Array
(
[article_data] => Array
(
[artikel_id] => 213325
[slug] => https://panditfootball.com/cerita/213325/PFB/200304/cara-jitu-real-madrid-perlakukan-pemain-muda
[judul] => Cara Jitu Real Madrid Perlakukan Pemain Muda
[isi] =>
“Youth need coaches, not critics.” Amit Kalantri, Penulis India
Tak melulu soal prestasi dan hasil di lapangan, Zinedine Zidane harus diakui lakukan pekerjaan yang patut diapresiasi musim ini untuk kumpulan pemain muda milik Real Madrid. Lepas dari persoalan taktik Zidane yang kadang mentok atau bisa diantisipasi oleh lawan, tapi pelatih berusia 47 tahun tersebut membawa angin segar untuk masa depan Madrid. Zidane berhasil membuat formula treatment untuk pemain muda Madrid agar bisa bermanfaat untuk tim di musim ini.
Contoh terbaru saat Real Madrid berhasil catatkan kemenangan perdana El Clasico di Santiago Bernabeu sejak 6 musim terakhir di Jornada 26 yang lalu. Dua pemain yang menjadi nyawa El Real pada pertandingan tersebut ialah Vinicius Junior (19 tahun) yang sukses menyumbangkan gol pembuka, dan Fede Valverde dimana effort nya selama pertandingan membuahkan penghargaan Man of the Match di akhir laga.
Federico Valverde layak mendapat apresiasi lebih pada laga ini. Penampilan cemerlang di El Clasico merupakan pembuktiannya setelah hampir sepanjang musim dirinya membuat angin segar di lini tengah Madrid. Sebagai pelatih, Zidane mampu membuat Valverde bersaing dengan bebebera gelandang senior di Real Madrid. Bahkan catatan menit bermainnya (2.057) melebihi Luka Modric (1825) yang memang sudah menginjak 34 tahun. Motivasi serta sosok Zidane yang membuat Valverde tampil lepas dan menghilangkan beban bermain untuk klub sebesar Madrid.
VIDEO: Informasi terupdate tentang Real Madrid
Secara tipe permainan, Valverde bisa memberikan rasa nyaman tersendiri bagi Casemiro dan Toni Kroos untuk menjalankan peran mereka. Valverde dengan kecepatan dan kekuatan fisik membuat Casemiro bisa fokus untuk menjaga pertahanan dan Kroos untuk fokus dalam hal kreatifitas serta aliran bola di lini tengah. Untuk urusan membuka ruang, duel kontak fisik, daya jelajah lapangan tengah bahkan hinga berperan menjadi layer pertama pertahanan maka diberikan tugasnya kepada Valverde.
Valverde bisa dibilang sudah menjadi pilihan utama Zidane di lini tengah Real Madrid. Dalam 2 laga sepekan terakhir, melawan Manchester City dan FC Barcelona, Valverde dimainkan sejak menit awal. Saat melawan City, ia bermain bersama Luka Modric dan Casemiro, sedangkan saat melawan FC Barcelona ia bermain bersama Toni Kroos dan Casemiro. Dari total 31 laga yang ia mainkan di musim ini, Valverde hanya tampil 8 kali sebagai pemain pengganti. Ia menjadi pemain El Real di bawah 22 tahun yang punya menit bermain terbanyak.
Munculnya Valverde sebagai pemain muda yang diandalkan El Real merupakan buah hasil kerja keras tim Scouting Los Merengues. Tim scouting ini berada di Departemen Internasional yang diawasi oleh seseorang bernama Juni Calafat. Tim scouting ini yang berperan besar mendatangkan Valverde ke Real Madrid di tengah banyak klub lain yang juga menginginkan jasanya.
Selain Valverde, Calafat juga menjadi aktor keberhasilan El Real mendatangkan 3 talenta mudah Brasil, Vinicius Jr, Rodrygo Goes, dan Reiner Jesus. Selain itu, juga ada beberapa pemain muda lain yang datang seperti Luka Jovic dan Eder Militao. Peran Calafat juga didukung oleh manajemen dimana fokus transfer Real Madrid bisa dibilang berubah sejak Zidane ditunjuk jadi pelatih kepala.
