Rooney Belum Habis, Kesabaran Kita yang Sudah Habis

Rooney Belum Habis, Kesabaran Kita yang Sudah Habis
Font size:

Setelah Inggris bermain di jeda internasional dan sebelum sepak mula Liverpool melawan Manchester United pada Selasa (18/10/2016) pukul 02:00 WIB, adalah saat-saat paling krusial. Jika dipersempit, paling krusial untuk siapa?

Baik Liverpool maupun United sama-sama baru kedatangan beberapa pemain mereka yang bermain pada jeda internasional yang baru saja berakhir ini. Tentunya kedua manajer, Juergen Klopp di Liverpool dan Jose Mourinho di Manchester, sama-sama akan mempersiapkan skuat mereka dengan sebaik-baiknya.

Saat-saat ini adalah saat paling krusial bukan untuk pemain, manajer, maupun staf kesebelasan; melainkan untuk media.

Jika kita melihat berita satu-dua-tiga hari ke belakang, satu hal yang ramai diperbincangkan adalah salah satu pemain yang menjadi persinggungan kedua kesebelasan pada satu negara Inggris tersebut, yaitu kapten United yang merupakan scouser (orang asal Kota Liverpool), Wayne Rooney.

Efek lebay media

Okelah jika banyak pemberitaan soal Rooney yang sudah mulai kehilangan penampilan terbaiknya, soal gelar kaptennya yang (khusus pada pertandingan melawan Slovenia kemarin) dioper kepada Jordan Henderson, soal kariernya yang sudah selesai di tim nasional Inggris maupun kesebelasan “Setan Merah”, dan banyak lagi yang bisa kita gali dari media.

Media memang senang memberitakan, apalagi media Inggris. Bukan bermaksud mengecap media Inggris lebay (meskipun saya pribadi berpendapat demikian). Tapi permasalahan Rooney ini memang seolah dibuat berlebihan.

Gareth Southgate, caretaker timnas Inggris, memang menyatakan ia akan mencadangkan Rooney. Kenapa Southgate berbicara demikian? Karena ia menjawab dengan jujur. Kenapa ia menjawab? Ya, karena ia ditanya oleh media.

Keesokan harinya kita bisa melihat bagaimana pemberitaan demi pemberitaan mulai ramai, banyak headline bersliweran di linimasa. “Rooney axed from England,” “The end of Rooney in England and United,” dan berbagai macam judul berita lainnya. Kita yang membaca jadi bertanya, “kenapa Rooney?”

Saya pribadi berani menjamin, sebenarnya yang terjadi sangat sederhana. Sejujurnya penampilan Rooney memang sedang menurun. Di usianya yang sudah 30 tahun, kariernya pasti mengalami transformasi.

Tapi, kritik demi kritik yang tertuju kepada Rooney, sampai “boo” yang terdengar dari pendukung Inggris sendiri, adalah hal-hal yang berlebihan. Kritik sudah kepalang basah menjadi rasa benci. Bisa dibilang sekarang, sebagian besar orang, bahkan pendukung Inggris dan United, sudah membenci kapten mereka tersebut.

Tidak percaya kalau kritik kepada Rooney sudah berubah menjadi rasa benci? Tidak percaya kalau itu semua sudah kepayang berlebihan? Simak kutipan di bawah ini.

Coleen Rooney, istri Wayne Rooney, sampai protes dengan menulis di Twitter-nya: “Senang dengan banyak orang yang memiliki opini mereka masing-masing. Hidup itu singkat, berilah orang break. Beberapa bisa melupakan dan memiliki perasaan juga. Bukan tentang uang jadi kalian bisa menghentikan sarkasme ini... itu secara konstan ada di berita.”

Ia juga berujar dengan menambahkan jika ia dan anak-anaknya menjadi bahan kebencian para pengkritik. “Yang paling penting adalah perasaan. Kami bukan plastik, dia [Rooney] bukan plastik.”

Ketika sudah sampai kepada orang-orang di sekitar Rooney dan mulai mengganggu kehidupan mereka, seharusnya kita semua sudah tahu kalau kritik berlebihan memang sudah berubah menjadi kebencian.

Menilai status Wayne Rooney dan batas kritik yang menjadi benci

Agar tidak terlalu keluar dari konteks, pertama-tama, kita harus melihat Rooney sebagai seorang pemain, tepatnya pemain yang berpengaruh. John Terry, sebagai mantan rekan senegaranya, sampai membela Rooney melalui akun Instagram-nya.

“Wayne Rooney, pencetak gol terbanyak Inggris sepanjang sejarah kita. Sebentar lagi akan menjadi pemain yang paling banyak bermain untuk negara kita... Ia adalah LEGENDA di Everton, Man Utd, Inggris, dan sepakbola dunia... Kita harus memberikan lebih banyak hormat lagi kepada pemain dan pria ini,” begitu potongan beberapa kalimat yang ia tulis.

