Fulham promosi ke Liga Primer Inggris musim 2018/19 setelah memenangi laga play-off kontra Aston Villa di Wembley Stadium, Mei lalu. Fulham meraih kemenangan itu dengan susah payah.
Usai gelandang Fulham, Tom Cairney, membuka keunggulan lewat tembakan mendatarnya ke pojok kiri gawang Aston Villa pada menit ke-23, Fulham dihadapkan dengan situasi sulit di babak kedua saat pemain belakang mereka, Denis Odoi, diganjar kartu merah pada menit ke-70. Keluarnya Odoi membuat tandemnya di lini belakang, Tim Ream, terpaksa berjuang sendirian untuk mempertahankan keunggulan Fulham di sisa waktu.
Fulham beruntung memiliki pemain setangguh Ream. Kendati tanpa ditemani Odoi, Ream mampu menghalau setiap serangan yang digencarkan Aston Villa. Pemain asal Amerika Serikat itu mencatatkan 10 kali cleanrances dan lima kali memenangi duel. Ream adalah salah satu pemain paling sibuk di pertandingan itu, karena menjadi pemain Fulham dengan sentuhan bola terbanyak kedua, 68 sentuhan.
Kontribusi besar Ream sebenarnya tidak hanya tampak di pertandingan itu. Sepanjang musim 2017/18, Ream selalu menjadi andalan Slavisa Jokanovic, Kepala Pelatih Fulham, untuk mengawal lini pertahanan Cottagers. Hanya dua pertandingan Fulham yang dilewatkan Ream sepanjang musim, itu pun karena ia cedera.
“Aku tidak tahu. Mungkin kau bisa jelaskan apa nama perasaan dan emosi yang saat ini aku rasakan. Sungguh, tak ada perasaan yang lebih dari ini,” ujar Ream kepada Sky Sports usai pertandingan.
Tim Ream menjadi satu-satunya pemain asal Amerika Serikat yang bermain di pertandingan krusial itu. Sebenarnya masih ada satu pemain lain asal Amerika Serikat yang memperkuat Fulham. Ia adalah pemain muda, Luca de La Torre. Namun karena masih hijau, Torre belum banyak dipercaya pelatih untuk turun bermain.
Namun terlepas dari itu semua, keberadaan Ream dan Torre di Fulham saat ini, telah memperpanjang sebuah tradisi: Fulham hampir selalu diperkuat oleh pemain asal Amerika Serikat. Tradisi ini sudah lama dilakukan Fulham. Saking identiknya dengan pemain-pemain asal Amerika, beberapa orang sampai ada yang menyebut Fulham dengan nama “Fulhamerica”.
Diawali Marcus Hahnemann dan Eddie Lewis
Pada dekade awal 1990-an, Fulham terseok-seok di kompetisi divisi bawah liga Inggris. Jangankan menembus Liga Primer, untuk lolos dari Divisi Dua saja mereka kepayahan. Situasinya terus begitu sampai pengusaha Mesir, Mohamed Al-Fayed, mengambil alih kepemilikan Fulham pada Mei 1997. Kepada para pendukung Fulham, Fayed berjanji akan membawa The Cottagers kembali eksis di Liga Primer Inggris.
Salah satu upaya Fayed mencapai tujuan itu adalah dengan mengakomodasi kebutuhan pelatih mendatangkan pemain-pemain berkualitas. Namun Fayed tetap memperhatikan harga pemain yang bersangkutan demi tetap menjaga kondisi keuangan klub.
Akhirnya muncul gagasan untuk berburu pemain asal Amerika Serikat. Pemain asal Amerika Serikat dianggap tidak terlalu mahal harganya, namun cukup bisa diandalkan talentanya untuk mendongkrak performa tim.
Pada 1999, Fulham merekrut pemain Amerika Serikat pertamanya. Marcus Hahnemann, penjaga gawang yang sebelumnya membela Colorado Rapids, diboyong Fulham dengan harga 80.000 paun. Setahun kemudian Fulham kembali mendatangkan pemain asal Amerika Serikat, kali ini posisinya pemain sayap, Eddie Lewis.
Ternyata Hahnemann dan Lewis tidak mampu banyak berkontribusi untuk Fulham. Hahnemann terutama. Tercatat, ia hanya tampil sebanyak empat kali bersama Fulham. Ia akhirnya dipinjamkan dan pindah ke Reading.
Kendati demikian, keduanya telah menjadi pelopor pemain Amerika Serikat yang memperkuat Fulham. Di tahun-tahun berikutnya, para pemain Amerika Serikat terus berdatangan ke Fulham. Mutu mereka lebih baik dari para pendahulunya.
