Cara Mudah dan Murah Menjadi Pemilik Klub Sepakbola

Cara Mudah dan Murah Menjadi Pemilik Klub Sepakbola
Font size:

Bekas pemilik klub Reading, Anton Zingarevich, menjual 51% sahamnya dengan harga satu poundsterling! Ini adalah buntut dari kegagalan Reading  promosi ke Premier League musim depan.

Membeli klub sepakbola memang amat beresiko. Ancaman kerugian akan selalu mendera sepanjang waktu. Contohnya tentu saja Anton Zingarevich. Ia telah menginvestasikan 25 juta pounds, tapi malah memiliki hutang hingga 38 juta pounds dan harus dibayar sesegera mungkin. Penjualan klub dengan harga yang murah, bisa diartikan sebagai rasa frustasi sang pebisnis asal Rusia ini. Jika ada yang berminat membeli Reading, sang pemilik baru nantinya harus membayar hutang klub sebesar 38 juta poundsterling. Dan juga ditambah biaya pajak sebesar 3,2 juta poundsterling. Zingarevich telah menginvestasikan dana sebesar 25 juta poundsterling ketika mengambil alih kepemilikan klub dari pemilik sebelumnya, Sir John Madejski, pada Januari 2012. Sejumlah pengusaha asal India dan Israel dikabarkan berminat untuk mengambil alih Reading, dan siap untuk membayar seluruh hutang klub. Siapapun tentu akan kaget dengan nilai penjualan yang hanya satu poundsterling. Namun, dengan embel-embel kepemilikan hutang yang mencapai 38 juta pounds, membuat penjualan ini menjadi wajar. Tidak sulit untuk menemukan motif mengapa Zingarevich menjual Reading. Ia sudah enggan untuk rugi lebih banyak lagi. Pasalnya, dengan gagalnya Reading naik kasta,  akan memupus penghasilan minimal 63 juta pounds di musim depan. Lalu, bagaimana caranya memiliki klub sepakbola dengan cara yang mudah dan murah? Belilah bersama-sama. Sayangnya, di Liga Primer Inggris, belum begitu jamak dengan sistem ini. Kepemilikan klub umumnya masih dikuasai oleh satu orang atau satu kelompok usaha yang bersifat tertutup. Padahal, operator Liga Inggris telah memastikan bahwa mereka bersifat netral dan terbuka terhadap berbagai model kepemilikan klub. Lain di Inggris, lain lagi di Spanyol. Terdapat empat klub yang memiliki sistem kepemilikan model asosiasi. Pemilik klub tidak lain adalah anggota asosiasi klub itu sendiri, atau dengan kata lain dimiliki oleh suporter. Para pemilik klub ini dinamakan “Socios” dan  memiliki andil untuk memilih presiden klub. Barcelona menjadi yang terbanyak dengan 180 ribu socios, diikuti oleh Real Madrid 70 ribu socios, Athletic Bilbao 35 ribu socios, dan Osasuna 15 ribu socios. Manajemen klub mesti mendapat persetujuan dari para socios ketika membuat anggaran belanja klub. Ini membuat klub tidak bisa sewenang-wenang dalam menggunakan uangnya, sehingga kondisi finansial klub dapat tetap sehat. Kepemilikan Klub Berbasis Suporter di Jerman Model kepemilikan klub di Liga Jerman dikenal dengan sebutan “50+1”. Aturan ini memungkinkan suporter untuk memiliki klubnya. Aturan ini dapat mencegah terbentuknya kepemilikan tertutup seperti di Liga Inggris. Dengan aturan ini, dimungkinkan penempatan elemen suporter di manajerial klub. Artinya, pemilik swasta hanya dapat memiliki 49 persen saham klub. Pengecualian dibuat bagi Bayer Leverkusen yang dimiliki perusahaan farmasi Bayer, dan VFL Wolfsburg yang dimiliki Volkswagen. Press Officer DFL, Eckart Gutschmidt, berpendapat jika sebuah perusahaan mendukung klub sepakbola sekurang-kurangnya 20 tahun, mereka bisa memeroleh saham mayoritas klub tersebut. “Perusahaan telah membuktikan kepada fans bahwa mereka mau mengambil resiko dengan memiliki klub dan menanganinya secara serius,” jelasnya. Aturan 50+1 ini berbeda di satu klub dengan lainnya. Ini terkait dengan keaktifan suporter terhadap klub itu sendiri. Ada yang aktif dan sukarela membantu klub, namun ada pula yang belum memiliki waktu untuk mengurus klub. oleh karenanya, sumbangsih suporter klub di Liga Jerman dapat berdampak pada kelangsungan klub itu sendiri. Ini juga membuat adanya timbal balik antara klub dengan suporter. Dengan harga tiket yang jauh lebih murah ketimbang Liga Inggris, Bundesliga, berdasarkan data ESPN, mencatatkan rata-rata penonton di stadion sebanyak 43.497 di musim 2013-14. Bandingkan saja dengan Liga Inggris yang hanya  menyedot 36.657, atau Liga Spanyol 27.053, dan Liga Italia  yang hanya dotonton oleh 22.297 pasang mata saja. Selain itu, jika dibandingkan dengan tiga liga tersebut, klub-klub Bundesliga mencatatkan