Font size:
Nada sumbang terdengar saat Liverpool mendapatkan Mario Balotelli dengan nilai transfer 16 juta poundsterling dari AC Milan. Pertanyaan demi pertanyaan mulai mengalir, apa sebenarnya motif Liverpool mendapatkan penyerang timnas Italia di Piala Dunia 2014 tersebut?
Bukankah Balotelli dikenal sebagai “Si Pembuat Onar”. Lagipula, gaya bermainnya tak cocok diterapkan di Anfield. Jangankan menggantikan peran Luis Suarez, beradaptasi bersama The Reds pun, ia masih disangsikan.Baca juga ulasan mengenai bagaimana caranya agar Balotelli bisa menanjak kembali performanya di depan gawang: Biarkan Balotelli Mengambil Tendangan Penalti.Selasa (28/10) malam, Balotelli (akhirnya) mencetak golnya yang kedua bagi Liverpool di pertandingan kompetitif. Meskipun demikian, ia belum pernah mencetak satu gol pun di pertandingan liga. Satu gol iacetak di Piala Liga, dan satu lagi di Liga Champions. Pertanyaan yang sama masih saja menggelayut, terutama bagi sebagaian fans Liverpool: mengapa perjalanan karir striker yang sering bertingkah aneh tersebut mesti berakhir di Anfield. Tak sampai akhir memang, tapi setidaknya menetap untuk beberapa saat. Pembelian Balotelli sebenarnya tak bisa dilepaskan dari dijualnya Luis Suarez ke Barcelona. Pemain timnas Uruguay tersebut selain dihukum FIFA dan memiliki catatan buruk soal gigit menggigit, nilai transfernya pun dianggap sedang mencapai puncak. Itu pula yang membuat Liverpool tenang-tenang saja menjual Suarez. Sayangnya, secara taktikal, kepindahan Suarez menjadi sebuah kehilangan yang sulit tergantikan. Benar, Liverpool mendapatkan dana segar 65 juta pounds. Uang sebesar itu, dapat dimanfaatkan untuk menambal sektor lain, seperti yang dilakukan Southampton misalnya pada musim ini. Berapa sih harga striker muda? Paling mahal juga 10 juta pounds. Nilai sebesar itu nantinya akan digunakan sebagai investasi seandainya Liverpool butuh dana segar. Dengan catatan pemain tersebut bersinar seperti yang diharapkan. Apa yang terjadi di London Utara, sebenarnya mesti menjadi pengingat tegas bagi Liverpool. Bagaimana Tottenham seolah kesulitan mengganti peran Gareth Bale yang dijual hampir 100 juta pounds ke Real Madrid. Christian Eriksen bukanlah pemain yang setipe dengan Bale di mana mampu mengontrol bola dari belakang hingga kotak penalti lawan, lalu mencetak gol. Setidaknya, Liverpool sudah diperingatkan. Tapi mereka tak mendengar. Liverpool bukanlah Real Madrid yang mampu membeli James Rodriguez untuk mengisi pos Mesut Oezil dan Angel Di Maria sekaligus. Bayern Munich punya Robert Lewandowski dan Mario Goetze yang bisa mengganti peran Mandzukic dan Toni Kroos. Tentu saja, Liverpool juga bukan Chelsea yang “berinvestasi” di Atletico dengan memulangkan Thirbaut Cortouis untuk “menegur” Petr Cech yang tanpa saingan, serta membeli Diego Costa yang membuat Fernando Torres menyingkir ke AC Milan. Liverpool bukanlah klub yang dikenal boros dan sesuka hati mereka dalam mengeluarkan uang untuk membeli pemain. Liverpool adalah salah satu klub yang sering mendapat pujian soal pembelian pemain. Mereka melakukannya berdasarkan analisis data komprehensif, ditambah dengan sejumlah pemandu bakat yang mengandalkan pengamatan dan insting. Mungkin banyak dari fans Liverpool yang tertawa sinis mengapa Luiz Felipe Scolari tak membawa Philipe Coutinho ke Brasil dan lebih memilih Bernard atau Hulk (jangan tertawa). Padahal, Coutinho adalah aset terbaik Liverpool bersama Jordan Henderson. Lagi-lagi, keduanya adalah hasil pengamatan yang matang sebelum ditarik ke Anfield. Musim ini, ada anggapan kalau Brendan Rodgers (atau manajemen) memilih untuk mendatangkan penyerang dengan tipe yang lebih bervariasi. Hal ini (rencananya) akan lebih memudahkan Rodgers dalam memasang taktik, tak terpaku pada satu skema saja. Lini serang Liverpool kini dihuni Lazar Markovic, Rickie Lambert, Adam Lallana, Fabio Borini, dan Daniel Sturridge. Adam Lallana memang bukan striker, tapi di Southampton perannya mirip dengan yang ditampilkan Michu di awal debutnya bersama Swansea City. Selain memberi umpan, Lallana pun turut aktif menyumbangkan gol. Dari nama-nama di atas, lewat formasi yang menggunakan satu striker, nama Markovic saja sudah cukup untuk dipasang. Atau kalau