Alasan Umum Jika Kalah Main PS: Stiknya Gak Enak!

Sains

by Dex Glenniza Pilihan

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Alasan Umum Jika Kalah Main PS: Stiknya Gak Enak!

Kalau sedang bermain gim sepakbola seperti FIFA atau Pro Evolution Soccer, ketika kalah para gamer biasa menyalahkan stik: “Ah, stiknya gak enak!”, “Stiknya rusak nih!”, dan alasan-alasan sejenisn. Padahal stik di video game sudah diriset dan dirancang sedemikian rupa sehingga mendekati sempurna—apa pun jenis stiknya, bahkan yang bajakan sekalipun.

Kesempurnaan itu dicapai pada 20 November 1997. Bermain video game tidak pernah sama lagi sejak itu.

Tanggal tersebut ditandai dengan dirilisnya controller atau gamepad Sony PlayStation bernama DualShock. Sampai saat ini gamepad-gamepad yang lahir, dari konsol apa pun, hampir pasti menyerupai desain Sony tersebut. Benar-benar revolusioner.

Untuk bermain gim, para gamer biasa menggunakan gamepad yang berisi banyak tombol. Secara umum gamepad dioperasikan menggunakan dua tangan. Jari di tangan kiri (terutama jempol) mengontrol pergerakan, sementara tangan kanan mengontrol tombol-tombol aksi.

Pada generasi selanjutnya, jari-jari lain seperti telunjuk dan jari tengah di masing-masing jari, diperuntukkan menekan tombol-tombol di bagian atas (shoulder atau bumper) gamepad.

Bagi pemain gim sepakbola seperti FIFA, PES, dan lain-lain, gamepad adalah syarat sahnya seseorang bisa menikmati gim tersebut. Jika gamepad tidak nyaman, alasan “stik gak enak” bukan jadi alibi semata.

Selain itu juga jumlah tombol pergerakan dan aksi harus memadai, artinya tak terlalu banyak sehingga bikin pusing, tapi juga tak terlalu sedikit sehingga tak membuat gamer terbatas.

Di gim sepakbola misalnya, selain arah pergerakan, ada beberapa aksi yang harus difasilitasi seperti menembak, mengoper datar, mengoper lambung, mengoper terobosan, sprint, merebut bola dengan halus, merebut bola dengan sliding, dan masih banyak lagi.

Sejarah Singkat Gamepad

Dari banyak konsol, desain gamepad berbeda-beda. Awalnya gamepad berupa tongkat alias joystick yang berfungsi sebagai arah pergerakan, ditambah satu tombol aksi.

Pada 1962, Nintendo Entertainment System (NES) mengeluarkan gamepad pertama berbentuk kotak berisi tombol A dan B. Sangat sederhana. Pada 1980-an mereka kemudian menambahkan D-pad (berbentuk plus) yang memungkinkan pergerakan ke arah atas, bawah, kanan, dan kiri, untuk menggantikan joystick yang tidak ergonomis.

Sejak itu gamepad selalu dibagi menjadi dua; bagian kiri untuk pergerakan (movement) sementara bagian kanan untuk aksi (action).

Baca juga: Agar Main Gim Bisa Menjadi Olahraga

“Aku suka controller NES,” kata Neil Mansfield, Presiden Institut Ergonomika dan Faktor Manusia di Nottingham Trent University, dikutip dari Tech Insider. “Sangat ringan dan simpel. Kamu bisa langsung mengerti tanpa membaca manual pemakaiannya.”

Nintendo kemudian sedikit mengubah desain dengan menambahkan “shoulder” sebagai “tempat beristirahat” sekaligus menggenggam bagi telunjuk dan/atau jari-jari lainnya, serta tombol X dan Y di bagian action (kanan).

Sega Genesis selanjutnya mengubah bentuk kotak yang identik dengan NES, menjadi bentuk agak menyerupai bumerang, yang membuat genggaman pemakainya lebih nyaman. Mereka juga menambahkan tombol aksi di kanan menjadi tiga dan kemudian enam (A, B, C, serta X, Y, Z) yang memungkinkan gamer mengeluarkan banyak aksi, terutama pada gim pertarungan (fighting).

