Suara peluit panjang terdengar di Stadion Wembley. Para pemain Crystal Palace tumpah ke tengah lapangan, air mata membasahi pipi mereka. Oliver Glasner, sang manajer, hanya mondar-mandir di pinggir lapangan, nyaris tanpa ekspresi. Di tribun, para penggemar menangis tak percaya.
Momen ini bukan air mata biasa. Ini adalah luapan emosi dari 100 tahun penantian, dua kekalahan menyakitkan di final Piala FA 1990 dan 2016, serta jalan terjal yang harus dilalui. Legenda Palace, Mark Bright, yang merasakan pahitnya kekalahan di final 1990, terlihat menghapus air mata saat laga usai.
Ia kemudian diberi kesempatan mengangkat trofi, sebuah momen yang melambangkan kemenangan bukan hanya untuk para pemain dan pendukung Palace saja, tetapi untuk semua yang terlibat dalam perjalanan panjang dan berliku ini. Akhirnya, di bawah sinar mentari Stadion Wembley, Palace menemukan momen kejayaan mereka.
Kemenangan Palace di Piala FA 2024/25 yang dilanjutkan dengan menaklukkan juara Premier League di Community Shield 2025, menjadi kejutan besar di sepak bola Inggris. Pertanyaannya, bagaimana mereka melakukannya, dan seperti apa peluang mereka di musim 2025/26?
"Dua trofi dalam tiga bulan, sungguh luar biasa," ujar Dean Henderson, sang kiper, saat diwawancarai TNT Sports.
Dean Henderson. Sumber: Instagram
Peubahan Manajerial dan Identitas Taktik yang Jelas
Kunci utama kebangkitan Palace terletak pada kedatangan manajer Olivier Glasner pada 19 Februari 2024. Sejak mengambil alih tim, Glasner membawa identitas permainan yang modern, yaitu pressing terstruktur, transisi cepat, dan pemanfaatan lebar lapangan yang efektif.
Dengan formasi fleksibel 3-4-2-1 atau 3-4-3, Palace mampu mengimbangi tim-tim besar. Mereka tidak hanya mengandalkan pertahanan rapat, tetapi juga memiliki pola serangan yang jelas lewat sayap dan second-line runners. Glasner membentuk timnya dengan build-up serangan dari belakang yang rapi, di mana penjaga gawang sering kali menjadi bagian dari skema ini.
Dengan menempatkan banyak pemain di tengah saat membangun serangan, mereka menciptakan keunggulan jumlah pemain untuk menghindari high-press lawan. Saat menyerang, formasi bisa berubah menjadi 3-2-5. Glasner menyukai pendekatan ini karena memungkinkan timnya untuk bermain melalui lini tengah.
Mereka menempatkan satu pemain di sisi melebar untuk memisahkan lini belakang lawan, sementara sisa pemain menciptakan keunggulan jumlah di area tengah. Ini juga membantu tim dalam transisi pertahanan, memungkinkan mereka untuk melakukan counter-press saat kehilangan bola.
Pendekatan ini mempersingkat jarak antar pemain, mempercepat tempo umpan, dan membuat lawan kesulitan menekan. Selain itu, lini pertahanan yang tinggi saat menguasai bola, menjadi aspek penting dari strategi ini. Meskipun beresiko menghadapi serangan balik taktik ini mengurangi ruang bagi lawan untuk beroperasi dan memudahkan Palace merebut kembali bola.
Kesebelasan berjuluk The Eagles ini tidak hanya mengandalkan serangan. Pertahanan yang solid menjadi pondasi penting. Duet Marc Guéhi dan Joachim Andersen membuat lini belakang sulit ditembus, ditambah dengan konsistensi Dean Henderson di bawah mistar gawang. Mereka adalah tim yang sangat terorganisir dan percaya pada kemampuan bertahan mereka.
Secara statistik, Palace mencatat kesalahan paling sedikit yang berujung pada peluang lawan di Premier League 2024/25. Hal ini membuktikan kerja keras dan organisasi yang baik di bawah arahan Glasner. Dalam bertahan, Palace asuhan Glasner menggunakan formasi 5-2-3.
Mereka fokus membangun blok pertahanan di area tengah, memaksa lawan bermain melebar. Formasi yang kompak ini membuat celah antar lini menjadi sangat minim. Salah satu detail penting yang ditekankan Glasner adalah posisi tubuh pemain bertahan harus siap bergerak ke samping, memungkinkan mereka bereaksi lebih cepat terhadap pergerakan lawan.
Peran Vital Pemain Inti
Duet Jean-Philippe Mateta dan Eberechi Eze menjadi roh permainan Palace. Kreativitas Eze memberikan variasi serangan melalui giringan bola individu dan kombinasi satu-dua, sementara Mateta efektif dalam memanfaatkan peluang. Kombinasi ini membuat Palace memiliki penyelesaian yang lebih klinis dibanding musim-musim sebelumnya.
Eze menjadi penentu kemenangan di laga final melawan City, menunjukkan betapa krusialnya perannya. Namun Palace harus kehilangan Eze yang resmi pindah ke Arsenal. Meskipun begitu, Palace memiliki pengalaman dalam mengganti pemain kunci, seperti saat Michael Olise menggantikan Wilfried Zaha, dan Eze yang bersinar setelah Olise bergabung dengan Bayern Munich.
Dengan kehadiran Issa Sarr yang juga tampil gemilang, Palace sepertinya memiliki solusi di lini serang mereka. Tapi musim ini akan menghadirkan tantangan lebih berat bagi Palace yang akan menjalani empat kompetisi sekaligus. Konsistensi di Premier League pun akan diuji.
Dua gelar yang diraih dalam tiga bulan terakhir, membuat Palace bukan lagi tim kejutan. Lawan-lawan akan lebih waspada, sehingga menjaga konsistensi di liga akan jauh lebih sulit. Empat kompetisi yang dihadapi membuat Guehi dkk membutuhkan rotasi yang memadai. Hal inilah yang menjadi kekhawatiran pasca perginya Eze.
Meskipun Palace selalu memiliki pemain andalan pengganti, namun cedera pada pemain kunci bisa mengganggu keseimbangan tim. Mengingat The Eagles hanya menambah dua pemain dalam bursa transfer musim panas ini, yaitu Borna Sosa dan Walter Benitez. Sisanya, Palace lebih memilih untuk mempromosikan pemain-pemain U-21 seperti Kaden Rodney, Hindolo Mustapha, Rio Cardines, dan lainnya.
Jika Palace menargetkan juara Premier League mungkin terlalu jauh. Menembus lima besar dan melaju jauh di piala domestik atau Eropa bisa menjadi pencapaian realistis. Tapi yang jelas, Palace telah membuktikan diri sebagai pesaing serius di sepak bola Inggris.
Dengan manajer yang tepat, bintang-bintang kreatif yang bersinar, serta fondasi tim yang solid, mereka berhasil meraih gelar bergengsi. Tantangan berikutnya adalah menjaga konsistensi di level tertinggi. Jika mereka mampu mempertahankan performa dan memperkuat kedalaman skuad, bukan tidak mungkin Palace kembali menghadirkan kejutan di musim 2025/26.
Sementara bagi Glasner, ia telah mengubah Palace dan selamanya akan dikenang sebagai legenda yang membawa klub ke level berikutnya.