Sejak musim 2015/2016 hingga musim 2018/2019 manajemen Los Blancos tidak pernah keluarkan uang lebih dari 50 juta euro untuk satu pemain. Transfer paling besar dalam periode tersebut hanya terjadi saat datangkan Vinicius Jr yang dihargai 45 juta Euro musim lalu. Thibaut Courtois sebagai nama besar ‘hanya’ ditebus sebesar 35 juta euro. Sementara transfer lainnya tidak lagi membuat heboh media dengan nama besar disertai uang fantastis.
Saat Cristiano Ronaldo pergi di awal musim 2018/2019, Real Madrid praktis tak membeli pemain bintang lainnya untuk langsung gantikan posisi Ronaldo. Baru di musim ini manajemen membeli Hazard yang dimaksudkan untuk menjadi pengganti sosok CR7. Hal ini menunjukan dengan jelas Madrid saat ini lebih berhati-hati dalam spending uang untuk pemain bintang dengan nama besar. Manajemen lebih rela jika puluhan juta euro dihabiskan untuk ‘menyelamatkan’ pemain muda berbakat jatuh ke tangan klub lainnnya.
Antara Pemain Pinjaman dan Kepercayaan Tim Utama
Lalu bagaimana sebenarnya sikap dan cara manajemen Real Madrid saat berhadapan dengan para pemain muda berbakat baik itu dari akademi atau hasil talent scouting? Jawabannya tergantung. Kali ini penulis coba ceritakan contoh kasus dari Dani Carvajal dan Raphael Varane, keduanya jadi andalan di lini belakang saat ini.
Dani Carvajal, bergabung dengan akademi Madrid sejak umur 10 tahun. Dia lahir di Legenes, yang berlokasi di pinggir kota Madrid, cocok menjadi satu contoh dari sisi akademi Madrid.
Sejak saat itu ia terus dipercaya oleh pelatih akademi dan mampu masuk tim Castilla atau sering disebut Real Madrid B pada tahun 2010. Dia sempat tampil cemerlang selama dua musim, bahkan sanggup membawa tim Castilla masuk Segunda Division di musim 2011-2012. Namun penampilan cemerlang di akademi, tak lekas membuat namanya dilirik oleh tim utama saat itu. Ia terpaksa dijual dengan harga 5 juta Euro ke Bayer Leverkusen di tahun 2012, tentu dengan buyback clause yang tak mencapai 2 kali lipat harga jual jika El Real ingin membawa Carvajal kembali.
Hasilnya, hanya 1 musim di Leverkusen Carvajal langsung menjadi bek kanan terbaik ketiga Bundesliga sepanjang 1 musim pilihan fans. Madrid pun langsung mengaktifkan buyback clause senilai ‘hanya’ 6,5 juta euro. Hasilnya? Meski harus rugi 1,5 juta euro namun penampilan Carvajal hingga saat ini tidak tergeser di posisi bek kanan.
Cara sederhana dan (mungkin) dijalankan oleh klub lainnya, terasa manis bagi Real Madrid. Selain Carvajal, ‘formula pinjaman ke klub lain’ juga berlaku untuk Marco Asensio, Lucas Vazquez, hingga Casemiro. Semua pemain tersebut kembali ke ibu kota Spanyol setelah menimba pengalaman bersama klub lainnya.
Berbeda dengan Raphael Varane, bek asal Prancis ini dibeli seharga 10 juta euro di taun 2011, hasil rekomendasi Zinedine Zidane yang saat itu menjabat sebagai Sporting Director RealMadrid. Alih-alih dipinjamkan ke klub lain, Varane yang saat itu berumur 18 tahun beberapa kali dicoba sebagai pemain pengganti atau bahkan menjadi starter saat berhadapan dengan klub yang lebih lemah. Ia bahkan langsung mencetak gol perdana di La Liga saat berhadapan dengan Rayo Vallecano. Dari saat itu, Varane terus mampu tunjukkan kemampuan terbaiknya. Ia kemudian menjadi kunci kesuksesan tim bersama Sergio Ramos dalam beberapa musim terakhir.
