Sir Alex Ferguson mengaku kalah dari Marcelo Bielsa. Athletic Bilbao, menurut Fergie, lebih terorganisir dan bermain dengan determinasi yang lebih tinggi. Bilbao melenggang ke perempat final Europa League 2011/12 berkat kemenangan 3-2 di Old Trafford itu (di leg pertama, Bilbao menang 2-1), dan terus melaju sampai final.
Enam tahun berselang Bielsa menangani kesebelasan yang sama sekali berbeda. Leeds United tak ambil bagian di kejuaraan tingkat Eropa. Tidak jadi soal. Bielsa kembali bekerja. Itu saja cukup alasan untuk bersukacita dan mengikuti perkembangan Leeds dari hari ke hari.
“Revie atau Clough?” tanya salah satu wartawan yang hadir dalam jumpa pers perkenalan Bielsa sebagai Kepala Pelatih Leeds.
“Saya lebih memilih kalah daripada bermain curang, jika itu pertanyaanmu,” jawab Bielsa. “Saya menyukai sepakbola indah lebih dari sepakbola pragmatis, dan bermain baik berarti punya peluang lebih besar untuk memenangi gelar.”
Bagi yang belum tahu, Don Revie adalah manajer tersukses di Leeds pada 1961 sampai 1974. Pada rentang waktu itu, Revie dan Leeds berhasil meraih dua gelar juara Liga Inggris serta masing-masing satu Piala FA, Piala Liga, Charity Shield, dan Inter-Cities Fairs Cup. Namun saat itu Leeds terkenal dengan "Dirty Leeds" karena mereka menang dengan cara kotor dan kasar.
Sementara itu Brian Clough hanya menjadi Manajer Leeds selama 44 hari, meski sebelumnya ia sukses di Derby County dan juga setelahnya di Nottingham Forest (juara Liga Champions dua kali berturut-turut). Seperti kata Bielsa, ia tak ingin menjadi Revie ataupun Clough.
Baca juga: Teladan yang Buruk dari Leeds United
Indah saja tidak cukup menggambarkan gaya main tim Bielsa. Dari Newell`s Old Boys hingga Leeds; di Tim Nasional Argentina atau Chile, Bielsa selalu menerapkan pendekatan permainan yang sama. Sudah 28 tahun Bielsa melatih dan taktiknya begitu-begitu saja. Bielsa tak pernah mau berkompromi soal taktik ideal yang dia yakini. Keras kepala memang, tapi siapa kita sampai merasa berhak mengecam Si Gila? Malah, kita harus berterima kasih kepadanya.
Dengan Bielsa sebagai kepala pelatih, Leeds akan memainkan sepakbola teknis dan dinamis, kreatif, dan ekspresif, dalam tempo tinggi dari sepak mula hingga peluit panjang di akhir laga. Dan yang pasti: menyerang.
“Saya obsesif soal menyerang,” ujar Bielsa. “Ketika saya menonton video [pertandingan], tujuannya untuk menyerang, bukan bertahan. Sepakbola saya sangat sederhana: Kami berlari sepanjang waktu. Saya tahu bertahan lebih mudah daripada mencipta.”
“Saat lawan menguasai bola, seisi tim menekan, selalu mencari cara menekan permainan sedekat mungkin ke gawang lawan; ketika kami memiliki bola kami bermain dengan dinamis dan menciptakan ruang untuk improvisasi.”
Hanya saja, tak ada yang namanya improvisasi dalam taktik Bielsa. Setidaknya, tidak dari Bielsa sendiri. Dalam latihan, biasanya pada sesi taktik di Hari Jumat, Bielsa melatih para pemainnya untuk segala kemungkinan di pertandingan—bahkan bisa sampai 120 skenario menyerang dan 120 skenario bertahan. Setiap skema diulang terus menerus.
Dari mana Bielsa tahu kemungkinan apa saja yang akan terjadi di pertandingan? Dari mengurung diri di ruang video pada Senin sampai Rabu, tentu saja. Pada Kamis, potongan video dan penjelasan yang sudah dia siapkan dia bagikan kepada para pemain. Masing-masing pemain mendapat cuplikan yang berbeda.