Tidak serta-merta kritik dan rasa benci, pembelaan juga banyak beredar dari rekan, pelatih, keluarga, dan bahkan lawan Rooney. Kita bisa banyak menemukan pujian atau pembelaan tersebut, meskipun memang kritik dan ungkapan kebencianlah yang tetap lebih banyak bisa kita temukan.

Saat ini Rooney sudah mencatatkan 118 caps di timnas Inggris (12/10/2016), hanya ketinggalan 7 pertandingan saja untuk menyamai rekor cap terbanyak timnas Inggris yang dipegang oleh Peter Shilton. Ia juga sudah mencetak 53 gol yang merupakan gol terbanyak bagi timnas Inggris.

Melihat dua catatan di atas, ditambah gelarnya sebagai kapten timnas, memang sudah seharusnya bagi para suporter (dan bahkan haters sekalipun) untuk tetap mendukung atau setidaknya tidak menyuarakan kebencian kepada Rooney. Sedangkan untuk kritik, asal tidak berlebihan (terutama bagi media yang menyebarkannya), itu masih tetap diperlukan.

Rooney bukan satu-satunya kapten yang tidak bermain

Permasalahan selanjutnya yang dibahas oleh media adalah mengenai gelar kapten Rooney. Rooney yang menjabat sebagai kapten seolah melakukan dosa besar karena tidak bermain sebagai pemain utama.

Padahal jika kita mau melihat kasus lainnya, kita bisa menyaksikan beberapa kapten tim memang tidak selalu bermain rutin. Kita bisa mengambil contoh di Piala Eropa 2016, Republik Irlandia menunjuk Robbie Keane sebagai kapten resmi mereka. Namun, tidak satu pertandinganpun, dari empat pertandingan yang dimainkan oleh Irlandia, Keane bermain sebagai starter.

Keane memang bermain sebagai pemain pengganti di dua pertandingan awal di mana John O’Shea memakai ban kapten sejak awal pertandingan. Pada dua pertandingan itu, Irlandia ditahan imbang 1-1 oleh Swedia, dan kemudian dikalahkan 3-0 oleh Belgia.

Sementara di dua pertandingan berikutnya, Keane sama sekali tidak terlibat di pertandingan. Ban kapten juga melingkar di lengan Seamus Coleman, bukan Keane maupun O’Shea.

Kemudian, apakah kita melihat kritik yang sama dengan Rooney untuk Keane? Ternyata tidak. Justru sebaliknya, Keane baru saja mendapat penghormatan di pertandingan jeda internasional September saat menghadapi Oman.

Inggris dengan dan tanpa Rooney (Grafis oleh Ivan Hadyan)

Lagipula jika melihat statistik Inggris dengan dan tanpa Rooney, The Three Lions sama-sama bisa meraih kemenangan dengan rekor kemenangan yang cukup besar, yaitu 59% jika Rooney bermain; dan 67% jika Rooney tidak bermain.

Berlanjut ke halaman selanjutnya mengenai penilaian statistik Wayne Rooney dan beberapa pilihan yang serba salah untuknya...

Menilai kualitas Rooney di berbagai posisi melalui statistik

Beralih dari timnas Inggris ke Manchester United, banyak yang mengkritik jika kemampuan Rooney sudah menurun. Ryan Giggs sampai membelanya dengan menyebut bahwa Rooney sedang mengalami masa transisi (posisi bermain) di mana posisi bermainnya selalu berubah-ubah di timnas maupun di United.

Sejauh ini Rooney sudah bermain 7 pertandingan atau 477 menit bagi United di Liga Primer Inggris. Ia berhasil mencetak satu gol dan 2 buah asis, serta mendapatkan 3 buah kartu kuning. Ia hanya butuh tiga gol lagi (12/10/2016) untuk menyamai rekor pencetak gol terbanyak sepanjang sejarah di United yang dicetak oleh Bobby Charlton dengan 249 gol.

Perdebatan posisi Rooney antara penyerang, gelandang serang (bisa juga sebagai posisi nomor 10), gelandang, atau bahkan gelandang bertahan memang tidak akan ada habisnya. Meskipun demikian, bolehlah kita bandingkan sambil melihat beberapa aspek statistik Rooney.

Pemain kelahiran Croxteth ini sudah melepaskan 238 operan (peringkat ke-9 di United dengan peringkat pertama adalah Paul Pogba dengan 427 operan), 87% di antaranya akurat. Jika disebar lagi, 12,18% operannya ke arah depan, 28,15% ke kiri, 34,87% ke kanan, dan sisanya ke belakang.