Formulasi Varane coba diulang saat ini kepada para pemain di bawah 20 tahun yang dibeli Madrid seperti Rodrygo Goes dan Vinicius Junior. Dua pemain muda tersebut memang tidak setiap pekan tampil di tim utama dan menjadi starter. Mereka terkadang mulai dari bangku cadangan. Namun, Zidane selalu paham kapan dan bagaimana mengeluarkan kemampuan mereka saat diperlukan. Rodrygo sempat mencuri perhatian di Liga Champions awal musim ini, namun banyak disimpan Zidane di tahun 2020 ini. sedangkan Vinicius menjadi nyawa Madrid di tahun 2020 ini.
Cara Madrid ini terlihat sederhana dan mungkin dijalankan oleh klub lainnya juga, namun strategi manajemen Madrid dalam beberapa tahun terakhir ini patut diakui menjadi salah satu kunci meraih berbagai pencapaian dalam beberapa musim terakhir.
Fokus Manajemen Remajakan Skuad
Terlepas dari strategi manajemen, jika melihat data serta fakta, fokus manajemen Madrid remajakan skuad bisa dilihat sejak 3 musim terakhir dimana rataan umur pemain Los Blancos tak melebihi 26 tahun. Bahkan dalam periode kedua Zidane bersama Madrid, pelatih berkebangsaan Prancis tersebut hanya memakai 25 pemain di tim utama. Selain karena rotasi yang sangat rutin dilakukan setiap pekannya, tentu para pemain yang kiranya tak mendapat tempat di tim utama lebih baik dipinjamkan ke klub lainnya. Seperti kasus Alvaro Odriozola, Dani Ceballos hingga Sergio Reguillon.
Dengan gossip Martin Odegaard akan kembali di musim depan serta Achraf Hakimi yang telah konfirmasi akan pulang ke Bernabeu, maka Madrid akan kedatangan dua pemain potensial yang musim ini menunjukkan performa gemilang di masa pinjaman. Terutama bagi Odegaard yang baru berusia 21 tahun, ia berkesempatan membungkam kritik yang selama ini selalu ia terima sebagai pemain muda yang overrated.
[gambar] => https://panditfootball.com/images/large/Fimage/fi%20madrid%20remaja.png
[tanggal] => 04 Mar 2020
[counter] => 20.417
[penulis] => Gia Pijar Perdana
[penulis_foto] => https://panditfootball.com/images/large/2022/Agustus%202022/Logo-transparent.png
[penulis_slug] => https://panditfootball.com/profil/GiaPijar
[penulis_desc] =>
[penulis_initial] =>
[kategori_id] => 392
[kategori_name] => Cerita
[kategori_slug] => cerita
[kategori_url] => https://panditfootball.com/kategori/cerita
[user_url] =>
[user_fburl] =>
[user_twitterurl] =>
[user_googleurl] =>
[user_instagramurl] =>
)
[tags] => Array
(
[0] => stdClass Object
(
[artikel_id] => 213325
[tag_id] => 309
[tag_name] => real madrid
[tag_slug] => real-madrid
[status_tag] =>
[hitung] => 407
)
[1] => stdClass Object
(
[artikel_id] => 213325
[tag_id] => 351
[tag_name] => spanyol
[tag_slug] => spanyol
[status_tag] =>
[hitung] => 149
)
[2] => stdClass Object
(
[artikel_id] => 213325
[tag_id] => 514
[tag_name] => pembinaan
[tag_slug] => pembinaan
[status_tag] =>
[hitung] => 18
)
[3] => stdClass Object
(
[artikel_id] => 213325
[tag_id] => 1124
[tag_name] => pemain muda
[tag_slug] => pemain-muda
[status_tag] =>
[hitung] => 13
)
[4] => stdClass Object
(
[artikel_id] => 213325
[tag_id] => 1575
[tag_name] => Raphael Varane
[tag_slug] => raphael-varane
[status_tag] =>
[hitung] => 2
)
[5] => stdClass Object
(
[artikel_id] => 213325
[tag_id] => 1958
[tag_name] => Martin Odegaard
[tag_slug] => martin-odegaard
[status_tag] =>
[hitung] => 5
)
[6] => stdClass Object
(
[artikel_id] => 213325
[tag_id] => 3217
[tag_name] => Zinedine Zidane
[tag_slug] => zinedine-zidane
[status_tag] =>
[hitung] => 31
)
[7] => stdClass Object
(
[artikel_id] => 213325
[tag_id] => 7218
[tag_name] => Dani Carvajal
[tag_slug] => dani-carvajal
[status_tag] => 1
[hitung] =>
)
[8] => stdClass Object
(
[artikel_id] => 213325
[tag_id] => 6146
[tag_name] => el clasico
[tag_slug] => el-clasico
