Dalam enam pertandingan terakhirnya, Manchester United sudah kalah dua kali dan hanya menang satu kali. Padahal sebelumnya mereka tidak terkalahkan dalam 25 pertandingan di Liga Primer Inggris. Tapi tiba-tiba pasukan José Mourinho harus menelan dua kekalahan berturut-turut di liga, yaitu dari tuan rumah Arsenal dan tuan rumah Tottenham Hotspur.
Kekalahan United dari Spurs semalam (14/05) memastikan mereka gagal mengakhiri musim di posisi empat besar. Mereka hanya bisa finis di posisi lima atau enam. Sementara dengan kemenangan itu, Spurs memastikan diri sebagai runner-up Liga Primer meskipun masih menyisakan dua pertandingan lagi, di bawah sang juara, Chelsea.
Namun, jauh sebelum itu, Mourinho sudah menyatakan dilematismenya untuk berkonsentrasi di Liga Primer atau Liga Europa UEFA. Posisi empat besar Liga Primer dibandingkan dengan menjadi juara Liga Europa akan menghasilkan hadiah yang sama, yaitu lolos ke Liga Champions musim depan.
Sejujurnya, jika kita percaya sejarah dan kelas kesebelasan Manchester United, finis di empat besar dan menjuarai kompetisi yang tinggal hanya melawan Ajax Amsterdam saja seharusnya sudah menjadi target minimal.
Mereka memang sudah berhasil mendapatkan gelar Piala Liga Inggris (EFL Cup) pada akhir Februari lalu setelah berhasil mengalahkan Southampton dengan skor 3-2 di final. Jadi, Mourinho memiliki kesempatan untuk mencatatkan double, atau bahkan treble jika kita juga mau menghitung gelar Community Shield yang mereka dapatkan di awal musim ini.
United yang menjuarai Piala Liga tersebut membuat mereka mendapatkan jatah lolos ke Liga Europa andaikan mereka menduduki peringkat yang buruk sekalipun di liga, bahkan termasuk jika terdegradasi.
Satu-satunya cara mewujudkan Liga Champions musim depan
Saat ini, United tinggal selangkah lagi untuk langsung lolos ke fase grup Liga Champions. “[Lolos ke final Liga Europa] artinya sebuah kesempatan untuk memenangkan sebuah trofi, artinya sebuah kesempatan untuk kembali ke Liga Champions, artinya sebuah kesempatan untuk mengakhiri musim dengan cara yang sempurna, karena final [Liga Europa] adalah pertandingan terakhir di musim ini,” kata Mourinho pada konferensi pers setelah semi-final leg kedua melawan Celta yang berakhir 1-1 (agregat 2-1 untuk keunggulan United).
“Pertandingan [semi-final Liga Europa melawan Celta de Vigo] ini memang bukan pertandingan terpenting sepanjang sejarah kesebelasan ini, sepanjang sejarah [karier] aku. Namun ini hanyalah sebuah cara untuk mewujudkannya (lolos ke Liga Champions).”
Akan tetapi, sebelum mereka bermain di final tersebut, United masih harus memainkan dua pertandingan Liga Primer lagi, yaitu bertandang ke Southampton dan menjamu Crystal Palace.
“Ajax sudah memikirkan final. Liga mereka (Eredivisie) selesai pada Hari Minggu (14/05), dan mereka akan memiliki 10 hari untuk menyiapkan final. Sementara kami memiliki tiga pertandingan Liga Primer di depan,” kata Mourinho setelah melawan Celta di leg kedua (berarti sebelum melawan Spurs semalam).
“Semoga saja Crystal Palace tidak membutuhkan pertandingan terakhir mereka [untuk lolos dari degradasi], karena pada pertandingan terakhir aku akan melakukan banyak sekali perubahan. Tidak peduli apapun yang terjadi, dan tidak seorangpun bisa menyalahkan kami, karena kami akan bermain di final tiga hari setelahnya,” tutupnya.
