Menjelang musim 2019/20, Mola TV menjadi pemegang hak siar Premier League di Indonesia untuk tiga musim ke depan. Sejak sepakbola pertama kali disiarkan pada 1936, kebutuhan siaran sepakbola bagi masyarakat dunia tidak pernah setinggi saat ini, khususnya kepada Liga Primer Inggris yang dicap sebagai liga sepakbola terbaik dan terkompetitif di dunia. Apalagi menonton sepakbola terbukti bisa menyehatkan secara sains.
Menurut survei terakhir yang kami lakukan, lebih dari 96% (dari 3.600 lebih responden pada rekap 21 Agustus 2019) menyebut diri mereka sebagai pencinta Liga Inggris. Meski terlempar dari kompetisi elite UEFA, Manchester United masih mendominasi dengan disukai oleh 34,6% responden.
Daya tarik Premier League memang bukan hanya melulu soal kesebelasan ‘big six’ (Manchester City, Liverpool, Chelsea, Tottenham Hotspur, Arsenal, dan Man United), melainkan dari kesebelasan-kesebelasan di bawahnya.
Ini membuat hiburan terhadap sepakbola bisa saja dinikmati dari kesebelasan-kesebelasan Premier League yang lebih inferior seperti, sebut saja, Sheffield United, Norwich City, atau Bournemouth.
Masih Mengandalkan Televisi Free-to-Air
Hampir 20% responden menyatakan jika mereka mengikuti pertandingan-pertandingan dari ke-20 kesebelasan Premier League, bukan hanya ‘big six’ atau kesebelasan favorit mereka. Untuk itu, kebetulannya para penonton di Indonesia dalam tiga musim ke depan bisa menyaksikan seluruh pertandingan secara langsung melalui Mola TV sebagai pemegang hak siar.
Meski demikian, mayoritas (52,7%) penonton di Indonesia masih mengandalkan televisi free-to-air untuk menonton Premier League. Padahal saat hanya Indonesia yang menjadi satu-satunya negara di Asia yang masih menyiarkan Premier League secara gratis di televisi berfrekuensi publik; dalam hal ini adalah TVRI untuk musim ini.
Gambar 1: Media yang paling sering digunakan untuk menonton Liga Inggris
Tidak seperti Mola TV, TVRI hanya kebagian jatah menyiarkan dua pertandingan Premier League setiap pekannya. Ini bersifat “hoki-hokian”: kadang TVRI bisa menyiarkan pertandingan kesebelasan besar, tapi tak jarang juga hanya menyiarkan pertandingan kesebelasan minor.
“Saya baru tahu kalau di Indonesia masih ada siaran Premier League yang disiarkan secara gratis,” kata Paul Dempsey, komentator Premier League, kepada kami.
“Di semua negara di dunia, para penonton harus membayar. Namun saya tahu daya beli masyarakat di Indonesia atau negara-negara berkembang lainnya tidak setinggi di Eropa. Jadi saya bisa memahaminya kalau orang-orang masih mencari siaran murah atau bahkan gratis sama sekali,” lanjutnya.
Hadirnya Mola TV
Bagi masyarakat di Indonesia, faktor biaya (53,8%) masih menjadi pertimbangan utama dalam menonton Liga Inggris bersama dengan faktor lainnya seperti mobile (48,2%), kebebasan memilih pertandingan (44,4%), kualitas gambar (43,7%), kelancaran siaran (63,4%), dan kemudahan akses (68,5%).
Keenam faktor di atas sebenarnya bisa disediakan oleh Mola TV sebagai pemegang hak siar Premier League di Indonesia untuk tiga musim ke depan. Namun ketika kami bertanya apakah mereka tertarik memiliki Mola TV, mayoritas (67,1%) menjawab jika mereka tidak berminat, sementara sebagian kecil lainnya (27,1%) menjawab masih ragu-ragu.
Lagi-lagi, faktor biaya (59,6%) menjadi alasan utama kenapa mereka tak berminat berlangganan Mola TV di samping alasan untuk menggunakan Mola TV masih harus memiliki akses internet lagi (45,7%) dan harus memiliki banyak device (43,7%) seperti televisi, set top box (STB), kabel HDMI, kabel daya ke listrik, dan remote.
Jadi kesimpulannya, para pencinta Liga Inggris menganggap Mola TV terlalu ribet dan mahal. Pertanyaannya, benarkah demikian?
Dianggap Tak Praktis karena Punya Banyak Perangkat
Untuk berlangganan Mola TV, para konsumen diharuskan membayar lebih dari Rp1.000.000 di muka. Harga itu sudah termasuk device-device yang disebutkan di atas (kecuali televisinya) dan paket berlangganan selama satu musim. Jadi sebenarnya para penonton tak perlu lagi membayar biaya bulanan.
Banyaknya device dan kebutuhan tambahan internet menjadi alasan utama kenapa para konsumen menyebut Mola TV sangat ribet. Dibandingkan dengan para pendahulunya, Premier League bisa disaksikan dalam paket televisi kabel yang sudah termasuk internet (misalnya IndiHome) atau bahkan yang sama sekali praktis melalui telepon genggam (misalnya beIN Sports Connect).