[status_tag] =>
[hitung] => 48
)
[9] => stdClass Object
(
[artikel_id] => 213325
[tag_id] => 7020
[tag_name] => La Liga
[tag_slug] => la-liga
[status_tag] => 1
[hitung] => 317
)
[10] => stdClass Object
(
[artikel_id] => 213325
[tag_id] => 9273
[tag_name] => Vinicius Junior
[tag_slug] => vinicius-junior
[status_tag] => 1
[hitung] =>
)
[11] => stdClass Object
(
[artikel_id] => 213325
[tag_id] => 12224
[tag_name] => Rodrygo Goes
[tag_slug] => rodrygo-goes
[status_tag] => 1
[hitung] =>
)
[12] => stdClass Object
(
[artikel_id] => 213325
[tag_id] => 12910
[tag_name] => Federico Valverde
[tag_slug] => federico-valverde
[status_tag] => 1
[hitung] =>
)
[13] => stdClass Object
(
[artikel_id] => 213325
[tag_id] => 12981
[tag_name] => Scouting
[tag_slug] => scouting
[status_tag] => 1
[hitung] =>
)
)
[related_post] => Array
(
[0] => Array
(
[artikel_id] => 4236
[slug] => https://panditfootball.com/cerita/4236/PFB/140411/bocah-kolombia-ini-menangis-terharu-saat-bertemu-falcao
[judul] => Bocah Kolombia Ini Menangis Terharu Saat Bertemu Falcao
[isi] => Falcao memang masih diragukan untuk tampil di Piala Dunia nanti, terkait cedera ligamen yang dideritanya. Striker tim nasional Kolombia tersebut cedera saat membela Monaco di Liga Prancis.
Meski masih menjalani terapi agar mempercepat penyembuhan lututnya di kota Madrid, Falcao masih menyempatkan diri bertemu penggermarnya.
Bocah asal Bogota Kolombia yang akhirnya berhasil bertemu dengannya memang bukan sembarangan, melainkan penggemar berat yang memiliki lebih dari 130 foto dan kliping koran terpajang di dinding kamarnya.
Berkat bantuan Revel Foundation, bocah 13 tahun bernama Michael Steven akhirnya meledak tangisnya saat bertemu langsung dengan sang idola. Kerasnya tangis seru sempat membuat heran anak - anak lain yang memang juga berkesempatan bertemu dengan El Tigre.
Pada akhir pertemuan tersebut Steven juga sempat memegang lutut Falcao sambil mendoakan agar dirinya dapat sembuh dengan cepat. Steven berharap agar di Piala Dunia nanti negaranya Kolombia dapat diperkuat mantan striker Atletico Madrid tersebut.
Falcao memang belum dapat dipastikan pulih total saat Piala Dunia nanti. Namun dokter yang menanganinya, Jose Carlos Noronha optimis kesembuhan Falcao dapat terjadi lebih cepat.
Get well soon El Tigre!
[video id="SHYpZoNLV9o" site="youtube"][/video]
(amp)
[gambar] => http://www.panditfootball.com/wp-content/uploads/2014/04/falcao.jpg
[tanggal] => 11 Apr 2014
[counter] => 2.619
[penulis] => PanditFootball
[penulis_foto] => https://panditfootball.com/assets/images/logo/Logo-transparent.png
[penulis_slug] => https://panditfootball.com/profil/PanditFootball
[penulis_desc] => Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis sepakbola, baik Indonesia maupun dunia. Analisis yang dilakukan meliputi analisis pertandingan, taktik dan strategi, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya. Keragaman latar belakang dan disiplin ilmu para analis memungkinkan PFI untuk juga mengamati aspek kultur, sosial, ekonomi dan politik dari sepakbola. Akun twitter: @panditfootball contact: redaksi@panditfootball.com
[penulis_initial] => PND
[kategori_id] => 392
[kategori_name] => Cerita
[kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/cerita
)
[1] => Array
(
[artikel_id] => 1930
[slug] => https://panditfootball.com/cerita/1930/PFB/140201/kisah-bir-dan-sepakbola-ala-papua
[judul] => Kisah Bir dan Sepakbola ala Papua
[isi] =>
Oleh: Paul Cumming
"Pak Paul! Pak Paul!" Terdengar teriakan keras dari lantai atas sebuah hotel di Bekasi. Mulanya saya masih mengabaikan teriakan itu. Tapi intonasi teriakan itu membuat saya sedikit panik. Lalu terdengar lagi teriakan yang lebih jelas: "Pak Paul! Adolof, Pak Paul!"
