Qatar kembali terancam batal menggelar perhelatan sepakbola empat tahunan Piala Dunia pada 2022 mendatang. Seperti yang diketahui, Qatar baru saja diboikot oleh beberapa negara Arab seperti Bahrain, Uni Emirat Arab, Arab Saudi hingga Mesir. Mereka kompak mengatakan Qatar diduga mendukung teroris radikal di Timur Tengah. Qatar sendiri menilai tuduhan mereka tidak berdasar dan menolak segala tuduhan mereka yang dianggap mendanai teroris radikal.
Karena boikot ini, keempat negara tersebut melarang warganya untuk bepergian ke Qatar. Maskapai penerbangan Uni Emirat Arab pun telah membatalkan seluruh penerbangannya ke Doha, Qatar. Media ternama, Al-Jazeera, juga sudah diboikot untuk tak lagi bertugas di negara tersebut.
Boikot yang dilakukan negara Arab ini dikhawatirkan akan mempengaruhi persiapan mereka menggelar Piala Dunia 2022. Namun, penunjukan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 memang sudah kontroversial sejak awal.
Pada 2014 lalu, FIFA menunjuk Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022. Namun, ada dugaan Qatar telah menyogok organisasi sepakbola dunia itu untuk memenangkan mereka sebagai tuan rumah. Selain itu, para pekerja stadion mengaku mendapat pelecehan dan dipaksa bekerja tanpa berhenti. FIFA pun juga terkena imbasnya karena ada indikasi korupsi dari para petingginya termasuk mantan presidennya sendiri, Sepp Blatter.
FIFA era Blatter memang dipenuhi kontroversi. Dugaan penggelapan pajak, penyogokan terutama soal bidding tuan rumah serta pencucian uang jadi tuduhan yang dilontarkan kepada FIFA saat itu. The Guardian pernah menyebut Blatter sebagai “diktator yang tidak membunuh”. FIFA dinilai hanya memikirkan kekuasaan tanpa memikirkan nasib sepakbola itu sendiri.
Baca juga: Ma-FI(F)A!
Lantas, bagaimana nasib Qatar setelah mendapat boikot tersebut? Dengan keempat negara yang telah memboikot itu, tentu ada kemungkinan mereka takkan berpartisipasi di Piala Dunia 2022 dan mungkin saja Qatar batal menggelar Piala Dunia. Namun, FIFA telah merilis pernyataan resmi mengenai status tuan rumah Piala Dunia 2022 dan masih akan membahas terkait segala kemungkinan yang akan terjadi.
"Panitia Penyelenggara Piala Dunia 2022, Qatar, dan komite utama sedang menangani isu ini bersama. Untuk saat ini, kami belum akan berkomentar lebih lanjut," ujar mereka singkat dilansir situs resmi FIFA.
Nasib penyelenggaraan Piala Dunia mereka pun kembali di ujung tanduk. Dengan Arab Saudi yang telah melarang seluruh akses dari darat, laut, maupun udara ke Qatar, ini tentu akan menyulitkan aspek transportasi dan akomodasi para peserta Piala Dunia. Artinya, dengan ditutupnya akses, mereka harus mencari akses lain yang juga berarti menghabiskan banyak waktu dan anggaran mereka untuk Piala Dunia. Badan sepakbola Asia, AFC, hingga kini belum berkomentar mengenai masalah ini
Di laga kualifikasi Piala Dunia 2018 sendiri, Qatar menyisakan tiga pertandingan lagi melawan Korea Selatan, Suriah dan Tiongkok. Mereka saat ini tenggelam di dasar klasemen Grup A mengemas 4 poin. Qatar mesti memenangkan semua sisa laga mereka jika paling tidak ingin lolos ke babak Play-off; di mana mereka juga kemungkinan bertemu Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Meski demikian, FIFA berharap masalah politik Qatar dengan negara tersebut bisa cepat selesai karena dari segi ekonomi itu akan sangat merugikan bagi Qatar. Diketahui, mereka telah berinvestasi lebih dari 150 miliar dolar untuk pembangunan infrastruktur dan jika gagal, ini juga akan memengaruhi reputasi Qatar di mata dunia.
"Satu hal yang pasti, Piala Dunia tak boleh digelar di negara yang mendukung terorisme. Masih ada waktu lima tahun lagi. Solusi politik saat ini harus didahulukan ketimbang memikirkan boikot itu," tegas Reinhard Grindel, presiden federasi sepakbola Jerman dan merupakan salah satu petinggi FIFA.
Bayern Muenchen juga sedikit terkena dampak dari masalah boikot Qatar. Pasalnya, mereka rutin menggelar kamp latihan di Qatar setiap jeda musim dingin. Mereka juga baru saja menandatangani kontrak baru dengan Qatar untuk kamp mereka. Hal ini rupanya sempat diprotes oleh penggemar mereka pada laga Bundesliga pada Februari lalu melawan Schalke. Saat itu, mereka mempertanyakan alasan Munchen terus bekerja sama dengan Qatar padahal menurut mereka pelatihan bisa dilakukan di negara lain, salah satunya Amerika Serikat.
"Saat ini, kami tak bisa menilai apa yang terjadi dengan situasi politik Timur Tengah dan boikot Qatar. Hal seperti ini masuk dalam kewenangan pemerintah Jerman dan kami akan berkomunikasi dengan mereka perihal urusan ini," ujarnya dalam sebuah pernyataan dilansir ESPN FC.
Komentar