Dominasi Juventus di Serie A terus berlanjut, di bawah asuhan Massimiliano Allegri, Si Nyonya Tua terus memuncaki klasemen hingga pekan ke 13 Serie A digulirkan. Dari 13 pertandingan yang telah dijalani, Juventus mencatatkan 11 kali menang, satu kali imbang dan satu kali kalah.
Torehan satu kali hasil kalah yang dialami Pirlo dkk, terjadi kala mereka bertandang ke Stadio Luigi Ferraris, mereka harus mengakui keunggulan skuat asuhan Gian Piero Gasperini dengan skor 0-1. Saat itu gol tunggal Luca Antonini menjelang pertandingan berakhir, berhasil memberikan kekalahan perdana bagi anak asuh Massimiliano Allegri di Serie A musim ini.
Genoa memang memberikan kejutan musim ini. Hingga pekan ke 13, klub berjuluk I Rossoblu ini berhasil menempati peringkat empat klasemen sementara Serie A. Dengan catatan enam kali menang, lima kali imbang dan dua kali kalah. Bahkan klub yang sudah menjuarai Serie A sebanyak 9 kali ini, tidak terkalahkan dalam delapan pertandingan terakhir yang mereka jalani.
Penampilan Genoa hingga pekan ke 13 musim ini pun jauh lebih baik dari musim lalu, dari 13 pertandingan awal Genoa musim lalu, mereka mancatatkan lima kali menang, tiga kali imbang dan lima kali kalah. Itu berarti mereka mengumpulkan 18 poin dari 13 pertandingan, bandingkan dengan musim ini, mereka sudah mengumpukan 24 poin dari 13 pertandingan.
Kebijakan Transfer yang Tepat
Lini depan Genoa musim ini mengalami perombakan yang cukup besar, hampir seluruh pemain depan mereka di musim lalu tidak memperkuat lagi Genoa di musim ini. Giuseppe Sculli, Emmanuele Calaio dan Moussa Konate kembali dari masa pinjaman mereka ke klub masing-masing. Sedangkan Antonio Floro Flores dan Alberto Gilardino dijual ke klub lain.
Peran Gilardino musim lalu memang begitu vital, striker berusia 32 tahun tersebut berhasil mencetak 15 gol dari 37 kali penampilannya. Maka menjadi sebuah hal yang sulit bagi Genoa saat Gilardino tidak dalam performa terbaiknya, baik Giuseppe Sculli, Antonio Floro Flores serta Emmanuele Calaio tidak bisa menambal saat Gilardino bermain buruk.
Gasperini pun bergerak cepat, untuk mengisi kekosongan lini penyerangan, ia mendatangkan dua pemain penting, yakni Alessandro Matri dan Mauricio Pinilla. Dua pemain ini memiliki kontribusi besar dalam mengangkat performa Genoa musim ini. Pinilla berhasil menciptakan tiga gol dari 10 pertandingan yang ia jalani, sedangkan Matri memiliki kontribusi yang jauh lebih besar, mantan pemain Juventus ini mencatatkan enam gol dan empat assist dari 11 penampilannya musim ini.
Ini menjadi kebijakan transfer yang sangat tepat dari Gasperini, bila musim lalu saat performa Gilardino sedang buruk, ia tidak memiliki opsi lain. Namun musim ini, ia memiliki opsi-opsi lain ketika pemain yang ia andalkan sedang tidak dalam performa terbaiknya. Ini pun menjadi sebuah pertanda bahwa Genoa musim ini tidak akan terlalu bergantung pada seorang pemain, layaknya musim lalu pada Gilardino.
Selain Gilardino dan Pinilla, transfer Diego Perotti dari Sevilla pun terbilang tepat. Ia bisa melengkapi sisi penyerangan Genoa dalam formasi 3-4-3 ala Gasperini. Meskipun baru menciptakan satu gol dan satu assist, namun kontribusi Perotti sebagai penunjang Matri dan Pinilla patut diapresiasi, ia menjadi pemain Genoa yang memiliki rataan melakukan dribble dan menciptakan key passes paling banyak dalam satu pertandingan bagi Genoa di Serie A musim ini.
Peminjaman Facundo Roncaglia dari Fiorentina pun terasa sangat tepat, pemain asal Argentina ini menjadi andalan Gasperini dalam formasi tiga bek bertahan. Bersama Sebastian Di Maio dan Nicolas Burdisso mereka berhasil membuat pertahanan kokoh didepan Mattia Perin.
