Font size:
Meski kehebatan para pemain muda Santos FC sudah dikenal sejak awal terbentuknya klub ini, Santos era 60-an disebut-sebut sebagai masa emas sepanjang sejarah Santos. Adanya salah satu bakat terbaik sepanjang sejarah sepakbola, Pele, Santos menjuarai Campeonato Serie pertama pada 1961 yang diikuti oleh trofi juara hingga 1965, lima musim berturut-turut, ditambah dua gelar Copa Libertadores.
Pada era 70 dan 80-an, Santos mengalami kemunduran. Pada masa ini, hanya dalam dua puluh tahun, hanya tiga trofi yang berhasil diraih kesebelasan berjuluk Peixe yang berarti ‘Ikan’ ini. Tahun 90-an lebih buruk. Hanya dua trofi yang berhasil ditambahkan Santos menjelang akhir milenium. Keberhasilan memang sempat membuat Santos lupa diri. Pada era tersebut manajemen sempat putus asa menghadapi hutang yang melilit klub karena pembangunan sebuah tempat spa mewah. Kesalahan investasi ini membuat Santos terpaksa menjual kembali tempat spa tersebut. Santos pun seolah kembali membangun klub dari awal. Memasuki abad 20, kebesaran Santos diambang kejatuhan. Tapi dengan para pemain akademi, Santos sukses menjadi kebelasan tersukses di Brasil. Dua trofi tambahan menjadikan Santos menyamai raihan Palmeiras sang pemegang trofi terbanyak Serie A. Bermula dari Era Teixiera Campeonato Brasilerao Serie A adalah kompetisi yang paling bergengsi di Brasil. Dan saat ini, Santos disebut-sebut sebagai kesebelasan tersukses di Brasil karena telah delapan kali menjadi juara (terbanyak) dan enam kali menjadi runner-up. Torehan ini lebih baik dari kesebelasan Palmeiras yang juga mencatatkan delapan kali juara. Palmeiras yang namanya semakin meredup, hanya tiga kali berhasil menjadi runner-up. Status Palmeiras sebagai kesebelasan tersukses di Brasil pun tergantikan oleh Santos karena terakhir kali menjadi juara Serie A pada 1994. Bagi Santos, keberhasilan menjadi kesebelasan peraih terbanyak trofi Serie A tak lepas dari kebijakan yang dilakukan Marcelo Pirillo Teixeira, presiden yang mulai memimpin Santos FC sejak 1999. Di awal kepemimpinannya, ia menginginkan Santos bisa menjadi kesebelasan yang ditakuti di Brasil pada era milenium menggunakan pamain lulusan akademi. Pada 2002, impian Teixeira mulai terwujud. Dalam skuatnya itu, terdapat Domingos Alexandre atau akrab disapa Alex (kini bermain untuk AC Milan) yang masih berusia 20 tahun, Robinho (18 tahun), dan Diego Ribas (17 tahun). Ketiga pemain ini melengkapi skuat Santos yang dihuni oleh mayoritas pemain muda. Dari 21 pemain, hanya dua pemain yang berusia di atas 30 tahun. Renato yang kemudian menjadi legenda kesebelasan Spanyol, Sevilla, masih berusia 23 tahun. Elano Blummer yang didatangkan dari Internacional pada 2000 pun masih berusia 22 tahun. Jurnalis asal Sao Paulo, Eaun Marshall, menyebutkan pada These Football Times, “Pada 2002, di tengah himpitan krisis keuangan, mereka [Santos] memutuskan untuk tak berinvestasi dalam perihal membeli pemain, dan lebih memilih untuk mempromosikan pemain U-20. Rencana ini berjalan sesuai rencana. Diego, Robinho, dan Elano mempersembahkan trofi Serie A tahun berikutnya.” Kesuksesan Santos ini mulai mengundang banyak pemandu bakat dari Eropa. Dengan situasi keuangan yang tak mendukung, para pemain terbaik pun harus dilepas manajemen. Elano menjadi pemain pertama