Array
(
[article_data] => Array
(
[artikel_id] => 213146
[slug] => https://panditfootball.com/cerita/213146/PFB/191207/gara-gara-black-friday-corriere-dello-sport-disanksi-as-roma-dan-ac-milan
[judul] => Gara-gara Black Friday, Corriere dello Sport Disanksi AS Roma dan AC Milan
[isi] =>
Sehari setelah perayaan Thanksgiving di Amerika Serikat, pusat perbelanjaan di Negeri Paman Sam itu mengadakan diskon besar-besaran. ‘Black Friday’ atau Jumat Hitam, begitu mereka menyebutnya. Hal ini sudah menjadi tradisi sejak 1952. Namun, seiring perjalanan waktu Black Friday tak hanya dirayakan di Amerika Serikat. Hari yang disebut sebagai awal dari musim berbelanja menjelang Natal itu dirayakan juga oleh berbagai belahan dunia.
Black Friday 2019 jatuh pada tanggal 29 November, pada hari yang sama saya ingat melihat berbagai toko di sebuah pusat perbelanjaan bilangan Cibubur, Jawa Barat, menutup tempat mereka lebih awal. Bukan karena produk yang dijual sudah habis. Melainkan untuk membatasi jumlah pengunjung yang masuk ke toko. Mereka merayakan Black Friday dan mengadakan diskon besar-besaran layaknya di Amerika Serikat.
Sudah satu minggu berlalu sejak Black Friday 2019 berlangsung. Akan tetapi hal itu tetap berhasil menarik perhatian. Kali ini giliran Italia yang digegerkan Black Friday. Bukan karena diskon besar-besaran. Namun karena terminologi tersebut digunakan oleh Corriere dello Sport untuk mengulas pertandingan antara Inter Milan lawan AS Roma yang berlangsung pada Hari Jumat waktu setempat (Sabtu dini hari di Indonesia).
“Lukaku dan Smalling, mantan rekan satu tim di Manchester United kini adalah idola untuk kesebelasan masing-masing, Inter Milan serta AS Roma. Mereka akan bertemu dengan pertaruhan besar: Scudetto dan Liga Champions,” tulis Corriere dello Sport menjelaskan judul ‘Black Friday’ yang mereka gunakan dengan memampangkan gambar Romelu Lukaku dan Chris Smalling di halaman utama.
Smalling dan Lukaku memang sedang panas di Italia. Lukaku mencetak 10 gol dalam 14 pertandingan Serie-A bersama Inter Milan. Sementara Smalling berperan krusial di lini belakang AS Roma. Bahkan terlibat dalam dua dari tiga gol Giallorossi saat mereka bertemu Brescia (24/11). Penampilan Smallng bersama AS Roma bahkan kabarnya membuat Manchester United ingin untuk membawa di pulang dari Ibu kota Italia.
Akan tetapi, keputusan Corriere dello Sport untuk menggunakan terminologi ‘Black Friday’ membuat ulasan itu terlihat rasis. “Halaman utama Corriere sangat mengejutkan. Mereka menyebut pertemuan Lukaku dan Smalling sebagai Black Friday,” tulis Andrew Cesare dari ESPN FC. Mungkin Corriere dello Sport tidak bermaksud untuk melakukan hal berbau rasis. Mungkin mereka hanya berusaha mengaitkan kultur populer ke dalam tulisan tersebut. Namun, Dan Cancian dari Guardian merasa tidak demikian.
“Halaman utama Corriere dello Sport bukan masalah selera yang rendah atau salah pengertian. Ini jauh lebih buruk dari itu. Tapi tidak mengherankan juga jika melihat Serie-A musim ini. Ada kelompok ultras [Brescia] yang mendukung suporter tim lain [Hellas Verona] setelah menghina pemain mereka [Mario Balotelli]. Ada juga pengamat yang mengatakan bahwa cara untuk menghentikan Lukaku adalah dengan memberikannya pisang,” jelas Cancian.
Menanggapi kontroversi yang mereka ciptakan, Corriere dello Sport merasa tidak bersalah. “Itu hanya sekedar judul biasa. Namun diracuni oleh orang-orang beracun. Mereka menularkan racun ke dalam judul tersebut. Padahal Roberto Perrone (penulis artikel) sudah memberikan argumentasi sempurna. Kami menggunakan judul itu untuk memberi pujian kepada keberagaman yang ada. Merasa bangga atas hal tersebut,” jelas Editor Corriere dello Sport Ivan Zazzaronni.
Black Friday adalah terminologi yang pertama digunakan di Amerika Serikat. Negeri Paman Sam juga punya terminologi lain untuk keturunan Afrika-Amerika, sesuatu yang sering terdengar di lagu rap. Penjelasan Zazzaroni itu seakan seperti mengatakan bahwa mereka boleh menggunakan terminologi tersebut karena memiliki niat baik. Padahal, Eminem sekalipun tidak menggunakan terminologi tersebut. Mengutip Joyner Lucas, “When we use it, we know that`s just how we greet each other. And when you use it, we know there`s a double meaning under”.
