Julukan Baru untuk Mourinho: The Ordinary One

Taktik

by Dex Glenniza 25921

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Julukan Baru untuk Mourinho: The Ordinary One

Perubahan taktik untuk meningkatkan efektivitas

Meskipun Mourinho mendatangkan Zlatan Ibrahimović, Paul Pogba, dan Henrikh Mkhitaryan, sepakbola bertahannya tidak akan pernah berubah. Soal keberuntungan, ada satu statistik yang sebaiknya mulai Mourinho perhatikan jika ia memandang bahwa kesebelasannya tidak beruntung. Statistik tersebut adalah konversi gol.

Untuk menghitung konversi gol (goal conversion), kita bisa mendapatkannya dari jumlah gol dibagi seluruh tembakan, kemudian dikalikan 100 persen. Ternyata soal konversi gol, United berada pada peringkat ketiga... dari bawah (!).

Baca kembali: Mengenal Istilah-istilah Statistik di Sepakbola

Mereka mencatatkan 8,18%; hasil dari 220 total tembakan tapi hanya 18 saja yang masuk. Statistik ini menyampaikan bahwa mereka harus menembak dua kali lebih banyak dari lawan-lawan mereka agar mereka bisa mencetak gol. Inilah yang membuat kita jangan kaget ketika melihat angka total tembakan United begitu banyak, dengan Ibrahimović memimpin daftar pencetak tembakan terbanyak di Liga Primer dengan 63 tembakan.

Mereka kurang klinis di depan gawang. Hal ini yang membuat United lebih pantas disebut tidak efektif daripada tidak beruntung. Lalu, apa yang salah?

Selain Chelsea, Liverpool, Man City, Arsenal, dan Spurs, banyak kesebelasan yang menerapkan garis pertahanan rendah saat melawan United. Ini akan membuat penyerangan United tidak bisa bergerak dengan cepat. Pogba dan Ibrahimović beberapa kali terlihat turun ke belakang untuk membantu United dalam membangun serangan.

Masalahnya, hal ini akan membuat situasi yang serba tidak enak untuk United. Misalnya jika Ibrahimović turun, tekanan kepada pertahanan lawan otomatis akan berkurang. Meskipun itu berarti lapangan tengah akan dipenuhi oleh para pemain United, mereka jadi memiliki opsi yang terbatas untuk mengalirkan bola ke depan.

Ibrahimović sebenarnya lebih cocok jika dibiarkan di depan dan dilayani oleh operan-operan sambil juga dibantu melalui pergerakan-pergerakan pemain lainnya di wilayah final third lawan.

Pilihan lainnya bagi Mourinho adalah dengan memaksimalkan Pogba. Pemain termahal di dunia ini adalah pemain yang memiliki teknik dan fisik fantastis. Sejauh ini, Mourinho kelihatan selalu memainkan Pogba dengan harapan ia akan memberikan pengaruhnya dari posisi yang lebih dalam.

Baca kembali: Manchester United Membutuhkan Penyegaran Skema di Lini Depan

Kombinasi Pogba dengan Ibrahimović yang Mourinho harapkan ini sempat ditunjukkan dengan asis fantastisnya kepada Ibrahimović saat melawan West Ham. Tapi sejujurnya, jika Mourinho sampai memecahkan rekor transfer untuk Pogba, pastinya ia tidak melakukannya karena kemampuan operannya saja. Pogba kemahalan jika dibeli hanya untuk itu.

Tanpa pemain yang bertindak sebagai gelandang bertahan murni yang juga bisa mengalirkan bola lewat tengah, penyerangan United seringnya hanya terbatas melalui sayap. Sebanyak 38% serangan mereka berasal dari kiri, 34% dari kanan, dan hanya 28% dari tengah; padahal 45% daerah aksi mereka adalah di lini tengah (middle third).

Secara tidak langsung memang saya, yang hanya seorang analis sepakbola, bukan manajer sungguhan (meskipun punya lisensi pelatih yang paling cupu, dari PSSI pula), berpikir bahwa Mourinho bisa mengembangkan penyerangannya jika ia bermain dengan satu gelandang bertahan (Morgan Schneiderlin, Michael Carrick, atau Timothy Fosu-Mensah, tapi bukan Marouane Fellaini) yang mendukung dua gelandang di depannya, yang salah satu di antaranya adalah Pogba (satu lagi mungkin Ander Herrera).

Secara instan, Mkhitaryan mungkin juga bisa menjadi solusi dengan kemampuannya menemukan ruang dan menyambungkan antar lini United, seperti yang ia tunjukkan di Borussia Dortmund sebelumnya, atau sepercik yang ia tunjukkan saat melawan Feyenoord Rotterdam di Liga Europa UEFA tengah pekan yang lalu.

Tapi, saya tahu, sepakbola tidak sesederhana itu. Sepakbola tidak seserhana di permainan FIFA, PES, atau bahkan Football Manager.

***

Masalah-masalah di atas bukanlah hal baru untuk Mourinho. Tapi itu semua tentunya menjelaskan satu hal, bahwa Mourinho belum berkembang lagi sebagai seorang juru taktik. Kesebelasannya secara umum masih buruk dalam memanfaatkan penguasaan bola untuk ukuran kesebelasan seperti United yang memiliki banyak pemain fantastis.

Kenyataan bahwa United sudah kebobolan 15 kali, sama dengan Middlesbrough yang baru saja promosi, menunjukkan jika taktik bertahan Mourinho sudah outdated. Gol mereka yang baru 18 juga menunjukkan bahwa penyerangan United masih jauh dari apa yang suporter mereka harapkan.

Sebenarnya tergantung bagaimana kita mau memandang United. Kalau kita memandang United sebagai kesebelasan peringkat keenam di Liga Primer, hal-hal di atas sebenarnya baik-baik saja untuk mereka dan Mourinho.

Masalahnya, kita tidak akan menemukan banyak kesebelasan yang sudah menghabiskan lebih dari 100 juta paun, memiliki banyak pemain berkualitas, dan menunjuk José Mourinho sebagai manajer mereka, jika hanya ingin menjadi kesebelasan yang baik-baik saja.

Julukan ini memang bukan sesuatu yang baru. John Nicholson pernah menyebutnya dua bulan yang lalu, kemudian Tom Payne juga mengingatkan kita kembali di awal bulan ini. Tapi jika Mourinho tidak kunjung bisa mengubah nasib United, mungkin sudah saatnya julukan “The Ordinary One” benar-benar akan tersematkan untuk José Mourinho.

Komentar