"Hah Adolof?" Saya baru sadar. Di depan seluruh pemain Perseman Manokwari yang sedang bersiap-siap berangkat ke stadion, ternyata ada satu pemain yang belum muncul. Pemain itu adalah Adolof Kabo. Saya refleks memijit-mijit kening sembari bergumam: "Aduh Adolof!"
Adolof Kabo adalah pemain kunci Perseman Manokwari saat saya melatih di sana pada 1984-1986. Sebagai seorang striker, dia penyerang yang gol-golnya amat dibutuhkan. Tapi Kabo bukan sekadar goal-getter, dia juga nyawa tim. Dengan skill individunya, yang kadang kala membuatnya terlihat egois, Kabo sering meneror pertahanan lawan seorang diri. Bersama partnernya di lini depan, Elly Rumaropen, dan pemain tengah Yonas Sawor, Kabo bisa sangat percaya diri mengobrak-abrik pertahanan lawan. Nama-nama inilah yang berhasil membawa Perseman sampai ke grand-final Divisi Utama Perserikatan 1986 menghadapi Persib Bandung.
Maka ketika saya sadar Adolof tak terlihat bersama rekan-rekannya, ditambah teriakan panik dari lantai atas, saya merasa gelisah bukan main. Padahal sebentar lagi kami harus berangat ke stadion Bekasi untuk berjuang mati-matian melawan Perseden Denpasar. Pertandingan itu amat menentukan bagi kami untuk lolos ke Empat Besar Divisi Satu 1984 yang akan digelar Bandung.
"Aduh, Adolof ini kemana, yah?"
"Mungkin dia masih di warung?" salah seorang pembantu umum (kitman) mencoba menenangkan saya. Setelah ditunggu beberapa menit, Adolf tak kunjung datang. Imbasnya saya pun berkeringat dingin.
"Cari dia! Cepat! Cepat! Cepat! Tidak ada waktu lagi!," teriakan saya menyentak seluruh ruangan. Dua orang pembantu umum yang terlihat kebingungan langsung berlari keluar mencari Adolof ke warung-warung terdekat.
Beberapa menit kemudian mereka berhasil menemukan Adolof. Degup jantung saya pun sedikit mereda. Syukurlah! Tapi kegugupan saya belum hilang karena Adolof tiba dengan dipapah dua pembantu umum. Adolof berjalan sempoyongan. "Duh ternyata dia mabuk!" keluh saya dalam hati.
Lantas tiba-tiba dia langsung memeluk saya. "Saya minta maaf Paul, saya baru habis sepuluh botol besar," ucap Adolof sambil meringis dengan air mata berlinang. Tampaknya dia merasa sangat bersalah.
"Adolof masih bisa main?" saya tanya dia baik-baik.
"Bisa, Paul. Walaupun saya mabuk saya janji cetak gol dan kita akan menang dan saya janji saya tidak akan minum lagi sampai kita juara di Bandung!"
"Okay Adolof. Saya percaya sama Adolof. Sekarang cepat pakai kostum karena kami menunggu Adolof untuk ikut doa sebelum ke lapangan,"
Sampai ke stadion Adolof masih loyo, langkahnya masih gontai. Dia masih belum memisahkan dunia nyata dengan alam bawah sadarnya. Waktu pemanasan dia malah sempat dua kali jatuh terpeleset membuat orang terheran-heran melihatnya. Saya sedikit ragu kepada dia, tapi saya percaya janji Adolof pada saya. Karena itulah saya pasang dia sebagai starter. Intinya dia harus berjuang dari awal.
Degup jantung saya mengencang sepanjang pertandingan, terutama saat melihat Adolof Kabo di lapangan. Duh! Masalahnya selama pertandingan dia berlari agak miring dan oleng sempoyongan. Tanpa di-tekel atau di-body charge lawan pun Adolof beberapa kali jatuh karena keseimbangannya yang setengah sadar.