Lagipula Black Friday adalah terminologi yang digunakan untuk merayakan hari diskon besar-besaran di berbagai pusat perbelanjaan. Bukan untuk merayakan keberagaman. Jelas Corriere dello Sport sudah keluar dari konteks. Lukaku dan Smalling pun tidak tinggal diam. “Dibandingkan fokus ke pertandingan antara kedua tim, Corriere dello Sport memilih judul terbodoh yang pernah saya lihat selama menjadi pesepakbola. Kalian hanya membangun atmosfer negatif dan rasisme,” tulis Lukaku di sosial medianya.
“Saya hanya ingin fokus untuk pertandingan besok. Saya sadar bahwa apa yang terjadi pagi ini adalah sebuah kesalahan dan sangat tidak peka dengan situasi. Saya berharap editor yang bertanggung jawab atas artikel tersebut sadar bahwa mereka dapat mempengaruhi banyak orang dengan kata-kata yang diterbitkan,” kata Smalling.
“Sebagai warga Italia saya merasa malu membaca hal seperti itu. Saya tidak mau membicarakannya. Rasisme adalah masalah besar dan kita seperti hidup di 1920. Ini jelas adalah masalah budaya,” tambah perwakilan Lukaku, Federico Pastorello.
Sikap Corriere dello Sport yang keras kepala akhirnya pun menerima konsekuensi. AS Roma melarang Corriere dello Sport untuk ada di fasilitas latihan mereka sepanjang 2019. Mereka juga menarik semua pemain dari kegiatan media yang melibatkan Corriere dello Sport. Padahal Corriere dello Sport adalah media yang berbasis di Kota Roma. Bukan hanya AS Roma yang memberi sanksi ini kepada Corriere dello Sport. Rival sekota Inter, AC Milan juga menerapkan hal yang sama.
[gambar] => https://panditfootball.com/images/large/Serie%20A/2019-2020/Lukaku%20e%20Smalling%20-%20Sempre%20Milan.jpeg
[tanggal] => 07 Dec 2019
[counter] => 3.358
[penulis] => Adrie
[penulis_foto] => https://panditfootball.com/images/large/2022/Agustus%202022/Logo-transparent.png
[penulis_slug] => https://panditfootball.com/profil/adrieedu
[penulis_desc] =>
[penulis_initial] =>
[kategori_id] => 392
[kategori_name] => Cerita
[kategori_slug] => cerita
[kategori_url] => https://panditfootball.com/kategori/cerita
[user_url] =>
[user_fburl] =>
[user_twitterurl] =>
[user_googleurl] =>
[user_instagramurl] =>
)
[tags] => Array
(
[0] => stdClass Object
(
[artikel_id] => 213146
[tag_id] => 22
[tag_name] => Serie A
[tag_slug] => serie-a
[status_tag] => 2
[hitung] => 429
)
[1] => stdClass Object
(
[artikel_id] => 213146
[tag_id] => 71
[tag_name] => Inter Milan
[tag_slug] => inter-milan
[status_tag] =>
[hitung] => 184
)
[2] => stdClass Object
(
[artikel_id] => 213146
[tag_id] => 150
[tag_name] => Italia
[tag_slug] => italia
[status_tag] =>
[hitung] => 253
)
[3] => stdClass Object
(
[artikel_id] => 213146
[tag_id] => 314
[tag_name] => ac milan
[tag_slug] => ac-milan
[status_tag] =>
[hitung] => 217
)
[4] => stdClass Object
(
[artikel_id] => 213146
[tag_id] => 784
[tag_name] => AS Roma
[tag_slug] => as-roma
[status_tag] =>
[hitung] => 161
)
[5] => stdClass Object
(
[artikel_id] => 213146
[tag_id] => 1095
[tag_name] => Romelu Lukaku
[tag_slug] => romelu-lukaku
[status_tag] =>
[hitung] => 16
)
[6] => stdClass Object
(
[artikel_id] => 213146
[tag_id] => 2939
[tag_name] => Chris Smalling
[tag_slug] => chris-smalling
[status_tag] =>
[hitung] => 12
)
[7] => stdClass Object
(
[artikel_id] => 213146
[tag_id] => 12871
[tag_name] => Corriere Dello Sport
[tag_slug] => corriere-dello-sport
[status_tag] => 1
[hitung] =>
)
[8] => stdClass Object
(
[artikel_id] => 213146
[tag_id] => 12872
[tag_name] => Black Friday
[tag_slug] => black-friday
[status_tag] => 1
[hitung] =>
)
[9] => stdClass Object
(
[artikel_id] => 213146
[tag_id] => 12873
[tag_name] => Thanksgiving
[tag_slug] => thanksgiving
[status_tag] => 1
[hitung] =>
)
)
[related_post] => Array
(
[0] => Array
(
[artikel_id] => 4236
[slug] => https://panditfootball.com/cerita/4236/PFB/140411/bocah-kolombia-ini-menangis-terharu-saat-bertemu-falcao
[judul] => Bocah Kolombia Ini Menangis Terharu Saat Bertemu Falcao
[isi] => Falcao memang masih diragukan untuk tampil di Piala Dunia nanti, terkait cedera ligamen yang dideritanya. Striker tim nasional Kolombia tersebut cedera saat membela Monaco di Liga Prancis.