Kutipan tersebut ia ucapkan sebelum Palace berhasil memenangkan pertandingan melawan Hull City yang membuat Palace dipastikan bertahan di Liga Primer, sementara Hull terdegradasi ke Divisi Championship bersama dengan Middlesbrough dan Sunderland.
Man United harus mengambil risiko karena terlalu sibuk
Mengambil risiko adalah bagian dari kehidupan. Begitu juga dengan memilih antara finis empat besar di Liga Primer atau menjuarai Liga Europa. Bagi pendukung “Setan Merah”, mereka tentunya ingin agar United bisa finis empat besar sekaligus menjuarai Liga Europa. Hal ini dinilai lebih aman mengingat tidak akan ada risiko besar jika salah satunya gagal.
Namun, Mourinho terus menyuarakan problematikanya. Ia menganggap bahwa rentetan pertandingan United terlalu sibuk, banyak pemain juga yang harus absen dan cedera, sehingga membuatnya harus memilih memprioritaskan salah satu antara Liga Primer atau Liga Europa.
“Ketika orang mengatakan kami berjudi dengan fokus ke Liga Europa, sesungguhnya tidak. Kamu memang tidak bisa bermain dalam dua kompetisi besar dengan 15 pemain,” kata Mourinho, dikutip dari Daily Mail. “Saat ini, Liga Primer bukanlah pertandingan yang ingin kami mainkan.”
Kesibukan beberapa kesebelasan di Liga Primer, serta finalis Liga Champions dan Liga Europa – Grafis oleh Mayda Ersa Pratama
Pada kenyataannya, selama April sampai akhir musim, United harus memainkan 16 pertandingan. Itu artinya ada satu pertandingan setiap 3,75 hari bagi United. Kemudian dengan modal 15 pemain, seperti yang Mourinho ucapkan, tentunya hal ini sangat sulit bagi United.
Dari tabel di atas, jika kita bandingkan dengan kesebelasan-kesebelasan papan atas Liga Primer dan juga finalis Liga Champions dan finalis Liga Europa, United adalah kesebelasan yang paling sibuk. Ya, mereka bahkan lebih sibuk daripada Real Madrid, atau Juventus yang mengejar treble sungguhan (Serie A Italia, Coppa Italia, dan Liga Champions).
Sementara lawan United di final nanti, Ajax Amsterdam, hanya memainkan rata-rata satu pertandingan setiap 4,42 hari sehingga memiliki waktu istirahat yang lebih panjang dibandingkan dengan United.
Kesibukan United ini yang mewajarkan mereka jika harus memilih satu di antara Liga Primer atau Liga Europa. Bayangkan jika kamu super sibuk juga dan dalam satu hari ada dua undangan pernikahan, meskipun waktu dan tempatnya tidak berbarengan, tapi kamu mungkin hanya akan memilih salah satunya.
Juventus saja semalam memilih untuk bermain santai di kandang AS Roma (kalah 3-1) untuk menyimpan tenaga mereka yang harus bermain di final Coppa Italia melawan Lazio di tengah pekan ini. Bedanya, Juventus masih bisa juara Serie A jika mereka bisa menang di pertandingan selanjutnya. Sedangkan United tidak memiliki pilihan penyelesaian masalah kesibukan mereka yang win-win solution seperti itu.
Keputusan yang bijaksana tapi harus hati-hati kehilangan momentum
Para pendukung “Setan Merah” mungkin akan khawatir. Begitu juga dengan pendukung kesebelasan lain yang menakut-nakuti Mourinho untuk gagal mengalahkan Ajax. Beberapa orang yang mempertanyakan United yang fokus di Liga Europa dan melupakan Liga Primer, sebenarnya juga bisa kita balik pertanyaannya: Memang kalau United fokus di Liga Primer, mereka pasti finis di empat besar?
Masalahnya, fokus di Liga Primer saja tidak bisa menjamin United bisa berlaga di Liga Champions musim depan. Selain mereka harus mengalahkan lawan-lawannya, mereka juga sambil berharap rival-rival empat besar mereka seperti Liverpool, Manchester City, dan Arsenal terpeleset.
