Oleh: Yves Vincent Muaya
“Dia adalah seorang pemain yang berhasil karena selalu memberikan seluruh kemampuannya di lapangan, tapi dia hanyalah seorang pengangkut air, dan akan tetap seperti itu, tidak lebih.”
Kalimat pujian bernada sarkasme tersebut dilontarkan oleh pemain depan Manchester United asal Prancis, Eric Cantona, kepada gelandang bertahan Juventus sekaligus kompatriotnya sesama Prancis, Didier Deschamps. Komentar ini diucapkan sesaat sebelum keduanya bentrok pada laga penyisihan Grup C Liga Champions 1996 yang digelar di stadion Delle Alpi, Turin.
"Anda bisa menemukan pemain seperti Deschamps di setiap sudut jalan. Saat ini dia suka bertingkah seperti biarawan (baca: orang suci) dan moralis, tapi dia akan berkubang dalam segala bentuk kejahatan. Dua pemain Perancis yang pantas di Italia adalah Youri Djorkaeff dan Zinedine Zidane dan sisanya tidak ada yang istimewa," lanjut Cantona kepada sebuah surat kabar Prancis.
Deschamps bereaksi dengan mengatakan, "Berapa banyak pemain yang bisa Anda temukan di sudut-sudut jalan yang telah memenangkan dua Piala Champions? Selain itu, setiap tim membutuhkan pengangkut airnya."
Dan akhirnya, seperti yang kita ketahui, pertandingan tersebut dimenangi oleh tuan rumah Juventus dengan skor 1-0 berkat gol tunggal Alen Boksic. Dua bulan berselang, Juventus kembali menang dengan skor yang sama atas tuan rumah Manchester United berkat gol tunggal Alessandro Del Piero.
Juventus pun berhasil menjadi juara grup C dan melaju mulus hingga partai final. Namun mereka gagal juara setelah dikalahkan oleh Borussia Dortmund dengan skor 1-3, di laga yang melahirkan dua bintang baru asal Jerman: Karlheinz Riedle dan Lars Ricken.
Musim boleh usai tapi perseteruan keduanya tidak. Terbaru, pada Mei 2016, tuduhan rasis yang dituduhkan Cantona terhadap Deschamps yang saat itu berposisi sebagai pelatih timnas Prancis dan tidak mengikutsertakan Karim Benzema serta Hatem Ben Arfa dalam skuat Piala Eropa 2016, ditanggapi oleh Deschamps dengan menggugatnya lewat jalur hukum.
Dari perseteruan kecil antara keduanya yang dimulai sejak tahun 1996, istilah gelandang pengangkut air pun menjadi populer dan ramai digunakan hingga saat ini sebagai sinonim dari gelandang bertahan.
Pengangkut Air
Sejatinya, sebutan pengangkut air bukanlah sebuah hinaan bagi Deschamps. Pengangkut air atau dalam bahasa Inggris disebut water carrier adalah suatu pekerjaan yang bertugas mengumpulkan air dari sumbernya (seperti sungai atau sumur) kemudian menyalurkannya ke rumah-rumah penduduk. Pekerjaan ini walaupun diremehkan, namun sangat dibutuhkan. Pekerjaan ini lama kelamaan tidak lagi dibutuhkan dan menghilang seiring makin berkembangnya sistem penyaluran air dengan jaringan pipa (kita menyebutnya PDAM).
Julukan pengangkut air yang diberikan Cantona sebenarnya merujuk pada posisi dan gaya permainan Deschamps. Posisi Deschamps adalah gelandang bertahan, posisi yang dianggap tidak menarik oleh publik sepakbola yang lebih mengidolai pemain bertipe menyerang dan ber-skill mumpuni. Posisi gelandang bertahan sangat mirip dengan pengangkut air, diremehkan namun perannya sangat krusial, yakni menyalurkan bola.
Posisi gelandang bertahan di era sepakbola modern kini sudah berevolusi, baik dari segi taktik maupun fungsi, sedikit banyak berkat jasa dari pemain-pemain seperti Claude Makelele, Andrea Pirlo, Esteban Cambiasso, Sergio Busquets, Michael Carrick, dan beberapa pemain lainnya.
