Wilayah Asia Tenggara menjadi salah satu kawasan paling potensial bagi sepakbola untuk hidup dan berkembang. Selain karena populasi manusia di kawasan yang mencakup wilayah Indochina dan Semenanjung Malaya itu mengisi sekitar 10 persen dari total penduduk Bumi, gairah terhadap sepakbola di kawasan tersebut pun sangat luar biasa.
Bukti dari tingginya animo masyarakat Asia Tenggara terhadap sepakbola bisa dilihat dari seringnya kesebelasan top dunia untuk beruji tanding dalam tur pra musim mereka di kawasan Asia Tenggara. Negara seperti Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Singapura menjadi yang paling sering dikunjungi.
Memang benar kalau gairah sepakbola di kawasan Asia Tenggara sangat luar biasa, namun yang menjadi persoalan, besarnya antusias masyarakat Asia Tenggara terhadap sepakbola belum berjalan lurus dengan prestasi yang dicapai. Dalam 50 tahun terakhir, belum ada perwakilan Asia Tenggara yang bermain di Piala Dunia. Jangankan bermain di ajang sekelas Piala Dunia, untuk bersaing bersama tim-tim sekelas Jepang, Korea Selatan, atau bahkan Arab Saudi di Piala Asia pun mereka kerap kali koyak.
Melihat fakta tersebut tampak adanya kemunduran secara prestasi yang dialami oleh negara-negara di Asia Tenggara. Sebab, dahulu kala negara asal Asia Tenggara dipandang sebagai salah satu kekuatan besar sepakbola Asia. Bahkan di ajang Piala Dunia sekalipun, Asia Tenggara pernah mengirim Indonesia sebagai satu-satunya wakil mereka pada penyelenggaraan tahun 1938 di Perancis. Tercatat Indonesia juga menjadi tim Asia pertama yang berlaga di Piala Dunia.
Namun saat itu Indonesia tampil dengan nama Hindia Belanda, karena Indonesia masih dalam cengkeraman kolonialisme Belanda. Kiprah Indonesia atau Hindia Belanda di Piala Dunia 1938 tak terlalu cemerlang, Indonesia tidak bisa berbicara banyak, lantaran mereka langsung kalah enam gol tanpa balas dari Hungaria di pertandingan pertama.
Saat itu Piala Dunia masih menggunakan sistem gugur, sehingga Indonesia gagal menapaki langkah yang lebih jauh di ajang tersebut. Setelah merdeka pada 1945 dan mengubah nama menjadi Indonesia, FIFA memutuskan bahwa Indonesia menjadi penerus Hindia Belanda.
Setelah Indonesia, tidak ada lagi negara asal Asia Tenggara yang berkiprah di Piala Dunia. Hingga menjelang perhelatan Piala Dunia 2018, wakil Benua Asia di turnamen empat tahunan itu di dominasi negara-negara dari kawasan Asia Timur dan Barat. Hal tersebut terjadi lantaran negara-negara asal Asia Tenggara kesulitan bersaing, khususnya di babak kualifikasi sebagai penentu kontestan di Piala Dunia.
Sebenarnya kalau melihat kiprah tim-tim asal Asia Tenggara di turnamen level Asia, pencapaiannya tidak buruk-buruk amat di masa lampau. Artinya mereka masih bisa bersaing sengit, contohnya pada Piala Asia 1968. Saat itu, Myanmar yang kala itu masih bernama Burma mampu melaju ke babak final dan mengunci posisi runner-up. Empat tahun kemudian, Thailand berhasil menembus babak semifinal dan menduduki posisi tiga di Piala Asia 1972.
Namun setelah adanya penambahan kuota peserta, prestasi dari negara Asia Tenggara di Piala Asia cenderung menurun. Ada banyak faktor yang sebenarnya cukup memengaruhi, salah satunya gejolak politik dan ekonomi dalam negeri serta konflik yang sering terjadi medio 1960an dan 70an.
Saat sebagian besar negara-negara Asia Tenggara tengah dihadapkan pada gejolak politik dan ekonomi dalam negeri, negara-negara di kawasan Asia lain justru membuat terobosan untuk meningkatkan prestasi sepakbola mereka. Hasilnya mulai terlihat pada tahun 1994, saat Arab Saudi berhasil menembus babak 16 besar Piala Dunia 1994. Itu menjadi prestasi tertinggi negara Asia di ajang Piala Dunia.