yang hengkang ke Eropa, di mana ia digaet kesebelasan asal Ukraina, Shakthar Donetsk, dengan nilai transfer lebih dari 6 juta pounds. Elano sendiri kemudian sempat membela Manchester City. Jika Elano hengkang pada bursa transfer musim dingin Eropa, Alex dan Diego hijrah ke Eropa pada musim panas 2004. Alex diboyong Chelsea dengan nilai transfer sekitar 10 juta pounds. Sementara Diego, direkrut FC Porto dengan nilai yang tak jauh berbeda dengan banderol Elano. Meskipun begitu, Santos masih mampu meraih trofi Serie A ke-8 tanpa pemain-pemain tersebut. Pada Serie A 2004, Santos yang ditukangi pelatih Vanderlei Luxemburgo unggul tiga poin atas Atletico Paranaense di akhir klasemen. Duet Robinho dan Deivid sukses mencetak 43 gol dari total 102 gol yang dicetak Santos pada musim itu. Pada akhir musim, kedua pemain ini pun direkrut oleh dua kesebelasan Eropa. Deivid yang mencetak 22 gol, hijrah ke Sporting Lisbon dengan nilai transfer 3 juta pounds, sementara Robinho yang baru memasuki usia 20 tahun, direkrut raksasa Spanyol, Real Madrid, dengan harga fantastis, 21 juta pounds. Satu per satu pemain terbaiknya hijrah. Tapi Teixeira lebih memilih untuk meningkatkan kualitas akademi mereka agar bisa lebih banyak menelurkan talenta berbakat. Pada 2006, dibangunlah pusat latihan baru yang diberi nama ‘Robinho & Diego’. Dengan akademi yang semakin berkualitas nomor satu di Brasil, pemain-pemain muda berbakat pun bermunculan dalam satu dekade terakhir. Neymar da Silva (Barcelona), Rafael Cabral (Napoli) dan Felipe Anderson (Lazio) adalah beberapa pemain lulusan akademi Santos yang menjadi penerus jejak Robinho, Elano, dan Alex: melanjutkan karier di Eropa. Halaman berikutnya, Era Baru Santos FC dan Kelahiran Neymar Baru Era Baru Santos FC dan Kelahiran Neymar Baru Kepemimpinan Teixeira berakhir pada 2009, dengan hutang yang masih menumpuk. Namun dalam 10 tahun menjadi presiden Santos, ia berhasil memberikan dua gelar Serie A, trofi Copa Paulista, dan Campeonato Paulista (kejuaraan antar kesebelasan di Sao Paulo). Luiz Alvaro Ribeiro didapuk sebagai presiden Santos berikutnya. Dan Ribeiro, terus menjaga mimpi Teixeira yang ingin menjadikan Santos sebagai kesebelasan terkuat di Brasil menggunakan pemain para pemain lulusan akademi. Hasilnya, sejak tahun 2010, Santos selalu masuk dalam tiga kesebelasan dengan rata-rata usia pemain termuda. Bahkan pada tahun 2011 dan 2012, Santos menjadi kesebelasan dengan rata-rata pemain termuda pertama. Memang, dengan sederet pemain muda yang dimilikinya, Santos belum lagi meraih kampiun juara Brasileiro Serie A sejak 2004. Namun prestasi mengesankan diraih Santos pada 2011. Dengan rataan umur hanya 22,3 tahun, termuda pertama di Brasil, Santos berhasil menjuarai Copa Libertadores. Trofi ini terakhir kali berhasil diraih Santos hampir 50 tahun lalu, tepatnya pada 1963, pada era keemasan Pele. Para pemain muda Santos pun berhasil mempertahankan kebesaran Santos di Sao Paulo dengan tiga kali beruntun menjadi juara Campeonato Paulista pada 2010, 2011, 2012, dan 2015 lalu. Trofi tahun 2015 sendiri menjadi trofi ke-21 Santos pada kejuaraan yang diikuti oleh 20 kesebelasan asal Negara Bagian Sao Paulo ini. Ini tentu saja menjadi prestasi yang cukup membanggakan bagi Santos yang mampu menyaingi tiga kesebelasan asal