Menghargai Kante, Menghargai Pertahanan

Taktik

by Dex Glenniza 68166 Pilihan

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Menghargai Kante, Menghargai Pertahanan

“Aku sangat bangga untuk gelar sehormat itu (PFA Player of the Year). Seperti yang selalu aku katakan, itu adalah [hasil] kerjasama tim,” kata N`Golo Kanté, setelah berhasil meraih gelar pemain terbaik versi PFA (persatuan pesepakbola Inggris dan Wales).

“Terimakasih kepada rekan-rekan setimku, anggota Chelsea FC, dan semua fans,” kata gelandang Chelsea tersebut dengan nada merendah melalui akun Twitter miliknya.

Pemain asal Prancis ini baru bergabung dengan Chelsea di awal musim ini. Sebelumnya, ia didatangkan pada awal musim 2015/2016 ke Liga Primer Inggris oleh Claudio Ranieri, yang saat itu menjabat sebagai manajer Leicester City.

Sebuah hal mengejutkan berhasil Kanté raih bersama The Foxes, julukan kesebelasan Leicester, yaitu menjuarai Liga Primer 2015/2016. Di Leicester musim lalu, Kanté adalah sorotan utama bersama dengan Riyad Mahrez dan Jamie Vardy.

Sebenarnya musim lalu juga Kanté masuk ke dalam nominasi pemain terbaik PFA ini. Namun, rekan setimnya di Leicester, Mahrez, yang pada akhirnya berhasil meraih gelar individu tersebut.

Memiliki tinggi badan hanya 169 cm dan sebelumnya hanya bermain untuk US Boulogne dan Stade Malherbe Caen, peran Kanté tidak bisa dianggap sembarangan di Chelsea musim ini.

Bukan pencetak gol ataupun asis

Mendapatkan gelar PFA Player of the Year juga bukan hal yang sederhana. Ada banyak kategori yang bisa membuat seorang pemain mendapatkan gelar prestisius ini seperti mencetak gol paling banyak atau menciptakan asis yang banyak pula, seperti yang Mahrez lakukan di musim lalu atau Eden Hazard saat ia berhasil memenangkan PFA Player of the Year untuk musim 2014/2015.

Jujur saja, jika dua hal tersebut yang dinilai dari seorang pemain terbaik, sebenarnya ada lebih banyak pemain yang mencetak gol dan mencatatkan asis lebih sering daripada Kanté.

Romelu Lukaku, Harry Kane, Alexis Sánchez, dan Diego Costa adalah empat pemain yang memimpin daftar pencetak gol terbanyak Liga Primer sementara dengan, berturut-turut, 24 gol, 20, 19, dan 19.

Rekan sekesebelasan Kanté seperti Costa dan Hazard bahkan merupakan pemain yang lebih produktif. Costa berhasil mencatatkan 19 gol dan enam asis, sementara Hazard 15 gol dan lima asis.

Sedangkan Kanté baru berhasil mencetak satu gol dan satu asis di Liga Primer musim ini. Golnya memang tidak sebanyak pemain-pemain yang sudah disebutkan di atas, tetapi kita memang harus menilai Kanté dari sudut pandang yang tidak biasa.

Pemain yang memiliki dampak besar secara defensif

Angka satu gol dan satu asis Kanté hanya membuatnya terlibat dalam dua gol kesebelasannya. Chelsea sendiri sudah berhasil mencetak 69 gol. Gol, asis, dan keterlibatan gol ini bukanlah cara yang benar untuk menilai seorang gelandang bertahan yang berhasil meraih PFA Player of the Year.

Mengesampingkan sejenak masalah gol, Kanté juga merupakan pemain yang paling berpengaruh di Chelsea musim ini, dan bahkan di Leicester musim lalu.

Kanté memang tidak memuncaki daftar pencetak tekel sukses terbanyak di Liga Primer. Catatan 3,4 tekel per pertandingannya masih kalah dengan Idrissa Gueye (4,4) dan Jordan Henderson (3,7).

Namun, energi gelandang box-to-box-nya yang tidak habis-habis ini sangat vital untuk lini tengah The Blues. Tanpa kehadiran Kanté, kita berspekulasi kuat jika lini tengah Chelsea akan mampu ditembus berkali-kali.

Selain masalah tekel, Kanté juga berhasil mencatatkan rata-rata 2,4 intersep per pertandingan (peringkat ke-14 di liga) yang membuatnya menjadi pemain yang cerdas dalam mengambil posisi ketika lawan sedang mengalirkan bola.

Angka akurasi operannya yang mencapai 89% sebenarnya juga menunjukkan kontribusi langsungnya dalam permainan di lini tengah serta kontribusi tidak langsungnya dalam membuat Chelsea mencetak gol (karena operan adalah aksi sederhana untuk membongkar pertahanan lawan).

Presentase kesuksesasn operannya ini memang hanya membuatnya menduduki peringkat kedelapan soal kesuksesasn operan. Namun, dari tujuh pemain di atasnya – di antara John Stones (91,9% akurasi operan), Mousa Dembélé (91,8%), Ki Sung-yeung (90,5%), Juan Manuel Mata (90,4%), Harry Winks (90,2%), Yaya Touré (89.5%), dan Michael Carrick (89,2%) – hanya Kanté yang sudah bermain di lebih dari 30 pertandingan.

***

Melihat cara Chelsea bermain musim ini dan Leicester bermain musim lalu, tidak heran jika Kanté begitu kontributif. Chelsea adalah salah satu kesebelasan yang jarang kebobolan musim ini. Mereka baru kebobolan 29 gol, atau peringkat ketiga di bawah Tottenham Hotspur (22 kali kebobolan) dan Manchester United (24).

Kemudian, pindahnya Kanté dari Leicester juga membuat mantan kesebelasannya yang berstatus juara bertahan tersebut kewalahan. Saat ini Leicester menduduki posisi ke-15 dengan sudah kebobolan 53 kali, padahal musim lalu mereka hanya kebobolan 36 kali (tersedikit kedua di bawah Spurs).

“Ia (Kanté) bukanlah pemainmu yang `seksi`, ia bukan Eden Hazard,” kata Jamie Redknapp, seperti yang dikutip dari Sky Sports. “Ia bukanlah salah satu pemain berteknik yang biasa kita lihat.”

“Jika kamu membicarakan mengenai gelandang bertahan yang hebat, ia adalah [Claude] Makélélé, [Roy] Keane, dan [Patrick] Vieira yang digabungkan menjadi satu. Ia adalah talenta spesial dan sangat bagus melihatnya dihargai seperti ini (PFA Player of the Year) oleh para pemilih,” kata Redknapp setelah Kanté mendapatkan gelar tersebut.

Jadi, gelar PFA Player of the Year ini adalah cara kita menghargai permainan defensif Kanté dan dampak kehadirannya di sepertiga lapangan sendiri. Sebuah penghargaan yang jarang diapresiasi di sepakbola yang seolah mendewakan gol.

Komentar