diri sebagai klub dengan rataan harga tiket terendah, yakni 10 poundsterling. Ya, harga rataan tiket di Bundesliga jauh lebih murah jika dibandingkan dengan rataan harga tiket Liga Italia (14 poundsterling), ataupun La Liga (24 poundsterling), terlebih jika dibandingkan dengan rataan harga tiket Liga Inggris (28 poundsterling). Kebijakan ini bisa diartikan sebagai campur tangan suporter dalam menentukan harga tiket. Sungguh jauh berbeda jika melihat di Inggris, terutama di Manchester. Fans Manchester United sempat kesal karena klub menaikkan tiket masuk stadion. Kekesalan ini bukan karena mereka enggan membayar tiket yang lebih mahal, tapi karena keuntungan United, sebagian besar digunakan untuk membayar hutang-hutang sang pemilik, Malcolm Glazer. Dengan dimiliki oleh suporter, keuntungan klub baik dari pendapatan tiket masuk, sponsorship, maupun dari ikatan komersial lain, dapat dialirkan kelangsungan hidup klub. Membangun akademi, atau membangun stadion baru misalnya. FC United of Manchester Bukan, ini bukan klub peraih 20 gelar Liga Inggris yang terkenal itu. FC United of Manchester (FCUM) merupakan klub yang sepenuhnya dijalankan oleh suporter. Klub ini berdiri pada 2005 yang merupakan bentuk protes atas kepemilikan mayoritas saham Manchseter United oleh Malcolm Glazer. Di awal pembentukannya, lebih dari 4 ribu orang mendonasikan uangnya untuk FCUM. Klub pun memiliki dana sebesar 100 ribu poundsterling sebagai modal awal. Siapapun dapat menjadi pemilik klub dengan membayar 10 poundsterling. Setiap anggota hanya memiliki satu suara. Uang yang mereka donasikan, tidak memengaruhi jumlah suara. Uniknya, meski memungut biaya tahunan dari anggota, tapi sedapat mungkin menghindari komersialisasi. Dampaknya adalah mereka tidak memperkenankan adanya logo sponsor di kaos klub. Ini dilakukan sebagai semangat dari pembentukan klub itu sendiri yang tanpa memperhitungkan profit dalam pelaksanaannya. Klub juga akan memaksimalkan pemain muda dan pemain lokal Manchester. Penjualan merchandise klub sepenuhnya dialokasikan untuk klub. Meski terdengar begitu idealis, tapi FCUM ini tidak main-main dalam mengembangkan klub. Sejak bergabung dengan Liga Inggris pada musim 2005-06, prestasi mereka terus menanjak. Dari strata 10 Liga Inggris, mereka hanya membutuhkan waktu empat tahun untuk bertengger di Northern Premier League Division, divisi tujuh Liga Inggris. Pada musim lalu, mereka bahkan hampir promosi ke divisi enam. Sayangnya, mereka mereka gagal. Karena raihan poin mereka  terpaut satu poin dari pemuncak klasemen. Keseriusan FCUM juga ditunjukkan dengan niat mereka untuk membangun stadion sendiri. Saat ini mereka masih ikut di kandang FC Bury, Gigg Lane. Pada 2010 mereka berencana membangun stadion berkapasitas 5 ribu orang di Newton Heath. Namun, pemerintah kota Manchester hanya memperkenankan pembangunan di area Broadhurst Park, Moston. FCUM adalah salah satu bentuk kepemilikan klub sepakbola, yang murah dan mudah. Para pemilik diajarkan untuk tidak menuntut keuntungan karena semangat pembentukan klub adalah melawan pemilik kakak tuanya, Manchester United. Memiliki klub sepakbola memang penuh tantangan. Dalam dunia bisnis, terkenal ungkapan “Jangan takut ambil resiko”. Dalam sepakbola, ungkapan tersebut tidak sepenuhnya benar. Jika resiko kerugian sudah di depan mata, menjual klub dengan harga paling murah sekalipun adalah jalan keluarnya. Anda bisa menjadi pemilik Barcelona, dengan iuran 2,5 juta rupiah per tahun. Anda memang tidak mendapat apa-apa, tapi Anda dapat memilih presiden klub dan menyetujui anggaran belanja klub. Jika terlalu mahal, Anda dapat menjadi bagian dari penolakan sejumlah suporter MU terhadap Malcolm Glazer, dengan mendonasikan 10 poundsterling per tahun untuk FCUM. Di sana, Anda akan diajarkan bagaimana melawan komersialisasi  sepakbola dan mengalirkan seluruh keuntungan komersial untuk klub. Atau pilihan terakhir, Anda bisa membeli klub divisi dua Liga Inggris, Reading, yang seharga nasi Padang itu, dengan tanggungan utang 38 juta poundsterling. Mudah dan murah, bukan?     Sumber gambar: telegraph.com [fva]    
55 % Warga Brasil Berharap Negara Mereka Gagal di Piala Dunia
Artikel sebelumnya 55 % Warga Brasil Berharap Negara Mereka Gagal di Piala Dunia
Mengenal Sistem Co-Ownership di Italia
Artikel selanjutnya Mengenal Sistem Co-Ownership di Italia
Artikel Terkait