Meski masih menjalani terapi agar mempercepat penyembuhan lututnya di kota Madrid, Falcao masih menyempatkan diri bertemu penggermarnya.
Bocah asal Bogota Kolombia yang akhirnya berhasil bertemu dengannya memang bukan sembarangan, melainkan penggemar berat yang memiliki lebih dari 130 foto dan kliping koran terpajang di dinding kamarnya.
Berkat bantuan Revel Foundation, bocah 13 tahun bernama Michael Steven akhirnya meledak tangisnya saat bertemu langsung dengan sang idola. Kerasnya tangis seru sempat membuat heran anak - anak lain yang memang juga berkesempatan bertemu dengan El Tigre.
Pada akhir pertemuan tersebut Steven juga sempat memegang lutut Falcao sambil mendoakan agar dirinya dapat sembuh dengan cepat. Steven berharap agar di Piala Dunia nanti negaranya Kolombia dapat diperkuat mantan striker Atletico Madrid tersebut.
Falcao memang belum dapat dipastikan pulih total saat Piala Dunia nanti. Namun dokter yang menanganinya, Jose Carlos Noronha optimis kesembuhan Falcao dapat terjadi lebih cepat.
Get well soon El Tigre!
[video id="SHYpZoNLV9o" site="youtube"][/video]
(amp)
[gambar] => http://www.panditfootball.com/wp-content/uploads/2014/04/falcao.jpg
[tanggal] => 11 Apr 2014
[counter] => 2.619
[penulis] => PanditFootball
[penulis_foto] => https://panditfootball.com/assets/images/logo/Logo-transparent.png
[penulis_slug] => https://panditfootball.com/profil/PanditFootball
[penulis_desc] => Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis sepakbola, baik Indonesia maupun dunia. Analisis yang dilakukan meliputi analisis pertandingan, taktik dan strategi, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya. Keragaman latar belakang dan disiplin ilmu para analis memungkinkan PFI untuk juga mengamati aspek kultur, sosial, ekonomi dan politik dari sepakbola. Akun twitter: @panditfootball contact: redaksi@panditfootball.com
[penulis_initial] => PND
[kategori_id] => 392
[kategori_name] => Cerita
[kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/cerita
)
[1] => Array
(
[artikel_id] => 1930
[slug] => https://panditfootball.com/cerita/1930/PFB/140201/kisah-bir-dan-sepakbola-ala-papua
[judul] => Kisah Bir dan Sepakbola ala Papua
[isi] =>
Oleh: Paul Cumming
"Pak Paul! Pak Paul!" Terdengar teriakan keras dari lantai atas sebuah hotel di Bekasi. Mulanya saya masih mengabaikan teriakan itu. Tapi intonasi teriakan itu membuat saya sedikit panik. Lalu terdengar lagi teriakan yang lebih jelas: "Pak Paul! Adolof, Pak Paul!"
"Hah Adolof?" Saya baru sadar. Di depan seluruh pemain Perseman Manokwari yang sedang bersiap-siap berangkat ke stadion, ternyata ada satu pemain yang belum muncul. Pemain itu adalah Adolof Kabo. Saya refleks memijit-mijit kening sembari bergumam: "Aduh Adolof!"
Adolof Kabo adalah pemain kunci Perseman Manokwari saat saya melatih di sana pada 1984-1986. Sebagai seorang striker, dia penyerang yang gol-golnya amat dibutuhkan. Tapi Kabo bukan sekadar goal-getter, dia juga nyawa tim. Dengan skill individunya, yang kadang kala membuatnya terlihat egois, Kabo sering meneror pertahanan lawan seorang diri. Bersama partnernya di lini depan, Elly Rumaropen, dan pemain tengah Yonas Sawor, Kabo bisa sangat percaya diri mengobrak-abrik pertahanan lawan. Nama-nama inilah yang berhasil membawa Perseman sampai ke grand-final Divisi Utama Perserikatan 1986 menghadapi Persib Bandung.
Maka ketika saya sadar Adolof tak terlihat bersama rekan-rekannya, ditambah teriakan panik dari lantai atas, saya merasa gelisah bukan main. Padahal sebentar lagi kami harus berangat ke stadion Bekasi untuk berjuang mati-matian melawan Perseden Denpasar. Pertandingan itu amat menentukan bagi kami untuk lolos ke Empat Besar Divisi Satu 1984 yang akan digelar Bandung.
"Aduh, Adolof ini kemana, yah?"
"Mungkin dia masih di warung?" salah seorang pembantu umum (kitman) mencoba menenangkan saya. Setelah ditunggu beberapa menit, Adolf tak kunjung datang. Imbasnya saya pun berkeringat dingin.
