Manchester City berbelanja pemain dengan sangat mahal di jendela transfer musim panas. Siapa yang mengira jika pembelian-pembelian yang berbau sepakbola bertahan (tiga bek sayap dan satu penjaga gawang) justru akan membuat mereka bisa mencetak 21 gol dalam enam pertandingan awal Liga Primer Inggris? Seolah ada jaminan Man City akan mencetak 3,5 gol di setiap pertandingannya.
Jangan kaget karena mereka membeli tiga bek sayap berkelas, yaitu Kyle Walker, Danilo, dan Benjamin Mendy. Ditambah dengan penjaga gawang Ederson, pengeluaran transfer mereka sudah melebihi 150 juta paun. Sementara Bernardo Silva, seorang winger, juga didatangkan dengan harga 43 juta paun.
Hal ini mereka lakukan karena Josep Guardiola juga melepas empat bek sayap mereka, yaitu Gaël Clichy, Bacary Sagna, Pablo Zabaleta, dan Aleksandar Kolarov. Sebaliknya, menjawab kenapa City berhasil mencetak banyak gol dengan pembelian pemain-pemain bertahan justru membuat kita sadar jika Guardiola benar-benar menuntut kontrol penuh dari para pemainnya.
Guardiola yang kita kenal memainkan sepakbola tiki-taka di Barcelona sudah berevolusi menjadi manajer yang lebih fleksibel di Bayern München dan Man City. Evolusi, sesuai namanya, adalah proses yang berjalan dengan sangat lambat. Maka dari itu, bagi kita mungkin tidak bisa melepaskan istilah tiki-taka dari Guardiola di Man City, meski pada kenyataannya tidak 100% serupa.
Bek sayap adalah pemain yang berperan sangat penting pada “sepakbola kontrol penuh” Pep. Satu pertanyaan lain yang timbul sebelum musim dimulai juga adalah: siapa yang akan menjadi penyerang utama Pep, Sergio Agüero atau Gabriel Jesus?
Untuk menjawab peran penting bek sayap dan juga pertanyaan penyerang utama Man City, Guardiola memiliki jawaban yang menyenangkan semua orang, yaitu formasi 3-5-2.
Formasi dan perubahan yang memfasilitasi “sepakbola kontrol penuh” Pep
Formasi 3-5-2 (kadang ditulis 3-1-4-2) berarti memiliki tiga bek tengah dan dua bek sayap. Anggap saja lima bek. Ditambah satu gelandang bertahan. Anggap saja jadinya enam bek. Wah, bagaimana bisa formasi "sedefensif" ini menghasilkan 21 gol dalam enam pekan pertandingan Liga Primer?
Baca juga: Potensi Man City yang Semakin Menyeramkan Sudah Terlihat
Formasi memiliki arti lebih dari sekadar angka-angka, terutama untuk Pep. Dengan formasi 3-5-2, bukan hanya ia menduetkan Agüero dan Jesus, tapi ia juga berhasil menekankan penegasannya kepada para bek sayapnya.
Selain itu, salah satu bek tengah termahal di dunia, John Stones, juga akhirnya bisa difasilitasi untuk menunjukkan potensinya sebagai jangkar di pertahanan Man City. Di saat yang bersamaan, Kevin De Bruyne dan David Silva dibiarkan bebas memainkan penyerangan yang cair di belakang duet Agüero dan Jesus.
Hal di atas pada akhirnya (setidaknya sejauh ini) bisa memuaskan semua pihak; semua pemain, pendukung Man City, penonton netral (karena sepakbola yang menghasilkan banyak gol), dan juga para manajer FPL (terutama karena tidak perlu menghadapi dilematisme Agüero-Jesus).
Agar lebih fleksibel, Guardiola beberapa kali sering membuat kesebelasannya memainkan formasi empat bek, baik 4-3-3 (sering juga disebut 4-1-4-1) atau 4-4-2, baik di tengah pertandingan maupun dari awal. Jika ia bermain dengan tiga penyerang (4-3-3), Raheem Sterling dan/atau Leroy Sané (juga Bernardo Silva jika sudah nyetel) akan menyediakan kecepatan dan kreativitas di wilayah yang lebih melebar.
Bahkan ketika kehilangan pemain (bermain dengan 10 pemain), Guardiola tetap menyetel kesebelasannya untuk menguasai bola, seperti yang ditunjukkan saat imbang 1-1 melawan Everton di pekan kedua Liga Primer, satu-satunya City gagal menang di liga sejauh musim ini.
Baca juga: Respons Taktik yang Baik dari 10 Pemain Man City
Saat itu Guardiola terus melakukan perubahan, dari mulai 3-1-4-1 dengan formasi berlian di belakang, sampai kemudian 4-1-3-1 yang membuat bentuk seperti empat berlian dari kiper (Ederson) sampai ke gelandang serang (Sterling).