Tetapi siapa sangka tiba-tiba dia mencetak gol yang sangat spektakuler lewat shooting jarak jauh dari jarak 30 meter. Kami pun menang 1-0 hingga bisa lolos ke 4 Besar di Bandung. Kejadian ini tak pernah saya lupakan, karena baru pertama kalinya saya lihat orang setengah sadar bisa cetak gol.
Cerita kemudian berlanjut di Bandung. Sampai ke Bandung saya sangat kecewa karena oleh panitia kami dan tiga tim lainnya ditempatkan dalam satu barak militer yang sama. Saya langsung melarang pemain turun dari bus. PS Bengkulu juga menolak tinggal di komplek militer itu dan memilih sebuah hotel yg sangat mewah.
Panitia marah-marah kepada saya, tetapi saya jelaskan kalau tim saya dari PSAD (Persatuan Sepakbola Angkatan darat) saya pasti setuju di situ, tapi kami tim bola sipil bukan militer. Mendengar alasan itu mereka panggil saya "Cowboy Cumming" .
Saya tak peduli omelan itu karena sesuai dengan prinsip saya kalau sebuah tim mau berhasil harus dalam keadaan gembira. Tinggal di barak militer, kami tentu tak akan gembira. Beruntung akhirnya kami dapat tempat di Balai Latihan Departemen Tenaga Kerja, di mana situasi sangat kondusif apalagi masyarakat disitu sangat-sangat ramah.
Bagi saya, bermain bola dengan kegembiraan, dengan hati yang senang, adalah kunci untuk memunculkan permainan maksimal anak-anak Perseman. Sepakbola adalah kebahagiaan, kesenangan, dan suka cita. Jika bermain dengan tertekan, sukar akan mendapatkan hasil yang diinginkan.
Ternyata kegembiraan suasana selama di situ membuat hasil yang positif dan Perseman keluar sebagai juara. Asal tahu saja, sebelum babak empat besar, semua pemain termasuk Adolof berjanji untuk tidak minum alkohol sampai kami menerima trofi juara Divisi Satu. Saya sudah bilang sama mereka, "Kalau kalian janji tidak minum sampai kita juara, malam setelah juara kalian bebas dan boleh minum sepuas-puasnya."
Dan ternyata janji itu mereka penuhi. Maka sesudah mengalakan PS Bengkulu 3-1 di final. Mereka langsung menagih janji itu. Saya menepati janji saya untuk membiarkan mereka larut dalam pesta pora.
Lanjut ke halaman berikutnya
Lanjutan dari halaman sebelumnya
Besoknya pagi-pagi saya sudah gelisah di hotel. Beberapa jam sebelum ke stasiun untuk pulang, para pemain masih banyak yang hilang entah ke mana. Untungnya beberapa mahasiswa asal Papua membantu kami mencari pemain di tempat-tempat hiburan. Beruntung sebelum kereta berangkat ke Jakarta semua pemain sudah ada di atas kereta walaupun sebagian dari mereka masih kurang sadar!
Melihat mereka saya tak pernah marah, saya tahu bahwa bir dan sepakbola di Papua memang sulit dipisahkan. Saran saya kepada pelatih yang hendak melatih klub-klub Papua harus mengerti masalah itu. Jika mau berhasil turuti saran saya itu. Soalnya amat jarang pemain Papua yang tidak suka minum, karena itu sudah bagian dari tradisi di sana.
Saya masih ingat ketika Adolof dikirim ke Brasil oleh PSSI. Sesudah agak lama di Brasil dia kembali ke Manokwari. Setelah sampai di Manokwari dia langsung mendatangi saya yang waktu itu sedang memimpin latihan Perseman di lapangan Borassi.
Ketika saya sedang asyik-asyik di tepi lapangan tiba-tiba saja Adolof berlari dan memeluk saya. Langsung saya tanya dia tentang pengalaman dia selama di Brasil. Maksud saya bertanya soal ilmu sepakbola yang dia dapat disana. Tapi jawabannya ternyata berbeda. Adolof malah menjawab dengan senyum khasnya "Aduh Paul! Bir di Brasil tidak enak!"
"Aduh Adolof!"
Ada juga cerita lucu lainnya. Saat itu Perseman sedang berlaga di Divisi Utama Perserikatan tahun 1985.
