Yunani masih belum bisa lepas dari krisis yang melanda Eropa pada 2009. Banyak yang menganggap kondisi serta kultur Yunani sudah terlampau parah untuk diperbaiki.
Awal mula segalanya berawal dari hal yang kecil, begitu pula di Yunani. Negeri para dewa ini sudah fasih melafalkan fakelaki di kehidupan mereka. Fakelaki secara harafiah berarti amplop kecil. Namun, makna sebenarnya adalah kegiatan suap menyuap.
Krisis di Yunani sudah terlihat semenjak penyelenggaraan Olimpiade 2004. Gelaran yang megah tersebut faktanya menimbulkan hutang. Belum lagi krisis karena mereka memiliki defisit perdagangan internasional.
Akibat dari krisis ekonomi ini memengaruhi Liga Yunani. Sejumlah klub terpaksa cuci gudang, terutama klub besar yang menggunakan jasa pemain mahal. Mereka tak sanggup untuk membayar kontrak dan gaji pemain yang bersangkutan. Panathinaikos, Olympiacos, PAOK, cuci gudang.
Keberhasilan Yunani melangkah ke Piala Dunia diisi oleh 14 nama yang tidak bermain di Liga Yunani. Mayoritas dari mereka pindah ke liga lain pada masa 2009-2012 atau ketika krisis tengah melanda. Secara tidak langsung, perpindahan ini memberikan dampak positif bagi timnas Yunani itu sendiri.
Lebih Kompetitif
Liga Yunani tak ubahnya sebagai liga monopoli. Juaranya hanya ada di sekitar Olympiacos dan Panathinaikos. Pun dengan skuat timnas Yunani yang selalu menjadi pelanggan dua klub besar tersebut. Masalahnya adalah skuat yang dipanggil seperti tidak merasakan atmosfer kompetisi yang sebenarnya, karena mereka hanya bersaing melawan klub-klub pelengkap saja.
Perpindahan ini membuat Alexandros Tziolis mesti berjuang lebih keras untuk menembus skuat utama AC Siena. Pun dengan Vasillos Torosidis yang pindah dari Olympiacos ke AS Roma pada 2013.
Hasilnya pun terlihat di skuat Yunani yang berlaga di Piala Dunia. Di laga pertama menghadai Kolombia, Torosidis menggantikan peran bek senior Loukas Vyntra di sisi kanan pertahanan Yunani.
Tekanan inilah yang membedakan apa yang mereka lakukan di Yunani dan di liga lain. Di Yunani, mereka hanya harus bersiaga jika menghadapi Olympiakos atau Panathinaikos. Peningkatan kemampuan ini yang turut membuat skuat yunani lebih kuat secara mental dan teknik. Sehingga mereka bisa tetap terus melaju ke piala dunia.
Perpindahan para pemain top ke luar Yunani, membuat persaingan di liga menjadi lebih merata. Para pemain top yang umumnya berusia di atas 28 tahun, membuat para pemain muda tergeser dari tim utama. Potensi pemain muda Yunani pun menjadi tak maksimal.
Mau tak mau para pengurus klub memutar otak untuk menyiasati pengeluaran klub. Salah satunya mengontrak pemain muda dari akademi dengan gaji rendah. Selain gaji, para pemain muda pun diharapkan menunjukkan semangat serta dedikasinya bagi klub ketimbang pemain asing.
Pelatih Yunani, Fernando Santos, tentu tidak menyiakan momen ini untuk memilih pemain yang tepat bagi skuat Yunani. Bek Yunani, Kostas Manolas, misalnya. Penampilan pria kelahiran 1991 ini di Olympiacos, menarik perhatian Santos. Di timnas Yunani, Manolas bahkan menggeser pemain yang lebih berpengalaman seperti Vyntra dan Vangelis Moras.
Krisis tak selamanya berpengaruh buruk. Bagi timnas Yunani, krisis adalah berkah. Para pemain menjadi lebih kompetitif untuk mengarungi Piala Dunia.
Sumber gambar: thescore.com
[fva]
Â
Komentar