Hidup Itu Lebih Aneh dari Sebuah Fiksi, Wayne Shaw

Cerita

by Redaksi 33 39481

Redaksi 33

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Hidup Itu Lebih Aneh dari Sebuah Fiksi, Wayne Shaw

"Hidup itu lebih aneh dari sebuah fiksi". Plesetan dari kutipan terkenal Mark Twain "Kebenaran itu lebih aneh dari sebuah fiksi" ini mungkin sekarang sedang terbayang di benak (mantan) penjaga gawang Sutton United, Wayne Shaw.

Sebelum menghadapi Leeds United dan Arsenal, Sutton United hanya dikenal sebagai kesebelasan yang tampil di kompetisi non-liga, tepatnya National League (kompetisi tingkat kelima di Inggris). Maka, tak heran, banyak pemain Sutton yang memiliki pekerjaan lain selain sebagai upaya mereka untuk tetap bisa melanjutkan hidup, begitu juga dengan Wayne Shaw. Sepakbola seolah hanya menjadi cara mereka menghabiskan akhir minggu, seperti halnya yang terjadi di San Marino.

Namun, entah kenapa, setelah melawan Arsenal di Piala FA (atau setelah melawan Leeds?), segalanya berubah untuk Sutton, juga untuk Shaw. Hidup, memang lebih aneh dari sebuah fiksi.

***

Sebelum pertandingan melawan Leeds United, semua tampak biasa-biasa saja untuk penjaga gawang berusia 45 tahun ini. Sutton hanyalah kesebelasan non-liga yang tidak menjadikan sepakbola sebagai sebuah cara mencari uang. Sepakbola hanya hobi, cara bersilaturahmi, sekaligus ajang melepas penat setelah sepekan bekerja.

Pun dengan Wayne Shaw. Menjaga Gander Green Lane, dan mengawasinya sehari-hari adalah pekerjaannya. Walau mungkin gajinya tidak sebesar apa yang didapat oleh pemain-pemain yang berlaga di kompetisi profesional, contohnya Liga Primer, Shaw tetap bahagia menjalani pekerjaannya sebagai penjaga Gander Green Lane. Menjaga kandang Sutton adalah kewajiban, menjadi penjaga gawang dalam pertandingan adalah cerita lain.

Apalagi ia pernah mengecewakan jajaran manajemen Sutton karena kedapatan berkelahi dengan suporter pada 2013 silam. Hal inilah yang membuat Shaw begitu tekun menjalani pekerjaannya. Memotongi rumput, serta membersihkan bangku cadangan di Gander Green Lane mungkin bisa dilihat sebagai bentuk balas budi Shaw untuk Sutton yang mau menerimanya kembali, selain penampilan yang mengesankan di atas lapangan.

Baca Juga: Membalas Budi Seperti Halnya Wayne Shaw

Tapi, sekali lagi, hidup itu lebih aneh dari sebuah fiksi. Sebelum pertandingan melawan Leeds, yang Shaw tahu mungkin hanya bagaimana caranya merawat rumput dan stadion supaya nyaman bagi tim tamu. Tugasnya sebagai penjaga stadion bisa menjadi gawat jika tim tamu kelak komplain akibat stadion yang tidak nyaman.

Namun yang terjadi justru melebihi ekspektasi dari Shaw. Leeds berhasil Sutton kalahkan, dan mereka berhasil masuk ke babak 16 besar Piala FA. Sejarah tercipta untuk Sutton, begitu juga bagi Shaw.

***

Seusai pertandingan melawan Leeds, semua terasa berbeda bagi Sutton dan juga Shaw. Sejarah yang mereka catatkan membawa sebuah publisitas baru ke Gander Green Lane. Semua yang berhubungan dengan Sutton menjadi sesuatu yang menarik untuk diperbincangkan kepada khalayak ramai. Kebiasaan mereka sebagai tim non-liga, yang mungkin sebenarnya sudah sering mereka lakukan, tiba-tiba menjadi pusat perhatian.

Apalagi mengingat mereka akan melawan Arsenal pada babak 16 besar, masyarakat pun entah kenapa menitipkan harapan kepada Sutton. Harapan agar mereka bisa melakukan giant killing, mengalahkan Arsenal, dan maju sejauh mungkin di babak 16 besar Piala FA bertebaran di langit-langit Gander Green Lane.

"Tumben. Kok, banyak wartawan yang datang, ya? Biasanya pas aku kerja kaya gini lapangan itu sepi dan tidak ada orang. Ah, mungkin karena Sutton masuk babak 16 besar Piala FA kali, ya?" bisik Shaw dalam hati kala ia sedang memotong rumput di Gander Green Lane. Pokoknya, segala kebiasaan mereka selalu mendapat perhatian lebih, baik dari media maupun masyarakat.