Kemudian setelah mereka, katakanlah, berhasil finis di peringkat keempat di klasemen akhir (meskipun itu sudah impossible sekarang), mereka masih harus memainkan pertandingan dua leg kualifikasi play-off league route di Liga Champions musim depan sebelum dipastikan lolos ke babak fase grup Liga Champions. Sungguh perjalanan yang panjang.
Namun dengan ingin menjuarai Liga Europa, maka United hanya tinggal satu pertandingan lagi saja untuk lolos langsung ke fase grup Liga Champions musim depan jika mereka berhasil juara. Tentunya selain lebih pragmatis, ini akan lebih efisien, lebih masuk akal, dan lebih bijaksana.
Namun, patut diakui juga dengan bermain di dua pertandingan terakhir tanpa passion seperti kalah melawan Arsenal pekan lalu dan Spurs semalam, bisa menjadi hal yang sangat mengecewakan bagi para suporter United.
Belum lagi jika kita percaya momentum, United akan kehilangan momentum dengan bermain tidak serius di dua pertandingan terakhir Liga Primer mereka sebelum kemudian harus bermain di final Liga Europa.
Hal-hal indah menunggu United jika mereka menjuarai Liga Europa
Momentum adalah salah satu hal yang penting di sepakbola. Ajax pasti akan senang sekali jika di final mereka harus menghadapi United yang baru saja menjalani dua pertandingan dengan tidak serius di Liga Primer.
Jadi, untuk mengembalikan momentum ini, Mourinho seharusnya sudah tahu jika setidaknya saat melawan Southampton di tengah pekan ini, ia memainkan pemain-pemain terbaiknya untuk menciptakan ritme atau irama permainan yang positif karena tengah pekan ini adalah satu pekan sebelum final melawan Ajax.
Sementara saat menghadapi Palace di pekan terakhir Liga Primer, atau tiga hari menjelang final Liga Europa, baru ia bisa memainkan pemain-pemain cadangan. Apalagi Palace juga sudah dipastikan lolos dari degradasi sehingga pertandingan tidak akan menentukan apa-apa bagi kedua kesebelasan.
Baca juga: Momentum di Sepakbola: Antara Sains dan Mitos
Mourinho pasti sudah tahu jika semua ini akan berakhir sia-sia andaikan mereka kalah dari Ajax di Friends Arena, Solna, Stockholm, Swedia pada 24 Mei nanti. Jika hal itu terjadi, bukan para pemain yang harus disalahkan, melainkan Mourinho.
Ya, saya tahu permainan Chris Smalling sangat meragukan. Bahkan dalam kedua gol Spurs semalam, ia yang bertanggung jawab menjaga Victor Wanyama dan Harry Kane. Begitu juga Daley Blind, Eric Bertrand Baily yang harus absen di final akibat kartu merahnya, Sergio Romero yang kemungkinan besar akan bermain alih-alih David De Gea, sera pemain-pemain lainnya.
Soal Romero, Mourinho sudah menjelaskannya: “Aku pikir itu adil bagi Sergio [Romero] untuk bermain di final dan David [De Gea] menerimanya, karena ia sudah pernah bermain di Liga Europa dan jika kami berhasil memenangkan trofi tersebut, David juga memenangkan trofi itu.”
Lagipula dengan menjuarai Liga Europa, berarti United akan lolos langsung ke fase grup, dan ini bisa menjadi satu-satunya alasan dan kesempatan bagi United untuk mempertahankan De Gea. Bagaimanapun, tidak ada penjaga gawang yang sudah tiga musim berturut-turut masuk ke PFA Team of the Year tapi hanya bermain di “Liga Malam Jumat”.
Finis di peringkat lima atau enam di Liga Primer, tapi berhasil menjadi juara Piala Liga dan (nantinya misalnya) Liga Europa juga, apakah itu sudah cukup untuk mendefiniskan musim yang sukses bagi Manchester United?
Jika pertanyaan ini ditanyakan saat era Sir Alex Ferguson, jawabannya hampir pasti tidak. Tapi kita memang harus sudah bisa move on dari Ferguson. Kalau United gagal menjuarai Liga Europa, maka semuanya sia-sia.
Komentar