"Cari dia! Cepat! Cepat! Cepat! Tidak ada waktu lagi!," teriakan saya menyentak seluruh ruangan. Dua orang pembantu umum yang terlihat kebingungan langsung berlari keluar mencari Adolof ke warung-warung terdekat.
Beberapa menit kemudian mereka berhasil menemukan Adolof. Degup jantung saya pun sedikit mereda. Syukurlah! Tapi kegugupan saya belum hilang karena Adolof tiba dengan dipapah dua pembantu umum. Adolof berjalan sempoyongan. "Duh ternyata dia mabuk!" keluh saya dalam hati.
Lantas tiba-tiba dia langsung memeluk saya. "Saya minta maaf Paul, saya baru habis sepuluh botol besar," ucap Adolof sambil meringis dengan air mata berlinang. Tampaknya dia merasa sangat bersalah.
"Adolof masih bisa main?" saya tanya dia baik-baik.
"Bisa, Paul. Walaupun saya mabuk saya janji cetak gol dan kita akan menang dan saya janji saya tidak akan minum lagi sampai kita juara di Bandung!"
"Okay Adolof. Saya percaya sama Adolof. Sekarang cepat pakai kostum karena kami menunggu Adolof untuk ikut doa sebelum ke lapangan,"
Sampai ke stadion Adolof masih loyo, langkahnya masih gontai. Dia masih belum memisahkan dunia nyata dengan alam bawah sadarnya. Waktu pemanasan dia malah sempat dua kali jatuh terpeleset membuat orang terheran-heran melihatnya. Saya sedikit ragu kepada dia, tapi saya percaya janji Adolof pada saya. Karena itulah saya pasang dia sebagai starter. Intinya dia harus berjuang dari awal.
Degup jantung saya mengencang sepanjang pertandingan, terutama saat melihat Adolof Kabo di lapangan. Duh! Masalahnya selama pertandingan dia berlari agak miring dan oleng sempoyongan. Tanpa di-tekel atau di-body charge lawan pun Adolof beberapa kali jatuh karena keseimbangannya yang setengah sadar.
Tetapi siapa sangka tiba-tiba dia mencetak gol yang sangat spektakuler lewat shooting jarak jauh dari jarak 30 meter. Kami pun menang 1-0 hingga bisa lolos ke 4 Besar di Bandung. Kejadian ini tak pernah saya lupakan, karena baru pertama kalinya saya lihat orang setengah sadar bisa cetak gol.
Cerita kemudian berlanjut di Bandung. Sampai ke Bandung saya sangat kecewa karena oleh panitia kami dan tiga tim lainnya ditempatkan dalam satu barak militer yang sama. Saya langsung melarang pemain turun dari bus. PS Bengkulu juga menolak tinggal di komplek militer itu dan memilih sebuah hotel yg sangat mewah.
Panitia marah-marah kepada saya, tetapi saya jelaskan kalau tim saya dari PSAD (Persatuan Sepakbola Angkatan darat) saya pasti setuju di situ, tapi kami tim bola sipil bukan militer. Mendengar alasan itu mereka panggil saya "Cowboy Cumming" .
Saya tak peduli omelan itu karena sesuai dengan prinsip saya kalau sebuah tim mau berhasil harus dalam keadaan gembira. Tinggal di barak militer, kami tentu tak akan gembira. Beruntung akhirnya kami dapat tempat di Balai Latihan Departemen Tenaga Kerja, di mana situasi sangat kondusif apalagi masyarakat disitu sangat-sangat ramah.
Bagi saya, bermain bola dengan kegembiraan, dengan hati yang senang, adalah kunci untuk memunculkan permainan maksimal anak-anak Perseman. Sepakbola adalah kebahagiaan, kesenangan, dan suka cita. Jika bermain dengan tertekan, sukar akan mendapatkan hasil yang diinginkan.
Ternyata kegembiraan suasana selama di situ membuat hasil yang positif dan Perseman keluar sebagai juara. Asal tahu saja, sebelum babak empat besar, semua pemain termasuk Adolof berjanji untuk tidak minum alkohol sampai kami menerima trofi juara Divisi Satu. Saya sudah bilang sama mereka, "Kalau kalian janji tidak minum sampai kita juara, malam setelah juara kalian bebas dan boleh minum sepuas-puasnya."
Dan ternyata janji itu mereka penuhi. Maka sesudah mengalakan PS Bengkulu 3-1 di final. Mereka langsung menagih janji itu. Saya menepati janji saya untuk membiarkan mereka larut dalam pesta pora.
Lanjut ke halaman berikutnya
Lanjutan dari halaman sebelumnya
Besoknya pagi-pagi saya sudah gelisah di hotel. Beberapa jam sebelum ke stasiun untuk pulang, para pemain masih banyak yang hilang entah ke mana. Untungnya beberapa mahasiswa asal Papua membantu kami mencari pemain di tempat-tempat hiburan. Beruntung sebelum kereta berangkat ke Jakarta semua pemain sudah ada di atas kereta walaupun sebagian dari mereka masih kurang sadar!
