Font size:
10 April 1999, Komisi Kompetisi Kerjaaan Inggris, UKCC, melarang penjualan Manchester United kepada Sky Sports. Padahal, nilai yang ditawarkan Sky Sports terbilang fantastis: 625 juta pounds atau 12,3 triliun rupiah. UKCC berpandangan transaksi tersebut dapat mencederai persaingan dalam industri sepakbola dan industri siaran di Inggris.
Aktor utama pembelian tersebut siapa lagi kalau bukan sang bos media, Rupert Murdoch. Pria kelahiran Melbourne, 84 tahun silam ini sepertinya sudah kehabisan “lapak” di industri media. Hampir semua jenis media sudah ia punya; televisi, jaringan internet, radio, tabloid, majalah, dan koran.Rupert Murdoch lahir pada 11 Maret 1931. Hari ini ia tepat berusia 84 tahun. Tulisan ini merupakan catatan untuk warisan-warisan Murdoch dalam pemberitaan sepakbola lewat langgam pemberitaan koran kuning.Meskipun lahir di Australia, Murdoch besar di Inggris. Ia merupakan lulusan Worcester College, Oxford. Sejak masa kuliah, Murdoch terbilang aktif mengelola penerbitan di kampus. Setelah lulus, Murdoch bekerja sebagai sub-editor di harian Inggrs, Daily Express, selama dua tahun. Kelihaian Murdoch mengelola media sebenarnya merupakan turunan dari ayahnya, Sir Keith Murdoch. Keith Murdoch merupakan seorang jurnalis untuk The Age. Saat menjad editor, ia sukses meningkatkan oplah Herald dari 100 ribu eksemplar menjadi 140 ribu eksemplar dalam waktu setahun. Usai magang di Daily Express, Rupert kembali ke Australia dan bergabung dengan Adelaide News. Beberapa tahun kemudian, ia membeli sejumlah media, termasuk The Sunday Times yang berbasis di Perth. Rupert kemudian merentangkan sayapnya ke Inggris pada akhir 1960-an. Ia membeli News of The World, koran mingguan yang beritanya sensasional, dan The Sun yang segmentasinya tidak jauh berbeda. Rupert yang “bosan” dengan dunia penerbitan, akhirnya merambah ke dunia siaran. Di Inggris, ia membeli jaringan tv satelit Sky Television. Di Amerika, ia membuat televisi nasional keempat bernama “Fox”. Selain siaran berita, Fox juga menggarap layar lebar yang langsung menjadi box office kala itu lewat “Home Alone”. Koran Kuning Rupert tidak bisa dilepaskan dengan “koran kuning”. Dalam istilah jurnalistik, “koran kuning” merujuk pada media yang mementingkan unsur sensasional serta tidak mengindahkan kaidah jurnalistik yang berlaku. Ciri “koran kuning” ini biasanya penggunaan judul yang sensasional dan vulgar. Lekatnya Rupert dengan “koran kuning” juga merupakan pengaruh dari ayahnya, Keith. Kemampuannya mengembangkan Herald tidak lain karena perubahan cara pandang media itu sendiri, menjadi media yang sensasional. Di Inggris, salah satu pelopor yang masih stabil dengan gayanya adalah The Sun. Tentu, The Sun adalah media milik Rupert. Pun dengan News of The World yang ditutup karena skandal penyadapan telepon pada Juli 2011 silam. “Koran kuning” milik Murdoch identik dengan gambar hampir separuh halaman muka, dengan judul yang dibuat besar-besar. Alih-alih memiliki pandangan sendiri terhadap suatu masalah, “koran kuning” umumnya menggiring opini masyarakat lewat tuduhan ataupun hinaan. Salah satu ciri dari Murdoch, yang kadang terlihat juga dalam tulisan-tulisan yang muncul di media miliknya, adalah konervatisme khas sayap kanan. Cenderung punya bias rasial dan gemar menurunkan isu-isu sensitif nan provokatif seperti imigran dan isu Islam. [caption id="" align="alignnone" width="570"]


Baca juga: Ki Sung-yueng dan Mengapa Ia Disukai Media Inggris Pemain Muda dan Ekspektasi Media Ketika Media Bertanya pada Sumber yang Salah Cara mengetahui Kebohongan MediaSumber gambar: brw.com.au