria

Begitu banyak rivalitas yang terjadi antar dua klub sepakbola di dunia, mulai dari Real Madrid dan Barcelona, Juventus dan Inter Milan, serta Manchester United dan Liverpool. Namun persaingan antar dua klub dari kota yang sama kerap menghadirkan bumbu dan atmosfer yang lebih panas. Apalagi ketika kedua klub tersebut memiliki sejarah dan filosofi yang begitu berlawanan satu sama lain,

Hal ini terjadi kepada AS Roma dan SS Lazio. Kedua klub yang berasal dari ibu kota Italia, Roma, ini sudah berpuluh-puluh tahun selalu menghadirkan atmosfer yang panas setiap kali keduanya bertemu.

AS Roma adalah klub yang mayoritas pendukungnya berasal dari kota Roma itu sendiri, sedangkan SS Lazio adalah klub yang mewakili kabupaten-kabupaten yang ada di sekitar Roma (Lazio adalah nama provinsi tempat kota Roma bernaung). Filosofi kedua klub ini pun berseberangan. Lazio terkenal mewakili sayap kanan Italia yang ekstrim, sedangkan tifosi AS Roma dikenal anti-Mussolini pasca Italia kalah pada Perang Dunia Kedua.

Saya beruntung dapat menyaksikan pertandingan derby legendaris ini pada 2015 silam. Ketika itu AS Roma yang berperan sebagai tuan rumah menjamu SS Lazio. Posisi di kedua tim di klasemen pun cukup dekat. AS Roma berada di peringkat ke-2, sedangkan SS Lazio berada di peringkat ke-3. Hal ini membuat pertemuan keduanya lebih panas dari biasanya.

Saya memakai pakaian netral bewarna hitam kali itu dan saya melewati jembatan Olimpico yang diisi oleh suporter tim tuan rumah kali itu yaitu para Romanisti. Saya menyempatkan untuk datang ke Settore Sud yang berisikan ultras tuan rumah yang memakai pakaian casual serba hitam a la pendukung garis keras pada umumnya.

Saya mencoba mengambil beberapa foto sebelum akhirnya saya dimarahi ultras dan disuruh untuk menghapus foto ultras yang saya ambil. Dalam sektor tersebut saya melihat dengan mata saya sendiri dua orang Laziale yang salah masuk sektor dipukuli dan atribut klub yang menempel di badan mereka dilucuti. Akibat kejadian tersebut, saya pun berpikir bahwa derby ini adalah salah satu derby yang cukup berbahaya.

Para ultras di jembatan Olimpico

Ketika masuk Stadio Olimpico saya begitu terpukau melihat jumlah pendukung yang hadir dan juga bunyi chant yang begitu ramai dinyanyikan oleh kedua suporter klub (karena AS Roma berperan sebagai tuan rumah maka tifosi SS Lazio hanya diberikan Curva Nord saja sehingga kira-kira perbandingan suporternya 75%:25%). Ini merupakan kunjungan kedua saya ke Olimpico. Sebelumnya saya datang menonton AS Roma lawan Juventus pada musim sebelumnya.

Meski sudah pernah ke sini sebelumnya, namun menonton langsung Derby della Capitale memiliki sensasi tersendiri. Sensasi yang jauh lebih panas dan menegangkan daripada pertandingan biasa.

Tiga puluh menit sebelum pertandingan mulai, announcer mulai mengambil alih perhatian para tifosi dan mempersilahkan para pemain dari tim tamu Lazio untuk masuk ke lapangan melakukan pemanasan. Hal ini pun disambut oleh siulan dan olokan oleh para suporter Roma yang jumlahnya jauh lebih banyak.

Reaksi berbeda pun terjadi ketika tim AS Roma yang dipimpin oleh sang kapten Fransesco Totti masuk dengan baju latihan mereka. Setelah para pemain masuk kembali ke ruang ganti maka mulailah prosesi koreografi tifosi yang selalu menjadi tradisi dari suporter sepakbola di Italia.

Para ultras AS Roma yang bernaung di Curva Sud memulai terlebih dahulu. Disertai dengan chant-chant AS Roma mereka mengangkat spanduk wajah-wajah para bandiera (legenda) AS Roma terdahulu. Seolah tidak mau kalah, ultras Lazio di Curva Nord membentangkan spanduk besar bergambarkan ksatria di atas kuda memegang pedang diiringi dengan bendera-bendera warna biru langit khas Lazio.