Melihat mereka saya tak pernah marah, saya tahu bahwa bir dan sepakbola di Papua memang sulit dipisahkan. Saran saya kepada pelatih yang hendak melatih klub-klub Papua harus mengerti masalah itu. Jika mau berhasil turuti saran saya itu. Soalnya amat jarang pemain Papua yang tidak suka minum, karena itu sudah bagian dari tradisi di sana.
Saya masih ingat ketika Adolof dikirim ke Brasil oleh PSSI. Sesudah agak lama di Brasil dia kembali ke Manokwari. Setelah sampai di Manokwari dia langsung mendatangi saya yang waktu itu sedang memimpin latihan Perseman di lapangan Borassi.
Ketika saya sedang asyik-asyik di tepi lapangan tiba-tiba saja Adolof berlari dan memeluk saya. Langsung saya tanya dia tentang pengalaman dia selama di Brasil. Maksud saya bertanya soal ilmu sepakbola yang dia dapat disana. Tapi jawabannya ternyata berbeda. Adolof malah menjawab dengan senyum khasnya "Aduh Paul! Bir di Brasil tidak enak!"
"Aduh Adolof!"
Ada juga cerita lucu lainnya. Saat itu Perseman sedang berlaga di Divisi Utama Perserikatan tahun 1985.
Waktu itu tiba-tiba saja Solichin GP (Ketua umum Persib Bandung) membuat acara makan bersama antara pemain Persib dan Perseman Manokwari di restoran Lembur Kuring Senayan. Saya pikir acara itu adalah acara permintaan maaf Solihin kepada saya, mengingat sebelumnya dia pernah meminta PSSI untuk mendeportasi saya hanya gara-gara Jonas Sawor mendorong Adjat Sudrajat ketika Persib jumpa Perseman di putaran 12 besar
Dalam acara makan-makan tersebut, pihak Persib amat sangat ramah. Entah itu taktik atau apa, yang jelas para pemain Perseman diberikan masing-masing 5 botol bir besar. Para pemain Persib tak lama-lama di sana mereka pulang duluan. Tapi Pemain Perseman tetap di tempat karena botol-botol yang ada belum habis.
"Alamak!" mereka lupa bahwa para pemain Persib cepat-cepat pulang karena keesokan harinya akan melawan Persija Jakarta. Dan yang lebih parahnya lagi, sebelum Persib bertanding di Stadion Senayan malam hari, sorenya Perseman harus melawan PSP Padang.
Kalau tidak salah, gara-gara pesta itu, banyak pemain yang mabuk berat dan begadang sampai pagi. Ada berapa pemain inti tidak bisa turun, termasuk Adolof karena cedera. Mau tak mau saya menurunkan pemain pas-pasan, apalagi banyak di antara mereka masih di bawah pengaruh alkohol. Beruntung Sem Aupe mampu menggantikan posisi Adolof sebagai striker dengan baik.
Pertandingan berjalan lancar dengan semangat tinggi. Hanya waktu istirahat di ruang ganti saya tidak memberikan intruksi kepada mereka. Sebagian pemain memilih tidur dan harus dibangunkan lagi untuk babak kedua. Meski terlelap sebentar, Perseman di luar dugaan menang 2-1.
---------------------------------------------------
Catatan editor:
Dalam naskah buku yang akan terbit [Persib Undercover: Kisah-kisah yang Terlupakan] yang disusun oleh Aqwam Fiazmi Hanifan, ada kisah tambahan yang menarik mengenai Perseman dan bir yang tak sempat dikisahkan Paul di tulisannya ini. Wawancara Aqwam dengan Achwani, Sekretaris Umum Persib di saat Persib bertemu Perseman di Grand Final Divisi Utama 1986, menjelaskan bagaimana Persib dengan cerdik menggunakan kebiasaan minum pemain Perseman ini.
Menurut Achwani, salah seorang pengurus diberi tugas untuk memancing para pemain Perseman keluar dari kamar hotel untuk ditraktir minum sepuasnya di salah satu bar. "Saya diberi tugas untuk kasih mereka berkrat-krat bir supaya mereka mabuk berat dan tak tidur, ternyata benar saja, ternyata di malam itu misi saya sukses, mereka mabuk dan sama sekali tak istirahat, padahal besoknya mau bertanding lawan Persib," ucap Achwani.
Hal ini diakui oleh Paul Cumming. Ia mengakui kelemahannya anak asuhnya selalu dimanfaatkan oleh lawan, hampir semua lawan Perseman, bukan hanya Persib.
