Font size:
Alkisah, juara bertahan Premier League, Chelsea, terseok-seok di papan bawah klasemen. Sang manajer yang menahbiskan diri sebagai ‘Sang Spesial’ itu kali ini terlihat tidak ada spesial-spesialnya kalau bukan sekadar cari-cari masalah. Kali ini dokter timnya, Eva Carneiro yang jadi sasaran. Setelah itu, masalah berubah semakin pelik.
Seketika Jose Mourinho, Si Manajer Spesial itu membawa Chelsea dari juara bertahan menjadi tim pesakitan. Kesebelasan yang bermarkas di daerah Fulham, London Barat ini hanya berada di posisi papan bawah di klasemen. Pemilik klub segera mengambil tindakan. Tidak sesegera yang diperkirakan memang, namun seperti yang diprediksi orang-orang, ia kembali menunjuk sang juru selamat, Guus Hiddink, untuk menukangi John Terry dkk. Guus Hiddink, pelatih kawakan berkebangsaan Belanda ini, untuk kedua kalinya menjadi manajer interim Chelsea. Sebelumnya, ia pernah menggantikan Luiz Felipe Scolari, pelatih Brasil, yang membawa tim Samba memenangi Piala Dunia 2002 di Korea-Jepang. Sejarahnya, Roman Abramovich mendapat masukan dari penasihat pribadinya, Piet De Visser. De Visser yang kini menjabat posisi scout dan penasihat transfer di Chelsea tahu betul bahwa pria kelahiran Verseveeld ini adalah orang yang tepat untuk Chelsea. Visser tahu kalau Hiddink pelatih hebat, seorang tactician yang handal. Selama mengenal Hiddink, ia tahu kalau pelatih itu menerapkan sistem yang dinamis alias bukan pelatih yang gemar menggunakan sistem yang sama di setiap laga. Hiddink adalah tipe pelatih yang pandai melihat apa saja potensi yang dimiki oleh skuat, lalu ia memutuskan sistem apa yang tepat untuk tim. Maka, Abramovich setuju dengan saran De Visser untuk menunjuk Guus Hiddink sebagai manajer interim. Pria yang sukses menemukan bakat pemain seperti Romario tersebut pertama kali mengenal Hiddink saat bekerja sama di tim De Graafschap. De Visser yang saat itu masih menjadi pelatih, mempercayakan ban kapten kepada Hiddink, lantas ia menjadi tangan kanan De Visser di lapangan hijau. Saat itu De Visser tidak pernah mempunyai pakem yang baku dalam menerapkan strategi. “Saya tidak pernah berpikir tentang 4-2-4 atau 4-3-3, tapi tentang empat bek, tiga gelandang, dan tiga penyerang. Tapi kamu harus menjadi satu kesatuan,” ujarnya kala itu. “Ketika kalian mendapat bola, semua menyerang; tanpa bola, semua bertahan. Dan Guus menyukainya,” ujarnya kepada Guardian. [caption id="attachment_198307" align="alignnone" width="520"]![Hiddink kala masih bermain untuk De Graafschap](http://panditfootball.com/wp-content/uploads/2016/02/10731.jpg)
Baca juga: Tanpa Hiddink, Park Ji-sung Bukan Siapa-SiapaDi PSV misalnya. Hiddink melihat potensi Ronald Koeman, lalu menempatkannya sebagai sweeper yang bila dalam keadaan menyerang berada di depan bek ketika PSV menguasai bola. Penyerang kala itu, Hans Gillhaus dan Wim Kieft pun tak luput dari tugas bertahan. Kala itu dengan pola 5-3-2, PSV meraih treble dengan meraih Piala Eropa (kini Liga Champions), Piala KNVB, serta juara Eredivisie tiga musim berturut-turut. Kemudian De Visser melihat bagaimana Hiddink dengan jeli melihat kapasitas skuat Korea Selatan yang minim pemain berpengalaman sepakbola internasional, ditambah masalah internal seperti pemain muda yang malu berkomunikasi kepada pemain senior. Hiddink dengan keahliannya berhasil mengatasi permasalahan yang ada, hingga membawa Korea Selatan menjadi posisi 4 besar di Piala Dunia 2002. Hal yang sama ia lihat ketika Hiddink mengatasi isu gap antar warna kulit di timnas Belanda tahun 1996. Pengalaman hidup Hiddink sebelum melatih juga cukup menarik. Ia pernah bekerja sebagai guru olahraga di sekolah anak-anak yang nakal. Ini juga yang membuat kemampuannya terasah kala menangani pemain-pemain bengal dan bermasalah di lapangan. Suara yang mendukung Abramovich mempermanenkan Guus Hiddink sebagai manajer permanen Chelsea diungkapkan salah satunya oleh Glenn Hoddle. Ia berpendapat bahwa Hiddink adalah orang yang tepat. Mengetahui seluk belum tim, berpengalaman, serta terbukti bisa mengangkat Chelsea. “Ini tentang mengendalikan sepakbola dan Hiddink adalah yang terbaik. Dia mengendalikan klub. Jika ia melakukan yang terbaik dan memenangkan Champions League, mengapa anda harus menggantinya?,” ujar Hoddle kepada Standard. Mantan anak didiknya di timnas Belanda, Clarence Seedorf, juga mengiyakan kemampuan Hiddink dalam menangani tim, terutama mental pemain. Pemain yang memenangi tiga gelar Liga Champions dengan klub berbeda ini berujar, “Beliau adalah manajer hebat dan itu selalu menjadi kekuatannya.” “Beliau sangat hebat berhadapan dengan momen tekanan dan memotivasi tim,” tambah pemain yang menjadi bagian dimana Belanda berhasil mencapai semifinal Piala Dunia 1998. Melihat kemampuannya dalam menaikkan moral tim, bukan hal yang aneh melihat Hiddink bisa “menyelamatkan” Chelsea musim ini. Sejak menangani Chelsea kedua kalinya, Hiddink membawa Chelsea tak terkalahkan 10 laga beruntun di liga domestik. Diego Costa tentunya merasakan dampak signifikan. Kesulitan mencetak gol dan malah banyak membuat pusing Mourinho, ketajaman Costa kembali sejak Chelsea ditangani Hiddink. Ini bukti sahih kemampuan Hiddink memotivasi pemain. Begitu pula dengan beberapa pilar Chelsea lainnya seperti Eden Hazard dan Cesc Fabregas yang performanya berangsur-angsur membaik. Dengan langkah yang pasti, Chelsea pun kembali ke treknya. Posisi mereka membaik di liga domestik, melaju ke babak selanjutnya di Piala FA, dan masih memiliki peluang di Liga Champions musim ini. Dan bukan tidak mungkin Hiddink mengulang momen manisnya bersama Chelsea kala meraih kesuksesan memboyong trofi Piala FA seperti masa pertamanya di Chelsea musim 2009. Saat itu, ia sampai dihadiahi John Terry dan Frank Lampard kaos penuh tanda tangan pemain serta jam tangan Rolex, padahal ia tidak biasa menggunakan jam tangan. “Saya tidak biasa memakai jam tangan, tapi untuk yang satu ini, akan saya pakai,” ujarnya kala itu di ruang ganti saat perayaan juara. [caption id="attachment_198308" align="alignnone" width="494"]
![Hiddink di masapertamanya menjaadi manajer interim Chelsea membawa gelar FA Cup 2009](http://panditfootball.com/wp-content/uploads/2016/02/05275F79000005DC-0-Hiddink_centre_seen_in_2009_after_winning_the_FA_Cup_at_Wembley_-a-11_1450468988948.jpg)