Kemajuan kembali ditunjukkan oleh Korea Selatan pada Piala Dunia 2002, saat mereka menjadi tuan rumah bersama Jepang, Korea Selatan berhasil menembus babak semifinal, namun mereka kalah dari Jerman 0-1, dan akhirnya harus puas menempati posisi empat setelah pada babak perebutan tempat ketiga mereka kembali menelan kekalahan dari Turki.
Meski prestasi Korea Selatan di tahun 2002 lalu belum lagi bisa diulang tim asal Asia di Piala Dunia, namun secara keseluruhan bahwa sepakbola Asia telah mengalami yang namanya kemajuan pesat, di tambah dengan banyaknya pemain-pemain asal Asia yang berkiprah bersama tim-tim elit Eropa. Namun di balik semua kemajuan yang ditunjukkan sepakbola Asia, secara kasat mata negara-negara asal Asia Tenggara seperti tidak memiliki kontribusi apapun dalam kemajuan tersebut.
Berlanjut ke halaman dua, tentang peningkatan kualitas sepakbola Asia Tenggara yang mulai terlihat
Lanjutan dari halaman sebelumnya
Peningkatan Kualitas Sepakbola Asia Tenggara Mulai Terlihat
Tapi jangan dulu bersikap skeptis dan menganggap kalau peluang negara Asia Tenggara untuk berprestasi di ajang Piala Dunia sudah tertutup. Memang untuk berprestasi di Piala Dunia agak merupakan hal yang sulit untuk diwujudkan, namun untuk lolos ke Piala Dunia, harapannya sangat terbuka lebar. Peluang tersebut bisa diambil di Piala Dunia 2026, FIFA menambah kuota peserta menjadi 48 tim. Artinya dari jumlah tersebut Benua Asia memiliki kuota sekitar 8,5 peserta, dari yang asalnya hanya 4,5 saja.
Memang penambahan kuota tersebut tak menjamin akan adanya satu wakil dari Asia Tenggara yang lolos otomatis ke Piala Dunia. Semua tetap harus melalui proses kualifikasi, kecuali kalau di Piala Dunia tersebut satu negara di Asia tenggara menjadi tuan rumah. Sebab dengan bertambahnya kuota, akan banyak negara di Asia yang juga akan berusaha keras meraih satu tempat di Piala Dunia. Kasarnya, persaingan akan semakin sengit untuk menuju pentas Piala Dunia.
Beberapa negara Asia Tenggara menyadari potensi tersebut, Thailand salah satunya. Untuk menyukseskan tujuan tampil di Piala Dunia, program jangka panjang untuk melakukan pembinaan kepada pemain yang tujuannya adalah lolos ke Piala Dunia 2026 sudah dilakukan dalam beberapa tahun ke belakang.
Selain itu, sejak tahun 2007 Federasi Sepakbola Thailand, FAT, juga melakukan terobosan dengan mengembangkan potensi pelatih-pelatih muda, peningkatan mutu fasilitas sepakbola, dan lain sebagainya.
Secara prestasi, Thailand menunjukkan perkembangan yang signifikan. Di ajang Kualifikasi Piala Dunia 2018, mereka menjadi satu-satunya negara asal Asia Tenggara yang mencapai tahap akhir kualifikasi. Meski gagal lolos, namun itu adalah sebuah kemajuan yang harus dipertahankan. Apalagi dengan sokongan proyek jangka panjang pada pembinaan pesepakbola muda yang mereka lakukan.
Baca Juga: Ambisi Thailand Sudah Bukan Lagi Prestasi di Asia Tenggara
Sebenarnya bukan hanya Thailand yang saat ini tengah menunjukkan keseriusan terhadap pembinaan pemain muda. Vietnam juga menaruh perhatian terhadap hal tersebut. Sejak tahun 2007 lalu Federasi Sepakbola Vietnam melakukan kerjasama dengan salah satu kesebelasan Liga Primer Inggris, Arsenal, dalam upaya peningkatan pembinaan pemain muda.