Dalam laporan Pikiran Rakyat edisi 19 Januari 1985, Adolf Kabo mengakui bahwa minum-minum adalah tradisi yang biasa mereka lakukan bersama rekan-rekannya. Saat itu Perseman baru saja bertanding melawan PSMS dengan skor akhir 1-1. Saat berbicara pada wartawan ketika itu, Adolf sempat memperlihatkan tumpukan kaleng bir. [@zenrs]
Penulis adalah mantan pelatih sepakbola di berbagai klub Indonesia. Kini bergabung dengan Pandit Football Indonesia sebagai penulis tamu. Akun twitter @papuansoccer
image by:
travelpapua.blogspot.com
perseman-manokwari.jimdo.com
[gambar] => https://panditfootball.com/images/attach/perseman-1986-adolf-kabo-cs.jpg
[tanggal] => 01 Feb 2014
[counter] => 115.704
[penulis] => PanditFootball
[penulis_foto] => https://panditfootball.com/assets/images/logo/Logo-transparent.png
[penulis_slug] => https://panditfootball.com/profil/PanditFootball
[penulis_desc] => Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis sepakbola, baik Indonesia maupun dunia. Analisis yang dilakukan meliputi analisis pertandingan, taktik dan strategi, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya. Keragaman latar belakang dan disiplin ilmu para analis memungkinkan PFI untuk juga mengamati aspek kultur, sosial, ekonomi dan politik dari sepakbola. Akun twitter: @panditfootball contact: redaksi@panditfootball.com
[penulis_initial] => PND
[kategori_id] => 392
[kategori_name] => Cerita
[kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/cerita
)
)
[prev_post] => Array
(
[artikel_id] => 213144
[slug] => https://panditfootball.com/article/show/fpl-football-culture/213144/PFB/191207/pemain-spekulatif-fpl-panditfootball-gameweek-16
[judul] => Pemain Spekulatif FPL PanditFootball: Gameweek 16
[isi] =>
Setelah sebelas pemain sudah kami rekomendasikan, ada empat nama pemain cadangan yang sifatnya spekulatif yang bisa kalian miliki, masing-masing satu dari setiap posisi. Terlepas dari formasi inti yang digunakan, kami memberikan rekomendasi cadangan dengan format tetap: satu kiper, satu bek, satu gelandang, dan satu penyerang. Sehingga perlu penyesuaian jika ingin memakainya secara keseluruhan di tim FPL sebenarnya.
Pekan lalu, hanya Joao Moutinho, pemain spekulatif dari kamiyang berhasil berperstasi lewat satu asis yang ia berikan.
Meski demikian, kami kembali memilihkan pemain spekulatif untuk GW16 ini. Jika kalian benar-benar percaya dengan kemampuan scouting kami, tidak ada salahnya memasukkan mereka ke dalam susunan sebelas pemain utama, bukan di bangku cadangan. Tapi, ya, namanya juga spekulatif, ya, jadi belum tentu sukses.
Apa Itu Pemain Spekulatif?
Jika kalian baru pertama kali membaca serial artikel pemain spekulatif FPL kami, perlu kami jelaskan terlebih dahulu.
Kriteria pemilihan pemain spekulatif pada artikel kami cukup sederhana, yaitu pemain yang dimiliki dengan kisaran 5.0%+ atau ke bawah.
Pemilihan pemain berkategori spekulatif dapat dibutuhkan jika para manajer FPL berniat mengejar poin lawan di mini-league. Pemain-pemain seperti ini bisa menjadi pembeda yang membuat tim manajer FPL mendapat poin tanpa tersaingi banyak manajer lain.
Tapi penamaan spekulatif juga bukan tanpa alasan, karena memilih pemain dengan kepemilikan rendah membuat manajer FPL kesulitan bersaing jika para pemain dengan angka kepemilikan tinggi meraih poin besar. Jika kalian adalah seorang risk taker, maka artikel ini akan cocok untuk kalian.
Paulo Gazzaniga(Tottenham Hotspur)Harga: £4.5Kepemilikan: 4.1%
Kiper pengganti sementara Hugo Lloris ini cukup menarik perhatian kami setiap gameweeknya. Meski belum mencatatkan nirbobol di empat pertandingan terakhir, Gazzaniga sering kali menjadi aktor penting lewat penyelamatan yang ia lakukan. Total ada 16 kali penyelamatan yang ia lakukan dalam empat gameweek terakhir. Di GW16 ini peluangnya untuk mecatatkan nirbobol cukup terbuka melihat Burnley yang tidak banyak melepaskan tembakan di empat gameweek terakhir.
Di GW15 lalu ia berhasil mencatatkan nirbobol di akhir pertandingan. Menghadapi Southampton nampaknya Newcastle nampaknya akan kebobolan, tapi Willems punya potensi untuk bisa memberikan poin lebih. Dalam enam pertandingan terakhir, ia telah meraih 31 poin FPL dan itu merupakan poin tertinggi di antara para pemain Newcastle lainnya.
James Ward-Prowse (Southampton)Harga: £5.9Kepemilikan: 2.0%
Dalam tiga pertandingan terakhir, James Ward Prowse terus memberikan kontribusi bagi lini serang Southampton. Pemain muda Inggris tersebut telah memberikan dua gol dan satu asis untuk Southampton. Ward-Prowse juga merupa set piece takers dari Southampton, ia bisa saja kembali mencetak gol lewat tendangan bebas seperti yang ia lakukan kalah mencetak gol ke awang Arsenal dan Watford.