Namun bentuk gamepad baru dianggap benar-benar mencapai kesempurnaan ergonomis ketika PlayStation mengeluarkan gamepad khas mereka dengan bentuk yang memanjakan genggaman tangan.

Apa yang Membuat Sony Begitu Revolusioner?

Teiyu Goto bekerja di tiga seri PlayStation awal. Ia adalah orang yang bertanggung jawab terhadap desain gamepad revolusioner ini.

Hal yang membuat gamepad PlayStation revolusioner adalah bentuknya yang tidak datar, melainkan agak melengkung. Ukurannya juga lebih lebar, tapi tidak tipis. Desain handle mereka yang membuatnya sangat spesial, sehingga para gamer memiliki genggaman yang mudah dan nyaman.

Baca juga: Mengkhidmati 21 Hadirnya Sony PlayStation (2015)

Penambahan tombol di atas (shoulder) seperti L1, L2, R1, dan R2, membuat gamer semakin memiliki banyak pilihan aksi. Apalagi setelah adanya analog di kanan dan kiri, yang membuat banyak kemungkinan baru bagi para perancang gim.

Banyak peneliti yang memasukkan DualShock ke dalam riset mereka, baik untuk riset desain, video game, ilmu ergonomika, teknik industri, sains komputer, dan lain-lain.

“[DualShock] langsung membuat familier, sehingga orang-orang bisa langsung terikat dengan segera,” kata Mansfield.

“Ada banyak kehalusan di situ, dan itu tidak sepele untuk memposisikan controller pada posisi itu, sudutnya, bagaimana kamu memegangnya; di kedua telapak tanganmu. Itu berada dalam posisi alami. Dan itu kuncinya.”

Pada DualShock 4 untuk PlayStation 4 yang dirilis 15 November 2013, Sony bahkan menambahkan fitur baru berupa touch pad di atas bagian analog. Bantalan sentuh ini dapat ditekan seperti tombol normal tetapi juga memungkinkan gamer untuk melakukan babatan (swipe) menggunakan jari.

Kontrol sentuh memang bukan hal baru di dunia gim, tetapi ini adalah pertama kalinya mereka diimplementasikan sebagai sarana kontrol sekunder. DualSchock 4 juga memasukkan penghubung mic/headphone di bagian bawahnya, yang sebenarnya pernah dipakai oleh Microsoft di gamepad Xbox. Perbedaannya DualShock 4 bisa mengeluarkan audio.

Dibanding dengan para kompetitornya seperti Nintendo atau Microsoft, Sony terus mempertahankan bentuk gamepad-nya ini sampai sekarang. Sementara Nintendo, Microsoft, dan lainnya terus mengubah desain gamepad mereka meski pada akhirnya mengikuti bentuk milik Sony juga, yang pastinya sudah dipatenkan.

Setidaknya sampai akhir 2018, belum ada desain gamepad revolusioner lagi. Sejak Sony meluncurukan DualShock, beberapa gamepad hanya meniru desain Sony tersebut. DualShock adalah pengakuan bahwa desainer, apa pun bidangnya, harus merancang untuk manfaat penggunanya.

Foto: VideoBlocks

Jurnal pendukung:

  • Bhardwaj, R. (2016) The Ergonomic Development of Video Game Controllers. Journal of Ergonomics. 7:209. doi: 10.4172/2165-7556.1000209
  • Bhat, S., Kajaria, N., Kanoria, A., Rajkumar, H., Yalamalle, S. (2013) Design of an Ergonomic Gaming Console. Advanced Engineering Forum. 10. 178-183. 10.4028/www.scientific.net/AEF.10.178
  • Davies, M., Read, H., Xynos, K., Sutherland, I. (2015) Forensic analysis of a Sony PlayStation 4: A first look. Digital Investigation. Volume 12, Supplement 1, March 2015, Pages S81-S89
  • Torok, L., Palegrino, M., Trevisan, D., Meontenegro, A., Clua, E. (2018) Smart controller: Introducing a dynamic interface adapted to the gameplay. Entertainment Computing. https://doi.org/10.1016/j.entcom.2018.03.001
  • Vaidya, H. (2004) Playstation thumb. The Lancet. Volume 363, Issue 9414, 27 March 2004, Page 1080

Komentar