Hasilnya bisa terlihat dari keberhasilan mereka menjadi satu-satunya wakil Asia di ajang Puala Dunia U-20 2017 di Korea Selatan. Selain itu pemain-pemain muda berbakat bermunculan. Salah satunya Luong Xuan Truong yang pernah berkarier di Korea Selatan bersama Incheon United dan sekarang menjadi bagian dari Gangwon FC. Lalu, Nguyen Cong Phuong yang juga saat ini bermain untuk Mito Hollycock di tingkat kedua kompetisi sepakbola Jepang.
Dari sini, mungkin bisa disimpulkan bahwa ada dua negara asal Asia Tenggara yang berpotensi menembus Piala Dunia pada 2026 nanti. Thailand dan Vietnam sama-sama melakukan pembinaan pemain muda secara serius, Thailand memiliki program jangka panjang, Vietnam juga harus bisa konsisten mengembangkan bakat-bakat pemain muda mereka.
Hal yang tak jauh berbeda juga dilakukan Myanmar dan Kamboja. Federasi Sepak Bola Myanmar baru-baru ini membuka akademi sepak bola nasional di Yangon karena negara tersebut juga melakukan perencanaan jangka panjang.
Sementara Kamboja, saat ini memang belum terlalu terlihat hasil dari pembinaan pemain muda yang mereka lakukan, selain kehadiran Chan Vattanaka yang bisa berkiprah di divisi tiga Liga Jepang bersama Fujieda MYFC. Namun bila pembinaan pemain muda yang mereka lakukan bisa dikembangkan secara berkala dan serius bukan tidak mungkin, Kamboja bisa bertransformasi menjadi kekuatan besar di Asia Tenggara atau bahkan Asia.
Baca Juga: Kamboja Akan "Mengalah" Sekarang untuk Menang di Masa Depan
Tujuan dari pengembangan pemain muda sendiri sebenarnya adalah upaya untuk mengejar ketertinggalan kualitas dari negara-negara Asia lainnya. Artinya, dari proses tersebut mereka bertujuan untuk menempatkan diri di antara elit Asia, sehingga generasi masa depan dapat mewujudkan ambisi yang lebih tinggi, semisal tampil di Piala Dunia.
Bagaimana dengan Indonesia?
Dibandingkan dengan empat negara yang telah disebutkan di atas, populasi penduduk di Indonesia terhitung lebih banyak dengan jumlah kurang lebih 250 juta jiwa. Di atas kertas, dengan jumlah penduduk paling banyak di antara negara kawasan Asia Tenggara lainnya, Indonesia seharusnya bisa jauh lebih berprestasi lagi.
Peluang bagi Indonesia untuk mengembangkan sepakbola demi kemajuan prestasi masih sangat terbuka lebar. Indonesia juga bisa dibilang saat ini masih terus berbenah. Namun beberapa hal masih menjadi kendala, khususnya pengembangan pemain muda. Sebenarnya upaya tersebut sudah dilakukan, dengan mewajibkan seluruh kontestan di Liga 1 Indonesia 2017 untuk memainkan pemain di bawah usia 23 tahun. Memang beberapa pemain berhasil terjaring ke timnas U-22 yang berlaga di SEA Games, namun itu semua belum cukup untuk membuat Indonesia berprestasi.
Mungkin ada cara lain juga yang bisa dilakukan oleh PSSI sebagai induk Federasi sepakbola di Indonesia, salah satunya mungkin bisa meniru Thailand dengan menggelar kompetisi sepakbola usia dini dari level level U10 dan U13 yang merupakan sinkronisasi dari kompetisi U15, U17, dan U19 yang sudah lama dijalankan Thailand. Selain itu, perbaikan dan pengembangan infrastruktur sepakbola di Indonesia juga perlu lebih ditingkatkan. Mengingat, infrastruktur sepakbola di Indonesia masih belum terlalu menunjang.
Jadi, ada banyak hal sebenarnya yang masih harus dilakukan Indonesia untuk meningkatkan prestasi mereka. Sebab Indonesia sudah punya modal dengan potensi pemain-pemain yang berkualitas secara individu. Jadi, Indonesia berhasil melakukan terobosan untuk meningkatkan kualitas sepakbola mereka, bukan tidak mungkin Indonesia bisa meraih prestasi yang jauh lebih tinggi di masa depan. Bahkan lolos ke Piala Dunia melalui jalur kualifikasi pun, akan sangat memungkinkan.
Sumber: These Football Times
Foto: PanditFootbal, Istimewa