Neal Maupay adalah senjata rahasia dari lini depan Brighton & Hove Albion. Baru diturunkan di babak kedua saat Brighton mencuri tiga poin di kandang Arsenal membuat ia akan sangat bugar kala menghadapi Wolverhampton di GW16 ini. Neal Muapay juga tebilang cukup produktif kala bermain di kandang sendiri, dari tujuh laga, ia telah mencetak tiga gol.
***
Berikut rekapitulasi artikel tim unggulan dari PanditFootball untuk GW16:
Kiper dan Bek Unggulan FPL PanditFootball: Gameweek 16
Salam panah hijau dan semoga mendapatkan poin di atas rata-rata.
Harga pemain, angka kepemilikan, dan status pemain akurat per 6 Desember 2019.
[gambar] => https://panditfootball.com/images/large/FPL%202019-2020/087_FITUR_SPEKULATIF.jpg
[tanggal] => 07 Dec 2019
[counter] => 3.006
[penulis] => M. Rifky Herlanda P.
[penulis_foto] => https://panditfootball.com/images/large/2022/Agustus%202022/Logo-transparent.png
[penulis_slug] => https://panditfootball.com/profil/rifky
[penulis_desc] =>
[penulis_initial] => RFH
[kategori_id] => 151
[kategori_name] => Fantasy Premier League
[kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/fpl-football-culture
)
[next_post] => Array
(
[artikel_id] => 213147
[slug] => https://panditfootball.com/article/show/pandittv/213147/PFB/191206/comeback-dramatis-inter-milan-atas-as-roma-di-piala-super-italia-2006
[judul] => Comeback Dramatis Inter Milan Atas AS Roma di Piala Super Italia 2006
[isi] =>
Inter Milan dan AS Roma memiliki cerita sejarah panjang pada pertemua keduanya. Meski bukan rival utama, pertandingan yang mempertemukan kedua klub seringkali membuahkan kisah sejarah yang menarik untuk diceritakan.
Salah satunya terjadi pada tahun 2006 saat keduanya bertemu di laga Piala Super Italia. Ketika itu, Inter Milan selaku juara Liga Italia musim sebelumnya, bertemu dengan AS Roma selaku juara Coppa Italia. Inter Milan yang ditangani Roberto Mancini sedang menjadi penguasa sepakbola Italia dengan berhasil menjadi juara Serie A 5 musim berturut-turut sejak musim 2005/06 sampai 2009/10.
Pertandingan berlangsung Stadion San Siro Milan di hadapan lebih dari 45 ribu penonton. AS Roma memulai pertandingan dengan 3 gol cepat di menit 18, 25, dan 34. Inter hanya mampu membalas 1 gol melalui Patrick Vieira di menit ke-44 dan menutup babak pertama dengan tertinggal 1-3. Di babak kedua, permainan anak asuh Roberto Mancini semakin membaik. Hernan Crespo kembali memperkecil ketinggalan di menit ke-65 dan Patrick Vieira menyamakan kedudukan di menit ke-74.
Skor akhir babak kedua 3-3 dan pertandingan dilanjutkan ke babak perpanjangan waktu. Di babak perpanjangan waktu Inter Milan terus menekan hingga akhirnya mendapatkan pelanggaran di depan kotak penalti AS Roma. Tendangan bebas yang dieksekusi oleh Luis Figo di menit ke-95 tidak dapat diantisipasi kiper AS Roma saat itu, Doni. Inter akhirnya keluar sebagai pemenang dalam laga Piala Super Italia tersebut dengan kemenangan 4-3.
VIDEO: Comeback Dramatis Inter Milan atas AS Roma di Piala Super Italia 2006
Sehari setelah perayaan Thanksgiving di Amerika Serikat, pusat perbelanjaan di Negeri Paman Sam itu mengadakan diskon besar-besaran. ‘Black Friday’ atau Jumat Hitam, begitu mereka menyebutnya. Hal ini sudah menjadi tradisi sejak 1952. Namun, seiring perjalanan waktu Black Friday tak hanya dirayakan di Amerika Serikat. Hari yang disebut sebagai awal dari musim berbelanja menjelang Natal itu dirayakan juga oleh berbagai belahan dunia.
Black Friday 2019 jatuh pada tanggal 29 November, pada hari yang sama saya ingat melihat berbagai toko di sebuah pusat perbelanjaan bilangan Cibubur, Jawa Barat, menutup tempat mereka lebih awal. Bukan karena produk yang dijual sudah habis. Melainkan untuk membatasi jumlah pengunjung yang masuk ke toko. Mereka merayakan Black Friday dan mengadakan diskon besar-besaran layaknya di Amerika Serikat.
Sudah satu minggu berlalu sejak Black Friday 2019 berlangsung. Akan tetapi hal itu tetap berhasil menarik perhatian. Kali ini giliran Italia yang digegerkan Black Friday. Bukan karena diskon besar-besaran. Namun karena terminologi tersebut digunakan oleh Corriere dello Sport untuk mengulas pertandingan antara Inter Milan lawan AS Roma yang berlangsung pada Hari Jumat waktu setempat (Sabtu dini hari di Indonesia).