Waktu itu tiba-tiba saja Solichin GP (Ketua umum Persib Bandung) membuat acara makan bersama antara pemain Persib dan Perseman Manokwari di restoran Lembur Kuring Senayan. Saya pikir acara itu adalah acara permintaan maaf Solihin kepada saya, mengingat sebelumnya dia pernah meminta PSSI untuk mendeportasi saya hanya gara-gara Jonas Sawor mendorong Adjat Sudrajat ketika Persib jumpa Perseman di putaran 12 besar
Dalam acara makan-makan tersebut, pihak Persib amat sangat ramah. Entah itu taktik atau apa, yang jelas para pemain Perseman diberikan masing-masing 5 botol bir besar. Para pemain Persib tak lama-lama di sana mereka pulang duluan. Tapi Pemain Perseman tetap di tempat karena botol-botol yang ada belum habis.
"Alamak!" mereka lupa bahwa para pemain Persib cepat-cepat pulang karena keesokan harinya akan melawan Persija Jakarta. Dan yang lebih parahnya lagi, sebelum Persib bertanding di Stadion Senayan malam hari, sorenya Perseman harus melawan PSP Padang.
Kalau tidak salah, gara-gara pesta itu, banyak pemain yang mabuk berat dan begadang sampai pagi. Ada berapa pemain inti tidak bisa turun, termasuk Adolof karena cedera. Mau tak mau saya menurunkan pemain pas-pasan, apalagi banyak di antara mereka masih di bawah pengaruh alkohol. Beruntung Sem Aupe mampu menggantikan posisi Adolof sebagai striker dengan baik.
Pertandingan berjalan lancar dengan semangat tinggi. Hanya waktu istirahat di ruang ganti saya tidak memberikan intruksi kepada mereka. Sebagian pemain memilih tidur dan harus dibangunkan lagi untuk babak kedua. Meski terlelap sebentar, Perseman di luar dugaan menang 2-1.
---------------------------------------------------
Catatan editor:
Dalam naskah buku yang akan terbit [Persib Undercover: Kisah-kisah yang Terlupakan] yang disusun oleh Aqwam Fiazmi Hanifan, ada kisah tambahan yang menarik mengenai Perseman dan bir yang tak sempat dikisahkan Paul di tulisannya ini. Wawancara Aqwam dengan Achwani, Sekretaris Umum Persib di saat Persib bertemu Perseman di Grand Final Divisi Utama 1986, menjelaskan bagaimana Persib dengan cerdik menggunakan kebiasaan minum pemain Perseman ini.
Menurut Achwani, salah seorang pengurus diberi tugas untuk memancing para pemain Perseman keluar dari kamar hotel untuk ditraktir minum sepuasnya di salah satu bar. "Saya diberi tugas untuk kasih mereka berkrat-krat bir supaya mereka mabuk berat dan tak tidur, ternyata benar saja, ternyata di malam itu misi saya sukses, mereka mabuk dan sama sekali tak istirahat, padahal besoknya mau bertanding lawan Persib," ucap Achwani.
Hal ini diakui oleh Paul Cumming. Ia mengakui kelemahannya anak asuhnya selalu dimanfaatkan oleh lawan, hampir semua lawan Perseman, bukan hanya Persib.