Awalnya hal ini adalah sebuah berkah tersendiri bagi Sutton. Jarang-jarang kesebelasan non-liga mendapatkan sorotan yang sebegitu banyaknya. Perlahan wajah-wajah pemain Sutton mulai muncul di koran-koran Inggris, termasuk wajah Shaw. Khusus untuk Shaw, perawakannya yang gendut dan chubby, membuatnya dengan segera menjadi headline di tiap-tiap koran.

"Wah, masuk koran lagi, nih. Syukurlah sekarang aku jadi orang terkenal," ucap Shaw pada suatu waktu, melihat potretnya sendiri di koran.

Shaw tidak tahu, bahwa perhatian berlebih dari semua kebiasaan yang sebenarnya sudah sering dilakukan oleh Sutton dan kesebelasan non-liga lain, akan menjadi sesuatu yang berdampak buruk baginya.

***

Pertandingan melawan Arsenal pun dihelat. Sutton berjuang keras dan Arsenal pun sempat kesulitan menghadapi perjuangan keras para pemain Sutton. Walau begitu, kualitas pemain yang berbeda membuat skor 2-0 tercipta untuk kemenangan Arsenal. Kemenangan yang sebenarnya sudah bisa diprediksi sebelumnya.

Namun, bukan hanya kemenangan itu saja yang menjadi perhatian publik. Ada satu hal yang menjadi perhatian masyarakat ketika itu, yaitu Shaw yang sedang memakan kue pai di pinggir lapangan. Sontak hal ini langsung menjadi bahan gunjingan. Banyak yang membuat meme dari tindakan Shaw ini, karena menilainya kocak dan lucu.

Tapi ada juga yang menganggap serius kejadian ini, dengan memunculkan praduga bahwa Shaw terlibat dalam sebuah perjudian yang dilakukan oleh seseorang. Memakan pai di tengah-tengah pertandingan ini juga, bagi sebagian orang, dinilai bagian dari kesepakatan yang sudah dilakukan oleh Shaw dengan orang yang sedang berjudi dengannya.

Meski Shaw sudah mengungkapkan pendapatnya tentang kejadian tersebut, hal ini tentunya tak lepas dari sorotan FA, yang menilai bahwa Shaw sebagai pemain Sutton sudah terlibat dalam perjudian yang mengikutsertakan timnya sendiri. Berjudi dengan mempertaruhkan tim sendiri adalah sesuatu yang cukup tabu bagi para pesepakbola, karena akan memengaruhi hasil pertandingan itu sendiri.

Tapi, apa dari satu kejadian Shaw tersebut, boleh kita langsung men-judge bahwa Shaw terlibat dalam perjudian?

Sutton hanya kesebelasan non-liga yang berbeda tingkat tentunya dengan kesebelasan profesional macam Glasgow Rangers ataupun Arsenal sekalipun. Menilai apa yang Shaw lakukan sebagai sebuah judi, tentu perlu pengkajian yang lebih lanjut. Bisa jadi apa yang Shaw lakukan adalah kebiasaan yang sudah ia lakoni dalam setiap pertandingan non-liga. Kebiasaan yang tiba-tiba menjadi pusat perhatian hanya karena Sutton menghadapi Arsenal dalam babak kelima Piala FA.

Bandingkan dengan apa yang pernah dilakukan oleh Joey Barton saat ia masih membela Rangers, dan sekarang ia masih bisa bermain dengan tenang dan aman di Liga Primer bersama Burnley.

Yah, hidup memang lebih aneh dari sebuah fiksi.

***

Sekarang kisah Shaw dan magis Sutton di Piala FA sudah berakhir. Sutton dikalahkan oleh Arsenal, dan kembali menjadi kesebelasan non-liga biasa yang berkompetisi setiap akhir pekan sebagai ajang silaturahmi dan melepas penat. Shaw? Ia memutuskan untuk mengundurkan diri dari Sutton, karena mungkin ia merasa jika FA benar-benar akan menyelidiki kasus "makan pai" nya itu, keberadaannya di Sutton akan cukup merepotkan manajemen.

Semua kembali seperti saat sebelum Sutton menang atas Leeds. Hanya satu yang berbeda, tidak ada lagi sosok Wayne Shaw, yang sekarang menjadi pengangguran dan kabarnya menerima tawaran pekerjaan sebagai sebuah taster kue pai di sebuah perusahaan yang memproduksi kue pai.

Kalau suatu saat nanti menemukan Shaw sedang menenteng kue pai sebagai hasil dari pekerjaannya, maka janganlah Anda heran akan hal tersebut. Itu hanya bagian dari siklus kehidupan yang akan terus berputar. Pernah menjadi orang yang terkenal, lalu kemudian mendadak dalam hitungan minggu kembali menjadi orang biasa.

Karena, pada dasarnya, hidup itu lebih aneh daripada sebuah karya fiksi, Wayne Shaw.

foto: @IndyFootball

Komentar