Dengan rencana-rencana seperti ini, tidak heran Guardiola bisa membuat The Citizens menjadi kesebelasan yang paling ditakuti di Inggris dan juga Eropa. Jika tidak percaya, tanya saja kepada Jürgen Klopp yang kesebelasannya, Liverpool, dibantai 5-0.
Peran bek sayap sebagai kunci penguasaan bola dan penciptaan peluang
Salah satu hal yang membuat Guardiola dan Man City belum bisa dihentikan sejauh musim 2017/2018 ini adalah karena para bek sayapnya. Tapi kita biasanya penasaran, kenapa Guardiola sangat mengagungkan possession? Kemudian kenapa bek sayap sangat penting pada permainan bertipikal seperti ini?
Bersambung ke halaman berikutnya
Halaman kedua
Untuk memainkan “sepakbola kontrol penuh”, Guardiola membutuhkan dominasi penguasaan bola untuk memancing perubahan bentuk permainan lawan sekaligus menciptakan ruang.
Di sini lah bek sayap menjadi penting, karena baik saat memainkan skema tiga bek (3-5-2) atau empat bek (4-3-3), full-back City dituntut untuk naik dan turun pada skema tiga bek, serta bergerak aktif di area belakang pada skema empat bek.
Saat memainkan formasi tiga bek, Ederson atau Stones (bermain di bek tengah bagian sentral) menjadi pemain pertama yang menginisiasi penyerangan City. Tapi kemudian bek sayap yang berkualitas-lah yang menjadi nyawa filosofi “kontrol penuh” Guardiola. Dengan kedua bek sayapnya ini, City jadi bisa memainkan bola dari belakang ke depan, sekaligus menyediakan permainan melebar melalui posisi yang tinggi di lapangan lawan.
Saat bek sayap bermain melebar itu lah yang membuat De Bruyne dan Silva bisa tetap berada di wilayah sentral lapangan, sehingga mereka berdua sering menjadi pemain penghubung kepada para penyerang.
https://twitter.com/dexglenniza/status/912727798061473793
Sementara saat memainkan skema empat bek, kedua bek sayap bisa naik dan gelandang bertahan turun, sehingga kembali membentuk formasi tiga bek khusus ketika membangun serangan.
Di lain kesempatan, kedua bek sayap juga bisa bergerak ke area tengah lapangan untuk memenuhi istilah inverted full-back yang mulai terkenal musim lalu. Pada saat itu, Pep menyuruh bek sayapnya bergerak ke area tengah lapangan, di depan bek tengahnya bahkan kadang di depan gelandang bertahannya, untuk memfasilitasi dan memaksimalkan opsi operan dari belakang ke depan melalui bentuk berlian.
https://twitter.com/dexglenniza/status/912730224474730496
Ini juga yang menjadi alasan kenapa Pep menginginkan penjaga gawang yang bisa memainkan bola, sehingga ia bisa membangun serangan jauh dari belakang (bukan dari bek, tapi dari kiper). Sementara jika bek sayapnya terlalu ditekan oleh lawan, mereka bisa kembali bergerak ke sayap untuk menyediakan opsi operan, terutama dari penjaga gawang.
***
Untuk ukuran awal musim, Manchester City memiliki awal yang sangat menjanjikan. Mereka memuncaki klasemen liga, memuncaki catatan posession (rata-rata 64,7% dengan 81,3% di final third lawan), jumlah gol (21), asis (18), jumlah operan sukses (3.549), akurasi operan sukses (88,7%), big chance (14), menang duel udara (58,7%), peluang (membuat satu peluang setiap 4,8 menit), dan kebobolan paling sedikit (2 bersama United). Apa lagi yang kurang?
Dengan gaya permainan penguasaan bola yang mengontrol penuh pertandingan, Pep Guardiola menunjukkan permainan yang sangat cair yang bisa memuaskan seluruh pemain dan pendukungnya.
Ini masih jauh dari akhir musim, tentunya ada potensi kelemahan dari sistem ini yang bisa dieksploitasi oleh lawan, misalnya ketika ia memainkan garis pertahanan yang terlalu tinggi sehingga bisa sangat rentan terkena counter attack, apalagi ketika kedua bek sayapnya berada terlalu tinggi di daerah lapangan lawan.
Namun di samping itu semua, sangat menarik melihat pembangunan serangan pada permainan Man City. Tidak heran beberapa pandit sudah membicarakan gelar juara bagi Man City. Andaikan membicarakan gelar juara itu terlalu dini, tidak demikian dengan permainan yang menyenangkan dan penuh kontrol dari Guardiola. Man City sedang berevolusi bersama Guardiola, dan bek sayap memegang peranan penting pada evolusi ini.