Pada paket-paket terdahulu, para konsumen bukan hanya disuguhi pertandingan-pertandingan Liga Inggris, melainkan pertandingan-pertandingan dari liga-liga lainnya seperti Bundesliga Jerman, La Liga Spanyol, Serie A Italia, Ligue 1 Perancis, dan lain sebagainya.
Namun menyebut Mola TV ribet juga tidak sepenuhnya benar. Beberapa device yang disediakan Mola TV bersifat plug and play (secara harafiah: tinggal colok dan setel).
Alat-alat ini—khususnya alat utamanya yang bernama Mola Polytron Streaming Device—juga bisa dibawa-bawa oleh para konsumennya ke mana-mana, misalnya saat bepergian, liburan ke tempat lain, atau pindah rumah. Mereka hanya butuh menyambungkan Mola Polytron Streaming Device ke televisi dan terkoneksi internet.
Untuk memasang atau memindahkan perangkat, konsumen tak perlu memamnggil teknisi, misalnya pada kasus televisi berlangganan yang membutuhkan satelit dan/atau parabola.
Harga Hak Siar di Indonesia Sebenarnya Murah Dibandingkan Negara Lain
Soal biaya, juga demikian. Kalau mau dipukul rata untuk pembayaran per bulannya, sebetulnya para konsumen hanya dibebani sekitar Rp80.000 sampai 100.000 untuk hak siar Premier League; tapi itu harga hak siar saja, belum termasuk harga berlangganan koneksi internet. Sebanyak 32,7% responden menganggap biaya untuk Mola TV bisa lebih ringan andaikan dicicil per bulan.
Angka itu sebetulnya bisa lebih murah jika kita memisahkan biaya device STB (yang bisa berlaku sebagai Android TV) yang menyentuh harga Rp500.000 sampai Rp1.000.000 kalau dibeli secara terpisah.
Sebagai perbandingan, biaya per bulan terdahulu yang para responden keluarkan bervariasi, mulai dari Rp50.001 sampai Rp100.000 (22,9%), Rp100.001 sampai Rp250.000 (22,3%), dan Rp250.001 sampai Rp500.000 (13,9%). Kebanyakan ketiga range harga tersebut sudah termasuk koneksi internet.
Kemudian jika dibandingkan, ternyata biaya berlangganan Premier League di Indonesia masih jauh lebih murah daripada di negara-negara lainnya. Kalau melihat harga berlangganan di Asia Tenggara, Indonesia bisa dibilang menjadi yang termurah kedua setelah Vietnam.
Gambar 2: Perbandingan biaya berlangganan Liga Inggris 2019/20
“Di Inggris, kamu bisa menghabiskan 50 paun per bulan untuk paket dari Sky. Di Indonesia hanya 5 paun per bulan? Wow,” kata Dempsey. “Secara umum, saya menekankan kembali, tidak ada siaran Premier League yang gratis di mana pun. Dari situ industri sepakbola bisa terbangun.”
Perlu Memikirkan Konten Selain pada Hari Pertandingan
Selain ribet dan mahal, 92% masyarakat Indonesia juga hanya mengakses penyedia langganan siaran Liga Inggris hanya pada hari pertandingan (matchday). Hanya 5,6% yang mengakses siaran pada tengah pekan, yang biasanya diisi dengan program-program pendukung seperti cuplikan pertandingan, siaran ulang, berita, dan cerita dari pemain, pelatih, dan kesebelasan.
Pihak penyedia siaran Liga Inggris memang harus memikirkan konten yang bisa terus mengikat konsumen mereka. Salah satunya mungkin dengan menyediakan konten Fantasy Premier League karena 55% responden menyatakan ada korelasi antara minat menonton Liga Inggris dengan bermain FPL.
Permainan seperti FPL juga yang membuat para responden (51,4%) tertarik untuk menonton seluruh pertandingan Premier League, bukan hanya kesebelasan ‘big six’ atau kesebelasan favorit mereka.
Butuh Edukasi
Bagi pihak pemegang hak siar, mereka tentu membutuhkan para konsumen untuk membayar agar industri sepakbola bisa terus berkelanjutan. Namun bagi pihak konsumen, terutama di Indonesia, mereka terus menuntut harga yang murah.
Biar bagaimanapun Premier League adalah liga sepakbola terbesar di dunia. Tak heran masyarakat Indonesia yang terkenal gila sepakbola semakin kesal dengan ribet dan mahalnya akses menonton Premier League.
Padahal, sejujurnya, masyarakat Indonesia mungkin hanya butuh diedukasi terus-menerus soal industri sepakbola. Sekarang hanya tinggal Indonesia yang memiliki siaran Liga Primer Inggris di televisi free-to-air di seluruh Asia.
Ini mungkin akan berubah pada beberapa musim ke depan. Jika itu terjadi, sebaiknya kita justru mulai memikirkan untuk meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat alih-alih terus menuntut siaran sepakbola agar bisa murah atau bahkan gratis.
Foto: Talksport
(dex)
Komentar