Koreografi dari Curva Sud (tifosi Roma) dan Curva Nord (tifosi Lazio)

Sungguh megah koreografi yang disajikan oleh kedua kubu tifosi tersebut sampai membuat saya tidak dapat mengedipkan mata sedikit pun. Setelah beberapa lama, akhirnya announcer kembali mengambil alih dan mulai menyebutkan nama starting XI AS Roma yang disahuti oleh teriakan penonton setiap para pemain idolanya disebutkan.

Tak lupa lagu kebangsaan AS Roma “Roma, Roma, Roma” pun dinyanyikan disambut dengan sing along oleh para Romanisti yang dihiasai oleh bunyi hinaan dari Curva Nord tempat para Laziale bersemayam. Suasana stadion semakin riuh

Pertandingan pun dimulai dan tanpa disangka tim tamu memimpin terlebih dahulu lewat gol dari kapten mereka Stefano Mauri yang disambut gemuruh dari Curva Nord dan keheningan dari seluruh sektor lainnya. Pertandingan mulai memanas dengan adanya beberapa kisruh kecil antara pemain dari kedua klub ini.

Empat menit kemudian, gol kedua untuk Lazio tercipta dari kaki Gomes. Untuk sementara Lazio memimpin dengan skor 0-2. Saat itu, saya mendengar seorang Romanista yang sudah nenek-nenek menggerutu tentang kinerja Nainggolan dengan teriakan-teriakan yang sangat keras disertai dengan anggukan dari para Romanisti lainnya. Kekesalan dari suporter.

Peluit tanda half time pun dibunyikan wasit, Stadium Olimpico banjir gemuruh kekecewaan, disertai dengan keluarnya para suporter satu per satu untuk menikmati minuman dan makanan di kantin. Saat peluit babak kedua dimulai, Curva Nord Lazio terus menerus meneriakkan provokasi ke arah para Romanisti yang disambut oleh teriakan kemarahan dan acungan-acungan tangan khas orang Italia ke arah mereka.

Baru saja pertandingan dimulai selama tiga menit, sang kapten Fransesco Totti mencetak gol indah dan membuat seisi stadium seperti meledak dan mulai kembali melakukan chant-chant terutama untuk sang Capitano idola mereka. Terbayar sudah semua pujaan mereka kepada Totti, karena lagi-lagi sang kapten membuat pendukung Lazio tertunduk ketika gol semi salto nya menggetarkan gawang Federico Marchetti di menit ke-64.

Gol ini dirayakan Totti oleh salah satu perayaan gol yang cukup ikonik di industri sepakbola modern saat ini. Totti melakukan sebuah selfie dengan menggunakan kamera handphone nya, dengan latar belakang para ultras di Curva Sud. Sungguh beruntunglah saya menghadiri pertandingan yang disertai dengan kejadian ini.

Selfie Francesco Totti berlatar belakang Curva Sud

Peluit akhir pun ditiup oleh wasit, mengakhiri drama 90 menit menegangkan yang harus berakhir dengan hasil imbang. Para Romanisti tak henti-hentinya meneriakkan nama Totti dan beberapa kali menunjuk-nunjuk para Laziale seolah ingin memperingkatkan mereka bahwa kemenangan di babak pertama tadi sudahlah pupus.

Saat keluar stadion saya melihat begitu banyak aparat polisi yang berjaga-jaga dan juga banyaknya bunyi letusan dari arah gerbang pintu para ultras keluar. Entah apa yang terjadi, untungnya tempat keluar kami aman karena mayoritas pendukungnya bukanlah garis keras.

Begitulah pengalaman saya menonton Derby Della Capitale, sebuah derby yang sarat gengsi dan penuh dengan situasi yang berbahaya. Menonton pertandingan derby memang kerap memberikan sensasi tersendiri.

Penulis adalah seorang tifosi Serie A yang biasa berkicau di @Edwardsatria. Foto-foto di dalam tulisan diambil sendiri oleh penulis


Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca PanditFootball.com melalui rubrik Pandit Sharing. Isi tulisan dan segala opini yang ada di dalam tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis.

Komentar