mau dua striker, duet Daniel Sturridge dan Fabio Borini bisa dipadukan. Atau, kalau melawan tim yang enggan menyerang, Rickie Lambert adalah ujung tombak yang bisa diandalkan. Pertanyaannya adalah mengapa dengan nama-nama di atas, Liverpool masih saja mendatangkan seseorang bernama Balotelli? Kenapa? Halaman Berikutnya: Memahami "Kegagalan" Balotelli dengan Konteks Rodgers adalah salah seorang pelatih yang menekankan permainan kolektif dengan kesatuan antar pemain di setiap lini, dan pergerakan pemain yang cair. Malah, Guardian menyebut Liverpool di bawah asuhan Rodgers adalah salah satu tim di Premier League yang menghabiskan banyak waktu di tempat latihan, hanya untuk mengasah skema permainan mereka. Nah, dengan pembelian Balotelli yang dianggap bermain suka-suka dia, tergantung bagaimana kondisi dan suasana hatinya, Liverpool dianggap berhadapan pada sebuah kesalahan. Balotelli dianggap sebagai pemain yang bermain untuk dirinya sendiri ketimbang untuk tim. Hal ini bertolak belakang dengan apa yang sebenarnya diinginkan fans: pengganti Suarez. Benarkah pembelian ini adalah sebuah kesalahan yang dilakukan tim pemandu bakat, dan pembaca data Liverpool? Tentunya tak demikian. Apa yang terlihat adalah penampilan secara visual. Balotelli, dibandingkan dengan striker lainnya, adalah penyerang dengan tingkat ketajaman yang tinggi. Sebelum bergabung dengan Liverpool, rataan gol Balo adalah 0,4 per pertandingan. Angka ini akan menakjubkan jika dilihat dari penampilannya per musim. Namun, ini pula yang memperlihatkan inkonsistensinya. Pada musim 2011/2012, ia bermain 23 kali bagi Manchester City dan mencetak 13 gol atau 0,5 gol per pertandingan. Catatan ini semakin bertambah spektakuler pada musim 2012/2013 di AC Milan. Ia mencetak 12 gol hanya dari 13 penampilan atau 0,9 gol per pertandingan! Inkonsistensi? Ya, pada musim 2012/2013 ia bermain 14 kali dan mencetak satu gol. Pada musim 2013/2014 ia bermain 30 kali dan mencetak 14 gol. Toh pembelian Balotelli juga bisa disebut beruntung karena tiga incaran Liverpool lainnya tak menunjukkan performa hebat di klub yang kini mereka bela. Alvaro Morata yang dibekap cedera sulit berdiri lebih tegak di Juventus. Ciro Immobile yang dibeli Borussia Dortmund pun belum menunjukkan penampilan yang terbilang fantastis. Kecuali Alexis Sanchez yang dibeli Arsenal. Apalagi jika rekan-rekannya bermain satu tingkat lebih baik, Sanchez kemungkinan menjadi penyerang yang ditakuti di Liga Inggris pada musim ini. Artinya, seorang pemain tidak akan memberi dampak instan bagi klub kecuali ia adalah Diego Costa, dan rekan-rekannya adalah Cesc Fabregas dan Nemanja Matic. Konteks inilah yang kerap kali diabaikan ketika orang-orang "mendakwa" Balotelli: apa yang bisa dia lakukan saat tim yang diperkuatnya memang punya persoalan yang lebih bersifat sistematis?
Simaklah juga argumentasi dari Kenny Dalglish kenapa dia selalu membela Balotelli. Alasan yang bisa dipertimbangkan untuk memahami konteks persoalan ini. Soal Dalglish yang Selalu Membela BalotelliKarena “kegagalan” ini, pembelian Balotelli lebih dianggap sebagai proyek “kesombongan” ketimbang pembelian yang menguntungkan secara taktikal di lapangan. Bagi manajemen, pembelian Balotelli adalah satu hal yang tepat. Pertama, ia masih muda (24 tahun). Kedua, ia selalu bermain di klub peringkat atas di liga. Ketiga, karena bermain di klub besar, ia memiliki pengalaman beradaptasi dengan tekanan yang diberikan. Jelas, di Liverpool ia tidak akan ditempatkan sebagai pemain yang menghangatkan bangku cadangan. Sebagai pemain inti, ia diharapkan mampu mengatasi semua tekanan yang ada di pundaknya, yang mana tak akan mampu diemban pemain muda lainnya. Manajemen, Rodgers, dan pemilik klub, berharap di usianya yang makin dewasa ini Balotelli dapat lebih bertanggung jawab dalam berperilaku dan lebih mengerti kalau ia tak bisa selamanya berperilaku aneh yang menganggap kalau dirinya sebagai pusat kehidupan klub. Jadi, percayakan saja semuanya pada Rodgers. Mungkin Liverpool tak akan juara tahun ini. Namun, mampu mengubah Balotelli menjadi pesepakbola hebat nantinya, adalah prestasi tersendiri, yang akan membantu Liverpool memiliki skuat yang layak untuk meraih juara. Sumber gambar: irishexaminer.com