Font size:
Sambutan meriah dan sorotan dari banyak media didapatkan oleh Roy Keane saat dirinya meluncurkan autobiografi berjudul The Second Half. Wajar, mengingat ia adalah pemain besar dan banyak cerita menarik yang bisa saja tidak akan diketahui oleh dunia jika tidak dituangkan dalam buku tersebut.
Sambutan dan sorotan yang sama tidak didapatkan oleh eks rekan satu tim Keane, Rio Ferdinand. Padahal ia menerbitkan bukunya lebih dulu, sama-sama pemain penting Manchester United pada masanya, dan sama-sama menjanjikan cerita menarik dalam buku yang ia beri judul #2sides tersebut. Di antaranya adalah alasan kebencian terhadap John Terry, rasa suka yang ia miliki terhadap Joey Barton (iya, Joey Barton yang brutal dan bermulut besar itu) dan Robbie Savage, kisah tentang Pangeran Giggs si penyelamat kentang goreng, serta kritiknya terhadap David Moyes. Berikut cerita-cerita mengenai Ferdinand yang tak banyak orang tau. Atlantis Bernama “Pengingat untuk Jadwal tes Doping” Pada 23 September 2003, Ferdinand melewatkan jadwal tes doping yang harus ia jalani di markas latihan United di Carrington. Ferdinand menjalani tes tersebut dua hari setelah jadwal yang ditentukan seperti tes-tes lain yang telah ia jalani, ia terbukti bebas doping. Ferdinand toh tetap dinyatakan bersalah. Ia dijatuhi denda sebesar 50 ribu pound sterling dan larangan bertanding selama delapan bulan. Karena hukuman dijatuhkan pada bulan Desember, Ferdinand pun kehilangan kesempatan untuk membela Inggris di Piala Eropa 2004. Sir Alex Ferguson membela Ferdinand bahwa kesalahan Ferdinand terjadi karena para penguji yang tidak kompeten. Berbeda dengan Fergie, Roy Keane merasa bahwa kesalahan terjadi karena Ferdinand sendiri. Dalam autobiografinya, The Second Half, Keane menulis: “Jika itu adalah aku, dan dokter telah mengatakan bahwa aku harus menjalani tes doping, saya pasti sudah pergi dan melaksanakan hal itu. Jadwal seperti itu bukanlah sesuatu yang akan saya lupakan. Itu tidak seperti mengumpulkan surat di kantor, atau mengingat sepatumu." “Ketika dokter mengatakan bahwa kamu harus menjalani tes doping, itu bukanlah hal harian. Namun ternyata, beberapa orang memang pelupa. Namun akhirnya, klub merugi. Saya tidak melihat Rio dan berpikir bahwa ia berencana tidak baik, atau ada alasan tersembunyi untuk apa yang terjadi. Saya berpikir ia benar-benar lupa. Kami yang merugi.” Jonathan Liew dari The Telegraph memiliki teorinya sendiri tentang hal ini. Mendapati fakta bahwa dalam autobiografinya Ferdinand mengaku bahwa ia sangat pelupa (Ferdinand bahkan menemukan banyak barang yang “hilang” di lokernya di Carrington saat hendak membereskan barang-barangnya sebelum pindah ke Queens Park Rangers), dengan renyah Liew menulis: “Mungkin ia juga menemukan catatan dari tahun 2003, pengingat bahwa para penguji doping telah datang dan ia harus mampir selepas latihan untuk melakukan tes singkat.” Halaman selanjutnya: Pemain United dan Kentang Goreng adalah Satu Pemain United dan Kentang Goreng adalah Satu Kehidupan para pemain besar di klub besar ternyata tak melulu mengenai hal-hal besar. Kisah Ferdinand mengenai perpisahan singkat para pemain United dengan kentang goreng rendah lemak menjadi bukti. Para pria dewasa bergaji besar, dengan tekanan pekerjaan yang sama besarnya, merasa terusik ketika mereka tidak diperbolehkan makan kentang goreng rendah lemak oleh manajer baru mereka. Spoiler alert, cerita ini berakhir dengan bahagia. “Para pemain sepak bola adalah makhluk yang memiliki kebiasaan dan sejauh dapat