“Lukaku dan Smalling, mantan rekan satu tim di Manchester United kini adalah idola untuk kesebelasan masing-masing, Inter Milan serta AS Roma. Mereka akan bertemu dengan pertaruhan besar: Scudetto dan Liga Champions,” tulis Corriere dello Sport menjelaskan judul ‘Black Friday’ yang mereka gunakan dengan memampangkan gambar Romelu Lukaku dan Chris Smalling di halaman utama.
Smalling dan Lukaku memang sedang panas di Italia. Lukaku mencetak 10 gol dalam 14 pertandingan Serie-A bersama Inter Milan. Sementara Smalling berperan krusial di lini belakang AS Roma. Bahkan terlibat dalam dua dari tiga gol Giallorossi saat mereka bertemu Brescia (24/11). Penampilan Smallng bersama AS Roma bahkan kabarnya membuat Manchester United ingin untuk membawa di pulang dari Ibu kota Italia.
Akan tetapi, keputusan Corriere dello Sport untuk menggunakan terminologi ‘Black Friday’ membuat ulasan itu terlihat rasis. “Halaman utama Corriere sangat mengejutkan. Mereka menyebut pertemuan Lukaku dan Smalling sebagai Black Friday,” tulis Andrew Cesare dari ESPN FC. Mungkin Corriere dello Sport tidak bermaksud untuk melakukan hal berbau rasis. Mungkin mereka hanya berusaha mengaitkan kultur populer ke dalam tulisan tersebut. Namun, Dan Cancian dari Guardian merasa tidak demikian.
“Halaman utama Corriere dello Sport bukan masalah selera yang rendah atau salah pengertian. Ini jauh lebih buruk dari itu. Tapi tidak mengherankan juga jika melihat Serie-A musim ini. Ada kelompok ultras [Brescia] yang mendukung suporter tim lain [Hellas Verona] setelah menghina pemain mereka [Mario Balotelli]. Ada juga pengamat yang mengatakan bahwa cara untuk menghentikan Lukaku adalah dengan memberikannya pisang,” jelas Cancian.
Menanggapi kontroversi yang mereka ciptakan, Corriere dello Sport merasa tidak bersalah. “Itu hanya sekedar judul biasa. Namun diracuni oleh orang-orang beracun. Mereka menularkan racun ke dalam judul tersebut. Padahal Roberto Perrone (penulis artikel) sudah memberikan argumentasi sempurna. Kami menggunakan judul itu untuk memberi pujian kepada keberagaman yang ada. Merasa bangga atas hal tersebut,” jelas Editor Corriere dello Sport Ivan Zazzaronni.
Black Friday adalah terminologi yang pertama digunakan di Amerika Serikat. Negeri Paman Sam juga punya terminologi lain untuk keturunan Afrika-Amerika, sesuatu yang sering terdengar di lagu rap. Penjelasan Zazzaroni itu seakan seperti mengatakan bahwa mereka boleh menggunakan terminologi tersebut karena memiliki niat baik. Padahal, Eminem sekalipun tidak menggunakan terminologi tersebut. Mengutip Joyner Lucas, “When we use it, we know that`s just how we greet each other. And when you use it, we know there`s a double meaning under”.
Lagipula Black Friday adalah terminologi yang digunakan untuk merayakan hari diskon besar-besaran di berbagai pusat perbelanjaan. Bukan untuk merayakan keberagaman. Jelas Corriere dello Sport sudah keluar dari konteks. Lukaku dan Smalling pun tidak tinggal diam. “Dibandingkan fokus ke pertandingan antara kedua tim, Corriere dello Sport memilih judul terbodoh yang pernah saya lihat selama menjadi pesepakbola. Kalian hanya membangun atmosfer negatif dan rasisme,” tulis Lukaku di sosial medianya.
“Saya hanya ingin fokus untuk pertandingan besok. Saya sadar bahwa apa yang terjadi pagi ini adalah sebuah kesalahan dan sangat tidak peka dengan situasi. Saya berharap editor yang bertanggung jawab atas artikel tersebut sadar bahwa mereka dapat mempengaruhi banyak orang dengan kata-kata yang diterbitkan,” kata Smalling.
“Sebagai warga Italia saya merasa malu membaca hal seperti itu. Saya tidak mau membicarakannya. Rasisme adalah masalah besar dan kita seperti hidup di 1920. Ini jelas adalah masalah budaya,” tambah perwakilan Lukaku, Federico Pastorello.
Sikap Corriere dello Sport yang keras kepala akhirnya pun menerima konsekuensi. AS Roma melarang Corriere dello Sport untuk ada di fasilitas latihan mereka sepanjang 2019. Mereka juga menarik semua pemain dari kegiatan media yang melibatkan Corriere dello Sport. Padahal Corriere dello Sport adalah media yang berbasis di Kota Roma. Bukan hanya AS Roma yang memberi sanksi ini kepada Corriere dello Sport. Rival sekota Inter, AC Milan juga menerapkan hal yang sama.