Formasi yang Bervariasi dan Kegemilangan Mattia Perin
Gasperini memang pelatih yang sangat gemar memakai pakem 3-4-3, sejak awal karir kepelatihannya, setiap klub yang ia tangani pasti menggunakan formasi ini. Saat menanjak bersama Genoa di awal karirnya, saat karir kepelatihannya hancur bersama Inter hingga kembali lagi ke Genoa di tahun 2013, pakem 3-4-3 terus menjadi andalan Gasperini.
Namun musim ini, Gasperini seperti gemar mengubah formasi yang ia pakai, tidak hanya 3-4-3, tetapi ia pun mulai menerapkan berbagai macam formasi di setiap pertandingan, seperti 3-5-1-1, 4-5-1 serta 3-4-2-1.
Termasuk saat memenangkan pertandingan kala menghadapi Juventus, terlepas dari gemilangnya penampilan Perin dan kesialan Juventus saat itu, dengan jelinya Gasperini mencoba memakai formasi 3-5-1-1. Ia menaruh begitu banyak pemain ditengah untuk meminimalisir dominannya lini tengah Juventus.
Saat itu pun pergantian yang ia lakukan sangat tepat, sejak awal ia tidak langsung memasang Matri, namun ia memasang Pinilla seorang diri di depan dan dibantu Diego Perotti di belakangnya. Ia pun mencadangkan seorang Luca Antonini, terbukti, dua orang inilah yang menjadi aktor kemenangan Genoa. Matri yang memberikan umpan dan Antonini yang menciptakan gol.
Kegemilangan Perin pun tidak hanya terjadi dalam pertandingan menghadapi Juventus saja, namun sampai pekan ke 13 ini, penampilan penjaga gawang berusia 22 tahun patut diacungi jempol. Musim ini, Genoa baru kemasukan 12 gol dari 13 pertandingan, menjadikan Genoa berada di urutan kelima, klub dengan jumlah kebobolan paling sedikit.
Dari empat kiper klub penghuni posisi teratas Serie A, Perin melakukan jumlah penyelamatan paling banyak, ini disebabkan karena memang kualitas pemain bertahan milik Genoa tidak sebaik yang dimiliki Juventus, Roma ataupun Napoli. Namun Perin patut berbangga, karena jumlah clean sheets yang ia catatkan lebih banyak dari Rafael, pun dengan jumlah kemasukan Perin yang jauh lebih sedikit dibandingkan kiper Napoli tersebut.
Ini mengindikasikan bahwa pencapaian Genoa di musim ini, tidak lepas dari kegemilangan seorang Perin. Meskipun lini pertahanan Genoa tidak begitu mumpuni, namun Perin dengan gemilang dapat menjadi tembok akhir pertahanan Genoa.
Menjaga Konsistensi
Bila terus bermain seperti ini, bukan tidak mungkin impian seorang Gasperini untuk membawa Genoa berlaga di kompetisi Eropa akan terwujud. Para pemain yang ia datangkan di musim ini, berhasil ia maksimalkan untuk menutupi lubang yang ditinggalkan oleh pemain-pemain yang pergi.
Juga tentang variasi formasi yang ia gunakan, kejelian ia dalam satu pertandingan ke pertandingan lainnya membuktikan bahwa Gasperini bukanlah pelatih âkolotâ, pelatih yang tidak ingin terbuka dengan hal-hal yang baru. Namun berbagai formasi yang ia coba musim ini berhasil membuktikan ia sudah mulai berkembang dan ia sudah siap untuk bersaing untuk mengadu racikan formasi dengan para pelatih lainnya di Serie A.
Persoalannya hanya tinggal merawat konsistensi. Problem tim-tim menengah yang mencoba merengsek papan atas memang terdapat pada aspek konsistensi ini. Sangat biasa di awal musim ada klub-klub yang biasanya menghuni papan tengah bahkan bawah bisa mengejutkan, bahkan duduk di posisi empat besar di pekan-pekan awal. Selanjutnya, mereka merosot perlahan-lahan.
Simak bagaimana Southampton di Liga Inggris sanggup menempel ketat Chelsea di puncak klasemen hingga pekan ke-12. Setelah itu, mereka berturut-turut dikalahkan City, Arsenal dan berikutnya mesti menghadapi Manchester United. Anak asuhan Ronald Koeman itu agaknya tinggal menunggu waktu untuk terlempar dari posisi empat besar.
Inilah PR yang harus diselesaikan oleh Genoa. Inilah tantangan yang mesti dijawab Gasperini dengan sebaik-baiknya.
Komentar