Dari Brian McBride hingga Clint Dempsey
Setelah Eddie Lewis menyudahi kebersamaannya dengan Fulham di akhir musim 2002/03, Fulham baru kembali mendatangkan pemain asal Amerika Serikat di paruh musim 2003/04. Mereka adalah Carlos Bocanegra dan Brian McBride.
Bocanegra diboyong Fulham dari Chicago Fire. McBride, sementara itu, direkrut dari Everton. Keduanya merupakan talenta menjanjikan. Bocanegra yang masih berusia 24 tahun, banyak dibicarakan sebagai pemain belakang terbaik MLS saat itu. McBride pun tampil baik selama membela Everton. Sang striker berhasil mengoleksi empat gol dari delapan kali penampilannya.
Keduanya langsung mendapat porsi bermain reguler. Di bawah arahan Chris Coleman, Bocanegra menjelma menjadi pemain serbabisa yang kerap mengisi pos gelandang bertahan. McBride langsung mencetak lima gol dari 19 penampilan di musim pertamanya. Jumlah gol McBride terus mengalami peningkatan signifikan di musim-musim selanjutnya.
Di musim 2006/07, Fulham kembali menambah amunisi pemain asal Amerika Serikat. Kali ini mereka memboyong pemain dari klub New England Revolution, Clint Dempsey, dengan harga 2 juta paun. Di awal kedatangannya, banyak media meragukan kemampuan Dempsey. Akan tetapi Coleman langsung membela pemain yang direkrutnya itu.
“Ia [Dempsey] punya semua kemampuan untuk menjadi pemain top di Liga Primer Inggris. Ia datang ke sini bukan untuk menjadi pemanis bangku cadangan. Ia datang untuk memberi dampak yang besar,” ujar Coleman.
Perkataan Coleman langsung terbukti ketika Fulham menjalani laga hidup-mati melawan Liverpool di musim 2006/07. Saat itu Fulham di ujung tanduk karena terancam degradasi. Satu-satunya cara untuk terhindar dari degradasi adalah dengan memenangi laga kontra Liverpool, yang digelar di Craven Cottage.
Dempsey yang baru masuk pada menit ke-53 menjadi pahlawan Fulham lewat gol yang dicetaknya pada menit ke-68. Menang 1-0 membuat Fulham bisa bernapas lega karena akhirnya lolos dari ancaman degradasi.
Memasuki musim 2007/08, Fulham kembali menambah satu lagi pemain Amerika Serikat dengan merekrut Kasey Keller, seorang penjaga gawang. Dengan demikian, Fulham kini memiliki empat pemain asal Amerika Serikat. Namun ketika musim sudah berakhir, Fulham kehilangan Bocanegra dan McBride yang memilih mengakhiri kebersamaan mereka dengan Fulham setelah empat tahun.
Para pendukung Fulham sangat kehilangan. Terutama McBride yang telah mempersembahkan total 33 gol dari 140 kali penampilannya. Sebagai ucapan terima kasih, para pendukung Fulham berinisiatif untuk memberi nama sebuah bar di Craven Cottage dengan nama “McBride’s Bar”.
Satu-satunya pemain Amerika Serikat yang berhasil membawa Fulham meraih pencapaian tertinggi adalah Clint Dempsey. Selain sukses mengantarkan Fulham finis di posisi ketujuh pada musim 2008/09, Dempsey juga berhasil membawa Fulham melenggang ke final Europa League musim 2009/10. Berkat pencapaian itu, Dempsey menjadi pemain Amerika Serikat pertama yang tampil di final turnamen besar Eropa.
Tak ayal ketika Fulham terseok-seok di papan bawah klasemen musim 2013/14, Dempsey yang sudah membela Seattle Sounders diminta Fulham kembali ke Craven Cotttage dengan status pinjaman, dengan harapan bisa membantu Fulham lolos dari ancaman degradasi. Sayangnya harapan itu tidak terjadi. Fulham terdegradasi ke Divisi Championship di musim berikutnya.
***
Setelah berkiprah di Divisi Championship selama empat musim, Fulham kini kembali ke Liga Primer Inggris. Pemain asal Amerika Serikat lainnya, Tim Ream, telah menjadi salah satu pahlawan yang membawa Fulham lolos ke kompetisi sepakbola tertinggi Inggris.
Tim Ream dan Luca de La Torre kini punya kesempatan untuk membuat Fulham mampu berbicara banyak di Liga Primer Inggris, seperti yang dahulu dilakukan oleh McBride, Bocanegra, hingga Dempsey. Sebagaimana yang dikatakan Ream setelah bertanding melawan Aston Villa.
“Sekarang kami kembali [ke Liga Primer Inggris], untuk membuktikan kemampuan kami dalam bersaing dengan beberapa pemain terbaik dunia.”
Komentar