ibu kota Sao Paulo: Corinthians, Palmeiras, dan Sao Paulo FC. Santos menyamai trofi Campeonato Paulista milik Sao Paulo dengan 21 trofi. Jumlah tersebut hanya kalah satu trofi dari Palmeiras, serta enam trofi dari Corinthians yang memiliki trofi Campeonato Paulista terbanyak. Tak seperti Corinthians, Palmeiras, dan Sao Paulo FC yang berasal dari ibu kota Sao Paulo, Santos berasal dari kota pelabuhan yang letaknya jauh dari ibu kota. Kota Santos yang populasinya tak lebih dari 500 ribu penduduk ini mayoritas dihuni oleh kelas pekerja. Sebagaimana tipikal masyarakat kelas pekerja, stadion Urbano Cladeira, markas Santos FC, pun selalu dipenuhi oleh ‘mereka’ yang haus akan pertandingan sepakbola. Salah satu stadion tertua di Brasil berkapasitas 18 ribu penonton ini selalu dipenuhi oleh para pendukung Santos yang memiliki tiga kelompok suporter besar: Torcida Jovem do Santos, Sangue Jovem, dan Forca Jovem Santos. Menurut survey sebuah institut penelitian, pada 2006, Santos merupakan kesebelasan keempat terpopuler di Brasil. Berdasarkan hasil tersebut, dari sekitar 10 juta penduduk Brasil, 4%-nya atau sekitar 250 ribu penduduk merupakan pendukung Santos. Sedangkan untuk pendukung Santos yang merupakan anggota resmi, tercatat lebih dari 70 ribu. Kabarnya, atmosfer Urbano Cladeira yang seperti neraka ini membuat para pemain muda mendapatkan tekanan yang luar biasa kala bermain. Dari sini lah para pemain muda tersebut bisa meningkatkan mental, di mana hal ini akan menjadi modal bagi mereka ketika bermain di level yang lebih tinggi. Tuntutan supporter Santos pun semakin tinggi setiap musimnya. Mereka pun mulai merasakan haus gelar juara Brasileiro Serie A yang sudah 10 tahun tak mampir ke kota Santos. Maka di tengah para pemain muda yang terus bermunculan, pemain-pemain senior pun didatangkan untuk menghadirkan trofi yang mulai diidam-idamkan ini. Salah satu cara yang dilakukan manajemen Santos adalah ‘memanggil’ kembali mantan pemain Santos yang pernah menghadirkan trofi Serie A pada 2002 dan 2004. Pada awal musim 2015, Santos meminjam salah satu mantan pemain terbaiknya, Robinho, dari AC Milan. Elano yang sebelumnya bermain untuk kesebelasan asal India, Chennaiyin FC, pun kembali memperkuat Santos. Musim sebelumnya, Renato yang memberikan gelar juara pada 2004 pun direkrut dari Botafogo. Meskipun begitu, para pemain berpengalaman ini tak membuat Santos melupakan filosofi yang dibangun oleh Teixieira yang menginginkan para pemain akademi mendapatkan tempat di tim senior. Karena Santos musim 2015 pun tercatat sebagai kesebelasan dengan rataan umur termuda keempat di Brasil. Gabriel Barbosa sendiri menjadi berlian baru dari akademi Santos saat ini. Meski masih berusia 19 tahun, Gabriel sudah didapuk sebagai pengguna nomor 10 dalam skuat senior Santos. Bermain sebagai second striker, Gabriel pun disebut-sebut sebagai ‘The New Neymar. [caption id="attachment_194570" align="alignnone" width="600"] Gabriel Barbosa yang dijuluki sebagai "The New Neymar" (via: socialspirit.com)[/caption] Keberadaan Gabriel dengan kemampuannya yang menjanjikan pun menjadi bukti bawha akademi Santos akan selalu melahirkan Neymar, Robinho, dan Diego baru. Bahkan bukan tak mungkin, akademi Santos pun akan mencetak Pele baru di masa depan. foto: noticias.bo.uol.com