Gelandang Pengangkut Air Klasik
Dalam sepakbola klasik, fungsi utama gelandang pengangkut air adalah merampas bola dari kaki lawan, kemudian secara cepat menyalurkannya ke pemain yang berada di belakang, depan, atau sampingnya, yang memiliki kemampuan lebih baik dalam mengolah dan menyalurkan bola. Segala cara dihalalkan dalam merebut bola, termasuk melakukan tekel-tekel horor dan kontak fisik kasar.
Atribut fisik yang ideal untuk posisi gelandang pengangkut air klasik ini adalah memiliki tubuh yang tinggi, besar, dan berfisik kuat. Keseimbangan tubuh yang baik dan memiliki lompatan tinggi juga merupakan atribut tambahan yang tidak kalah pentingnya. Contoh pemain seperti ini adalah Felipe Melo dan Roy Keane.
Pemain berpostur pendek pun bisa bermain di posisi ini namun dengan syarat tambahan memiliki kecepatan dan determinasi tinggi. Contoh pemain seperti ini adalah Gennaro Gatusso, Gary Medel, dan Edgar Davids. Ketiganya sangat buas dan tak pernah berhenti berlari mengejar bola sehingga dijuluki dengan nama binatang: Badak untuk Gatusso dan Pitbull untuk Medel serta Davids. Para pemain bertipe ini biasanya “rajin” mengoleksi kartu dari wasit.
Gelandang pengangkut air biasanya tidak membutuhkan skill dan teknik yang mumpuni dalam melakoni peran ini. Lihatlah Gatusso, sekali ia merampas bola, ia akan langsung mengopernya ke pemain dengan kostum merah-hitam yang berada paling dekat dengannya, entah di belakang, samping, atau depan, dan biasanya operan favoritnya menuju ke Ambrosini atau Pirlo. Sesederhana itu.
Holding Midfielder
Seiring perkembangan taktik yang makin bervariasi dan kebutuhan akan pemain yang dapat bermain efektif dan efisien, beberapa pemain pun mengubah gaya bermainnya dengan sangat baik. Claude Makelele adalah salah satunya.
Makelele biasanya akan langsung memulai serangan balik ketika berhasil merampas bola, dan tidak seperti gelandang pengangkut air klasik, Makelele akan menahan bola sedikit lebih lama, biasanya dengan melakukan penjelajahan di lapangan tengah atau melewati beberapa pemain, sebelum mengoper bola ke pemain yang memiliki posisi yang lebih baik dalam menciptakan peluang maupun gol. Piawai dalam mengatur irama permainan juga merupakan ciri khas dari Makelele.
Istilah yang biasanya lekat untuk pemain seperti ini adalah Holding Midfielder. Beberapa pemain yang fasih di posisi ini di antaranya adalah Esteban Cambiasso, Michael Carrick, Patrick Vieira, Yaya Toure, Casemiro, Sami Khedira, dan Sergio Busquets.
Para gelandang Holding Midfielder biasanya lebih memilih melakukan intersep untuk memutus aliran bola lawan dibandingkan melakukan tekel. Dan ini merupakan ciri khas utama gelandang modern.
Pada formasi 4-4-2 klasik, dua pemain tengah wajib diisi oleh satu orang bertipe gelandang pengangkut air klasik dan satu orang bertipe Holding Midfielder. Duet Keane –Scholes di Manchester United danCambiasso –Motta di Inter adalah contoh ideal.
Baca juga: Holding Midfielder Lebih Kompleks dari Gelandang Bertahan
Deep-Lying Playmaker
Evolusi selanjutnya adalah munculnya peran deep-lying playmaker yang dipopulerkan oleh Andrea Pirlo. Deep-lying playmaker adalah kombinasi dari gelandang pengangkut air klasik dan playmaker. Posisi ini berada lebih ke dalam, yakni di depan bek tengah. Carlo Ancelotti menempatkan Pirlo di posisi ini guna menyempurnakan formasi berliannya (4-1-2-1-2) di AC Milan. Eksperimen ini sangat sukses dan menjadikan Pirlo sebagai salah satu dari sangat sedikit pemain yang bisa melakoni peran ini.
Bersambung ke halaman berikutnya, Pentingnya perang gelandang pengangkut air
Komentar