Puasa Ramadhan setiap tahun dilaksanakan oleh umat Islam di seluruh dunia. Kita semua di Indonesia tentunya sudah familiar dengan puasa Ramadhan, yaitu saat umat Islam diberi pantangan umum berupa makan dan minum (selain juga hawa nafsu dan sebagainya) dari fajar hingga matahari terbenam.
Pembatasan makan dan minum ini tentunya berkaitan langsung dengan asupan energi untuk keseharian kita. Tidak hanya rasa lapar dan haus, berpuasa Ramadhan juga dapat mempengaruhi jam tidur.
Dapat dipahami bahwa hal-hal "negatif" ini dapat mempengaruhi kinerja berolahraga. Namun, sebenarnya dalam beberapa literatur ilmiah mengenai dampak Ramadan pada kinerja olahraga menyajikan hasil yang bervariasi, bahkan tak jarang yang bertentangan.
Dalam konteks ini, misalnya saja pada kinerja gerakan olahraga singkat yang umum (seperti lompat jongkok atau skuat, gerakan pemanasan intens yang statis maupun dinamis, kontraksi pada saat angkat beban, dll) atau pada olahraga berdurasi sangat pendek (misalnya lari 5 meter, 10 meter, 20 meter, dll) akan tetap merekomendasikan latihan maksimal yang dipertahankan selama Bulan Ramadan.
Bagi kita yang bukan merupakan atlet profesional, ini mungkin tidak akan berdampak terlalu besar. Tapi lain halnya jika bagi mereka yang merupakan atlet profesional.
Sementara memang banyak atlet Muslim yang terus berlatih di siang hari sambil berpuasa yang dapat menyajikan sebuah tantangan bagi mereka. Memang, jika itu dilakukan, berarti mereka tidak dapat mengkonsumsi nutrisi dan cairan untuk pemulihan selama siang hari.
Meskipun di negara-negara mayoritas Muslim beberapa kompetisi dan acara olahraga berlangsung setelah matahari terbenam selama Bulan Ramadan, solusi ini tidak berlaku di negara-negara non-Muslim atau di acara-acara internasional di mana jadwal kadang-kadang ditentukan oleh jadwal televisi, dan di mana mayoritas atlet adalah non-Muslim. Seperti pada Piala Dunia 2014 tahun lalu misalnya.
Pada dasarnya, Satu hari puasa tampak tidak (atau sedikit) memiliki dampak pada kinerja berolahraga. Namun, 30 hari (atau 29 hari) berturut-turut puasa dapat mempengaruhi berbagai faktor kinerja termasuk kekuatan, kecepatan, dan daya tahan.
Studi sebelumnya telah menyebutkan bahwa puasa Ramadan berkontribusi pada penurunan kapasitas aerobik, ketahanan, dan kemampuan untuk melakukan latihan pada 75% dari maksimal VO2 max.
Pada atlet sepakbola, ada juga studi yang dilaporkan beberapa penurunan dalam komponen umum kebugaran (kecepatan, kelincahan, dan daya tahan) dan uji keterampilan individual (seperti dribel) pada saat berpuasa.
Sepakbola tidak selalu sama dengan olahraga lain, alasan penurunan tersebut mungkin akibat dari kurangnya asupan cairan dan makanan, ditambah juga berkurangnya jam tidur, di mana kemudian akan berdampak pada kelelahan.
Namun, salah satu penelitian acuan pada tahun 2008 menunjukkan bahwa tidak ada dampak yang jelas dalam kecepatan, kekuatan, kelincahan, daya tahan, dan keterampilan individual pada saat puasa Ramadan.
Terkait di About the Game (Detik Sport): Menyiasati Bulan Ramadhan bagi Pemain Sepakbola
Bahkan pada studi lainnya menemukan bahwa puasa Ramadan tidak mempengaruhi kinerja fisik atlet, kinerja sebenarnya malah meningkat.
Sebuah penelitian dilakukan untuk menyelidiki dampak puasa Ramadan pada kekuatan anaerobik, kapasitas anaerobik, dan tingkat penghapusan laktat (indikator kelelahan, biasanya berupa rasa pegal) pada pelari, pelempar (atletik), dan pegulat.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa puasa Ramadan tidak menghasilkan dampak buruk pada komposisi tubuh, kekuatan anaerobik, kapasitas anaerobik, dan metabolisme asam laktat selama, dan setelah latihan intensitas tinggi jika tidak ada perubahan total asupan kalori harian (makanan dan cairan), dan tidak ada perubahan total jam tidur, atau jika semuanya dipertahankan seperti sebelum Ramadan.
Selama puasa Ramadan, periodisasi yang tepat dari pelatihan ini penting untuk menjaga dan mengoptimalkan kinerja atlet. Penyesuaian pelatihan dapat memiliki dampak luar biasa pada kinerja.
Atlet profesional dapat mempertahankan kinerja selama Ramadan jika latihan fisik, diet, dan jam tidur dikendalikan dengan baik.
Sedangkan bagi kita yang bukan atlet, jangan terlalu khawatir jika berpuasa akan menghambat kinerja kita, baik dalam bekerja maupun berolahraga. Asalkan kita melahap sahur, berbuka puasa, dan memiliki jam tidur yang teratur, maka puasa tidak akan menimbulkan dampak negatif jika kita berolahraga.
Dalam pembahasan selanjutnya, kami akan membahas tips berolahraga ketika berpuasa Ramadan.
Berikutnya:
Sumber jurnal:
- Asma Aloui, Hamdi Chtourou, Nizar Souissi, Karim Chamari. Effects of Ramadan Fasting on Health and Athletic Performance. (2013). OMICS Group International.
- Donald T. Kirkendall, John B. Leiper, Zakia Bartagi, Jiri Dvorak & Yacine Zerguini. The influence of Ramadan on physical performance measures in young Muslim footballers. (2008) Journal of Sports Sciences, Volume 26, Supplement 3, 2008.
- Zerguini Y, Dvorak J, MaughanRJ, Leiper JB, Bartagi Z, Kirkendall DT et al. Influence of Ramadan fasting on physiological and performance variables in football players: summary of the F-MARC 2006 Ramadan fasting study. (2006) J Sports Sci 2008; 26:S3-6.
- Roky R, Herrera CP, Ahmed Q. Sleep in athletes and the effects of Ramadan. (2012) J Sports Sci 2012; 30:S75-84.
- Maughan RJ, Shirreffs SM. Hydration and performance during Ramadan. (2012) J Sports Sci 2012; 30:S33-41.
Komentar