saya ingat di United, sudah menjadi ritual bagi kami untuk mengonsumsi kentang goreng rendah lemak pada malam sebelum pertandingan. Kami mencintai kentang goreng kami, namun Moyes masuk dan, setelah pekan pertamanya, ia mengatakan bahwa kami tidak boleh lagi mengonsumsi kentang goreng kami.” Rasa kesal Ferdinand terhadap kebijakan baru tersebut semakin menjadi setelah mendengar alasan yang dikeluarkan oleh Moyes. Menurutnya, alasan di balik penghapusan tradisi klub tersebut bukanlah alasan yang baik. Tak perlu rasanya kita memperbincangkan alasan Moyes, karena alasan Ferdinand di balik rasa kesalnya terhadap kebijakan Moyes sendiri cukup menarik: “Ketika banyak hal kecil mulai berubah, itu mengganggu kestabilan.” Karenanya, hal pertama yang dilakukan oleh para pemain United setelah Ryan Giggs ditunjuk untuk mengisi posisi manajer yang kosong setelah Moyes dipecat adalah mengembalikan tradisi makan kentang goreng. Seorang pemain langsung memulai pergerakan untuk mengembalikan kentang goreng. Ferdinand tidak mengungkap nama pemain yang dimaksud, namun sang pemain berujar seperti ini: “Kita harus menghubungi Gigsy. Kita harus membuatnya mengembalikan kentang goreng kita.” Ia berhasil. Monster Moyes telah dikalahkan. Manchester United dan kentang goreng rendah lemak bersatu kembali setelah berpisah selama sembilan (nyaris sepuluh, malah) bulan terpisah. Mereka hidup bahagia selamanya. Kemauan Moyes Tidak Pernah Jelas Di Manchester United, Moyes meminta para pemain untuk memainkan bola-bola panjang. Di United pula Moyes meminta pemain untuk melakukan 600 operan pendek dalam satu pertandingan. Kedua taktik tidak berjalan sesuai rencana karena alasan-alasan berbeda. “Kebingungan terbesar adalah mengenai bagaimana ia menginginkan kami memainkan bola ke depan. Sering kali ia meminta kami untuk melepaskan bola panjang. Beberapa pemain merasa bahwa mereka melepaskan umpan panjang lebih sering dari titik manapun dalam karir mereka,” ujar Ferdinand. “Kadang kala taktik utama kami adalah umpan panjang, tinggi, dan diagonal. Ini memalukan. Dalam satu pertandingan kandang melawan Fulham kami melakukan 81 umpan silang! Aku berpikir, mengapa kami melakukan ini? Andy Carroll tidak bermain untuk kami!” Kebingungan Ferdinand dapat dimengerti. United era Moyes memang tidak memiliki penyerang yang tingginya mencolok, menjulang seperti Andy Carroll atau Peter Crouch. Ada juga sebenarnya contoh yang lebih ekstrem: Jan Koller atau John Carew. “Seluruh pendekatannya asing. Kali lain Moyes menginginkan banyak operan. Ia berkata: 'Hari ini saya ingin kita memainkan 600 operan di pertandingan ini. Pekan lalu jumlahnya hanya 400'. Siapa peduli? Aku lebih suka mencetak lima gol dari 10 operan,” lanjut Ferdinand, membicarakan gaya bermain lain yang coba diterapkan oleh Moyes. “Itu jumlah yang banyak. Itu lebih banyak dari apa yang dilakukan oleh Real Madrid dalam 120 menit pertandingan di final Liga Champions. Itu jumlahnya dua kali lebih banyak dari jumlah operan Belanda ketika mengalahkan Spanyol 5-1 di Piala Dunia. Dan itu nyaris sama dengan jumlah operan Spanyol di pertandingan yang sama sehingga itu menunjukkan mengapa target Moyes, jika benar, adalah sebuah kebodohan yang parah.” Para pemain United bukannya tidak kompeten memainkan taktik ini. Hanya saja, Moyes sendiri sepertinya tidak paham bagaimana cara untuk mendapatkan banyak gol dengan mengandalkan operan-operan pendek. Kebanyakan operan dilakukan di daerah defensive third dan middle third, jauh dari gawang lawan. Jika