Operan ke sisinya ini yang (banyak orang bilang) menjadi kekuatan utama Rooney, yaitu melalui operan panjangnya. Tapi Mourinho sendiri berkata bahwa itu tidak spesial-spesial amat. “Aku juga bisa mengoper jika tidak ada tekanan,” kata Mourinho di awal musim mengomentari posisi Rooney.

Ia mencatatkan 12 operan kunci. Angka ini tidak mentereng jika kita membandingkan dengan Willian (Chelsea) yang berhasil mencatatkan 23 operan kunci dengan jumlah menit bermain yang sama dengan Rooney (477 menit).

Salah satu keunggulan Rooney yang didukung oleh statistik adalah umpan silang suksesnya, yaitu sebanyak 11, yang merupakan angka tertinggi di United, dan angka tertinggi ke-7 di Liga Primer dengan peringkat pertama dicatatkan masih oleh Willian (22 umpan silang sukses).

Kalau soal operan sudah lengkap dibahas, kita bisa beralih ke statistik yang berkaitan dengan gelandang bertahan. Rooney mencatatkan 5 tekel (20% tekel sukses), 2 sapuan, 2 blok, dan 3 intersep, yang mana angka-angka tersebut bukan merupakan angka yang menggembirakan. Terutama soal intersepnya di mana pengambilan posisi menjadi kunci, Rooney masih kalah dari Ander Herrera dan Marouane Fellaini yang sama-sama mencatatkan 12 intersep.

Beralih ke posisi yang lebih meyerang, Rooney mencatatkan statistik 12 tembakan (terbanyak ketiga di United) dengan 6 di antaranya on target (juga ketiga terbanyak di United). Sebagai pembanding, Zlatan Ibrahimovic menjadi pemain yang paling banyak menembak di United maupun Liga Primer dengan 38 tembakan, disusul oleh Philippe Coutinho (29 tembakan), Michail Antonio (27), Sergio Aguero (26), dan Pogba (21).

Selain itu, ia menyentuh bola di kotak penalti lawan sebanyak 18 kali, yang merupakan angka keempat terbanyak di United di bawah Ibrahimovic (59 sentuhan), Marcus Rashford (26), dan Pogba (20).

Beberapa pilihan (serba salah) untuk Rooney

Sebuah studi yang dipublikasikan di The Sport Journal menunjukkan bahwa kritik dan distraksi bisa menguras energi dan mental atlet sepakbola yang akan berakibat pada penurunan performa mereka. Melihat penelitian ini, sebenarnya semakin sering Rooney dikritik, itu justru yang akan membuat Rooney semakin bermain buruk.

Jika si pengkritik memiliki tujuan untuk menolong Rooney, seharunya mereka sudah sadar jika kritik kepada Rooney sudah sangat berlebihan dan sudah saatnya dihentikan. Tapi jika sebaliknya, maka kita hanya tinggal menunggu Rooney benar-benar “habis” saja.

Melihat usia Rooney yang sebenarnya baru menginjak 30 tahun, saya cenderung setuju dengan pernyataan Giggs yang menyebut bahwa ia sedang berada pada masa transisi.

Kemudian melihat data Rooney di timnas ditambah statistiknya di Liga Primer, sejujurnya Rooney memang belum “habis”. Ia masih bisa berguna bagi United maupun timnas Inggris. Apalagi rasanya nanggung karena tinggal sedikit lagi ia memecahkan rekor penampilan di timnas Inggris dan rekor gol di Manchester United.

Sekarang ia bisa memilih untuk melakukan transisi ini dengan sabar, berpindah posisi bermain lebih ke belakang (menjadi gelandang), atau downgrade tingkat kompetisi misalnya ke Tiongkok atau MLS agar permainannya bisa lebih kontributif secara signifikan untuk kesebelasannya.

Satu hal yang jelas yang bisa saya pastikan, apapun yang nantinya dipilih oleh Wayne Rooney, media tidak akan pernah berhenti mengritik Rooney. Ini memang serba salah. Bukannya tidak memandang bulu, sebenarnya hal ini bisa saja terjadi kepada setiap pemain. Hanya saja gak hoki, Rooney adalah pemain yang paling banyak mendapat sorotan.

Di era modern seperti sekarang, modern di atas lapangan dan modern di luar lapangan, saya bisa simpulkan sesuai judul tulisan ini: Sesungguhnya Wayne Rooney belum habis, tapi kesabaran kita (media) lah yang sudah habis.

Sempat Ditolak WBA, Chamakh Akhirnya Dapatkan Klub
Artikel sebelumnya Sempat Ditolak WBA, Chamakh Akhirnya Dapatkan Klub
Munculnya Kembali Wacana Atlantic League
Artikel selanjutnya Munculnya Kembali Wacana Atlantic League
Artikel Terkait