Font size:
Dalam sebuah pandangan sederhana, dua poin dari tiga pertandingan adalah hasil yang buruk. Sebuah hasil yang sulit diduga jika menengok sederet kejayaan Manchester United dalam satu dekade terakhir.
Melihat kinerja manajemen pada bursa transfer musim ini—yang bahkan meminta perpanjangan waktu pada FA, United mestinya sudah bisa merangsek ke papan atas. Pembuktian tersebut mestinya terjadi pada pertandingan pekan keempat menghadapi Queens Park Rangers. Apa yang seharusnya dimaklumi dari sejumlah hasil buruk dalam empat pertandingan terakhir, termasuk saat dibantai 0-4 dari MK Dons, adalah Louis van Gaal tak memiliki stok pemain yang cukup. Bukan karena tak ada pemain sesuai, tapi mayoritas dari mereka tengah didera cedera. Penggemar United pastilah ingat bagaimana permainan The Reds Devil kala masih dilatih Sir Alex Ferguson. Permainan menyerang, mengalir, dan permainan menyisir sayap mendominasi. Mentalitas itulah yang membuat penggemar United makin tahun makin banyak. Selain karena tergiur raihan prestasi, fans baru pun dimanjakan dengan permainan menekan Ryan Giggs dan kolega. Mengubah filosofi dalam sebuah klub, mungkin sama sulitnya dengan menguba ideologi yang sebuah negara. Sulit bagi Kim Jong-Un sekalipun untuk mengubah Korea Utara menjadi sebuah negara demokrasi. Ada kepentingan mendasar yang sulit untuk digugat. David Moyes datang dengan cara dan idenya sendiri. Ia dianggap sukses membawa Everton untuk duduk stabil sebagai pesaing The Big Four—meski Everton tak pernah bisa menyaingi The Big Four itu sendiri. Sir Alex pun tak ragu menunjuk Moyes sebagai suksesor dirinya. Benar saja, Moyes membawa filosofi “pesaing The Big Four” tersebut ke tubuh United. Si Setan Merah pun ada di posisi yang biasa dihuni Everton—bahkan jauh lebih buruk, peringkat tujuh. Dengan kedatangan Van Gaal di klub banyak yang optimis. Sialnya, ia mengaku akan membawa filosofinya sendiri di klub yang berdiri pada 1878 tersebut. Vidic, Ferdinand, dan Evra menjadi “korban” filosofi tersebut. The Dutchman ingin mengadopsi sebuah gaya baru di Old Trafford. Bagaimanapun, setiap pemain yang terbiasa menggunakan pola 3-5-2 akan mesti beradaptasi jika bermain di pola empat bek. Ada perbedaan besar, dari sekadar “mikro taktik” di lini serang. Pun sebaliknya. Salah-salah, tiga bek di lini belakan malah menyediakan celah yang bisa dieksploitasi lawan. Cedera memaksa sepuluh pemain menepi. Ini yang membuat Angel Di Maria bermain di lini tengah bersama Darren Fletcher. Sementara di lini belakang Tyler Blackett, Jonny Evans, dan Phil Jones menjadi penghalau terakhir serangan lawan. Dari sini sudah bisa terlihat betapa rapuhnya lini belakang United. Tanpa mengecilkan peran ketiganya, toh David De Gea mesti bekerja ekstra di Stadion Turf Moor. Bukan karena tak sekokoh Vidic atau Ferdinand, tapi mereka belum sepenuhnya paham bagaimana filosofi tiga bek Van Gaal bekerja. [caption id="attachment_162092" align="aligncenter" width="399"]![Burnley vs Manchester United Line Up](http://panditfootball.com/wp-content/uploads/2014/09/Burnley-vs-Manchester-United-Line-Up.jpg)