menebar ancaman saja tidak bisa, bagaimana mungkin mereka mampu mencetak gol? “Dan bahkan jika memang ia memiliki target jumlah operan, untuk apa juga ia memberi tahu timnya? Kecuali jika ia ingin agar mereka menghabiskan semua waktu dalam pertandingan untuk memainkan operan ke arah belakang. Untuk urusan itu, Moyes sukses besar!” Selanjutnya: Berakhirnya Kisah Cinta bersama John Terry Berakhirnya Kisah Cinta bersama John Terry Minggu, 23 Oktober 2011 di Loftus Road. Chelsea bertandang ke rumah Queens Park Rangers dan kapten mereka, John Terry, terlibat adu argumen dengan pemain tuan rumah, Anton Ferdinand. Saat itulah kata-kata rasis keluar dari mulut Terry. Anton tidak mau menjelaskan kata-kata apa yang diucapkan oleh Terry. Terry sendiri terus menerus menolak tuduhan tersebut. FA, toh, tetap menyatakan bahwa Terry bersalah karena dirinya telah menghina warna kulit dan/atau ras Anton setelah serangkaian panjang pemeriksaan yang berlangsung hingga satu tahun lamanya. Terry pun didenda 220 ribu pound sterling oleh FA pada 27 September 2012. Larangan bertanding selama empat laga. Pria asal London itu menerima hukuman yang dijatuhkan kepadanya, dan urusannya dengan FA mengenai hal ini selesai. Urusan dengan Rio, bagaimanapun, belum usai. Sejak kejadian tersebut, Rio yang memiliki banyak kenangan bersama Terry di jantung pertahanan tim nasional Inggris tak pernah lagi menyukai pasangannya. “Bagiku, idiot terbesar tetaplah John Terry. Sebagai seorang kapten tim nasional Inggris dan pasanganku di posisi bek tengah ia dapat saja menghindarkan banyak orang dari rasa sakit dengan langsung mengakui bahwa ia mengucapkan kata-kata itu karena suasana yang panas, namun tidak ada maksud rasis di dalamnya. “Aku rasa itu mungkin memang apa yang terjadi dan kenyataan yang ada. Anton dan aku akan dapat menerima itu – ia malah tidak pernah memberi kami kesempatan. Itu adalah sebuah pengkhianatan. Ia berusaha melarikan diri dari apa yang telah ia lakukan.” “Barton dan Savage adalah Orang-Orang Baik” Ada dua kesamaan antara Joey Barton dan Robbie Savage. Pertama, keduanya sama-sama pemain keras. Menghajar lawan adalah sesuatu yang pasti dilakukan oleh Barton dan Savage di setiap pertandingan. Savage bahkan adalah pemain terkotor sepanjang sejarah Liga Primer menurut Daily Mail, sebelum gelar yang kurang menyenangkan tersebut “direbut” oleh Lee Bowyer. Penilaian Daily Mail berdasar kepada jumlah kartu kuning dan/atau merah yang dikumpulkan oleh setiap pemain, sehingga nama Barton tidak muncul sebagai yang teratas. Namun tentu saja kita tahu bahwa jika saja cara penilaian tidak seperti itu, bisa saja Barton berada di daftar teratas. Ditambah lagi, Barton juga brutal di luar lapangan. Kedua, Barton dan Savage sama-sama cerewet – dengan cara mereka masing-masing. Sementara berkat sifat banyak omongnya Savage dipercaya untuk bekerja sebagai pundit, apa yang didapatkan oleh Barton adalah tambahan musuh; banyak orang yang tak suka kepada Barton karena ia terlalu banyak omong. Secara mengejutkan, Ferdinand tidak termasuk di antara orang-orang yang membenci Barton. Well, awalnya ia juga adalah salah satu dari mereka. Namun semuanya berubah setelah Ferdinand bertemu secara langsung dengan Barton. Hal yang sama terjadi ketika ia mengenal Savage lebih dalam. “Aku tidak mengenalnya, namun ia tidak seperti dirinya dari apa yang aku lihat. Ia adalah orang yang sangat baik. Robbie Savage membuatku bosan setengah mati dalam beberapa kesempatan, namun ia adalah kawan yang baik,” ujar Ferdinand.