“Latihannya intens tapi mencerahkan, secara teknik dan taktik,” ujar Andre-Pierre Gignac, penyerang andalan Bielsa semasa di Olympique de Marseille. “Dia tahu segalanya sampai detail terkecil. Aku pernah melihat sekilas jadwal latihannya; ada ratusan dan setiap latihan melibatkan pertandingan-pertandingan yang dia analisis. Dia mengajarkan kami jenis sepakbola yang penuh semangat, jenis sepakbola yang sebenarnya.”
Formasi, dalam tim Bielsa, hanya sebatas di atas daftar susunan pemain saja. Empat prinsip dasar permainan Bielsa adalah concentración, permanente movilidad, rotación y repenitización—konsentrasi, pergerakan terus menerus, rotasi, dan improvisasi. Kombinasi lari tiada henti dan positioning cerdas membuat tim Bielsa mudah dicintai. Di hari baik, para pemain Bielsa adalah sedekat-dekatnya satu tim dengan kesempurnaan. Namun tentu saja tak ada yang sempurna.
Bilbao mencapai dua final—Copa del Rey dan Europa League—pada 2012 dan kalah di keduanya. Marseille menguasai puncak klasemen hingga Desember 2014, lalu mulai mengalami penurunan performa akibat kelelahan dan akhirnya benar-benar tumbang di April 2015. Latihan dan pertandingan di bawah arahan Bielsa begitu menguras energi. Dan selama 28 tahun berkarier sebagai pelatih, ini satu masalah yang belum pernah bisa Bielsa atasi.
Baca juga: Mobil Canggih untuk Latihan Ciptaan Bielsa
“Metode [Bielsa] mengundang tingkat kelelahan tertentu, benar,” ujar Juan Manuel Llop, pemain bertahan Bielsa di kesebelasan pertama yang ditanganinya, Newell’s Old Boys. “Tidak hanya kelelahan fisik, tetapi juga kelelahan mental dan emosional.”
Mengingat Inggris tak mengenal jeda paruh musim, kemungkinan Leeds mengalami masalah kelelahan jauh lebih besar daripada peluang mereka meraih juara Divisi Championship—atau setidaknya promosi ke Liga Primer. Leeds akan sangat menghibur walau belum tentu berprestasi.
Walau demikian, dilatih Bielsa tetap akan menguntungkan. Jika sudah terkena sentuhan Bielsa, para pemain tak akan lagi sama. Ander Herrera dan Dimitri Payet menjadi bintang karena tempaan Bielsa. Javi Martinez menjadi pemain yang lebih komplet berkat Bielsa.
Benjamin Mendy, Florian Thauvin, dan Giannelli Imbula diminati kesebelasan-kesebelasan yang lebih besar setelah berkembang pesat dalam satu tahun bersama Bielsa. Bahkan Michy Batshuayi, yang hanya pelapis Gignac dalam taktik Bielsa, mampu menarik perhatian Chelsea berkat Bielsa.
Jangan heran jika di akhir musim depan (dengan catatan Bielsa tidak dibebastugaskan di tengah jalan, tentu saja) para pemain Leeds ramai-ramai meninggalkan Elland Road karena mendapat tawaran dari kesebelasan-kesebelasan yang lebih besar, dengan atau tanpa Leeds promosi.
Jadi, ingat nama-nama ini dari sekarang: Luke Ayling, Ronaldo Vieira, Kalvin Phillips, Stuart Dallas, Kemar Roofe, dan Samuel Sáiz.
Sebelumnya akademi Leeds (Thorp Arch) sudah terkenal menghasilkan pemain-pemain bintang seperti Jack Charlton, Billy Bremner, David Seaman, Gary Speed, Harry Kewell, Paul Robinson, Alan Smith, James Milner, Aaron Lennon, Danny Rose, Fabian Delph, sampai Lewis Cook. Di bawah arahan Bielsa, para pemain Leeds sekarang bisa menjadi lebih besar daripada nama-nama di atas.
Komentar