Dalam laporan Pikiran Rakyat edisi 19 Januari 1985, Adolf Kabo mengakui bahwa minum-minum adalah tradisi yang biasa mereka lakukan bersama rekan-rekannya. Saat itu Perseman baru saja bertanding melawan PSMS dengan skor akhir 1-1. Saat berbicara pada wartawan ketika itu, Adolf sempat memperlihatkan tumpukan kaleng bir. [@zenrs]
Penulis adalah mantan pelatih sepakbola di berbagai klub Indonesia. Kini bergabung dengan Pandit Football Indonesia sebagai penulis tamu. Akun twitter @papuansoccer
image by:
travelpapua.blogspot.com
perseman-manokwari.jimdo.com
[gambar] => https://panditfootball.com/images/attach/perseman-1986-adolf-kabo-cs.jpg
[tanggal] => 01 Feb 2014
[counter] => 115.704
[penulis] => PanditFootball
[penulis_foto] => https://panditfootball.com/assets/images/logo/Logo-transparent.png
[penulis_slug] => https://panditfootball.com/profil/PanditFootball
[penulis_desc] => Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis sepakbola, baik Indonesia maupun dunia. Analisis yang dilakukan meliputi analisis pertandingan, taktik dan strategi, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya. Keragaman latar belakang dan disiplin ilmu para analis memungkinkan PFI untuk juga mengamati aspek kultur, sosial, ekonomi dan politik dari sepakbola. Akun twitter: @panditfootball contact: redaksi@panditfootball.com
[penulis_initial] => PND
[kategori_id] => 392
[kategori_name] => Cerita
[kategori_slug] => https://panditfootball.com/kategori/cerita
)
)
[prev_post] => Array
(
[artikel_id] => 213323
[slug] => https://panditfootball.com/article/show/analisa-pertandingan/213323/PFB/200304/superioritas-evan-dimas
[judul] => Superioritas Evan Dimas
[isi] =>
Sandi Sute kurang senang dengan keputusan pelatih Persija, Sergio Farias, yang menarik dirinya keluar pada menit ke-19. Ia keluar lapangan dengan emosional. Bahkan setelah diganti, ia tak berjalan menuju bench, melainkan langsung menuju ruang ganti Stadion Gelora Bung Karno.
Tapi di balik ekspresi kecewa Sandi terdapat keputusan jitu yang dilakukan Farias. Farias dengan berani mengganti Sandi lebih awal untuk memasukkan Evan Dimas. Pergantian inilah yang mengubah jalannya pertandingan Persija vs Borneo FC, yang membuat pertandingan akhirnya bisa dimenangkan oleh Persija dengan skor 3-2.
VIDEO: Update informasi sepakbola dunia
Persija Tanpa Peluang
Persija memainkan formasi dasar 4-3-3 pada laga ini. Dua pemain asing anyar dimainkan, yakni Marco Motta di bek kanan dan Marc Klok di pos gelandang tengah. Osvaldo Haay yang baru bergabung musim ini pun dipasang di sayap kiri. Sisanya adalah pemain-pemain andalan Persija musim lalu.
Tapi susunan pemain dan skema awal Persija ini tak berjalan dengan baik. Aliran serangan macet. Sebaliknya, Borneo FC yang juga bermain dengan pola dasar 4-3-3 mampu menciptakan sejumlah peluang baik itu melalui Francisco Torres maupun Guy Junior. Setidaknya ada empat peluang yang diciptakan Borneo dalam tempo 20 menit pertama.
Farias tampaknya melihat situasi itu terjadi karena peran dan permainan Sandi Sute yang kurang maksimal. Diharapkan bisa menghentikan serangan-serangan Borneo yang lini tengahnya diisi Nuriddin Davronov, Wahyudi Hamisi, dan Sultan Samma, Sandi Sute beberapa kali kecolongan.
Salah satu peluang emas Borneo melalui Torres terjadi melalui serangan tengah. Belum lagi terdapat satu pelanggaran yang dilakukan Sandi terhadap Guy Junior di depan kotak penalti, tapi tendangan Davronov melenceng.
Di saat pertahanan punya celah di depan kotak penalti, Persija juga tak bisa mengalirkan serangan. Tipikal permainan Sandi membuat Persija memilih menyerang lewat sayap, terlebih memiliki Marco Motta dan Rezaldi Hehanusa di kedua fullback. Terbukti juga ketika menguasai bola, passing progresif yang dilakukan Sandi pada Marko Simic pada menit ke-16 berhasil direbut lawan. Itu jadi satu-satunya operan ke sepertiga akhir lawan yang dilakukan Sandi selama 19 menit bermain.
Evan Dimas Berkontribusi di Ketiga Gol Persija
Farias yang melihat permainan anak asuhnya tak berkembang di 15 menit pertama langsung menyiapkan Evan Dimas di bangku cadangan, untuk menggantikan Sandi. Secara gaya permainan, Evan memang punya potensi untuk meningkatkan daya serang, tapi di sisi lain aksi defensifnya tak sebaik Sandi Sute. Farias memilih untuk menambah daya serang timnya.
Ternyata tak butuh lama buat Evan untuk membuktikan pergantian ini sangat efektif bagi serangan Persija. Sentuhan keduanya setelah masuk ke lapangan langsung mampu merusak bentuk formasi 4-4-1-1 Borneo FC ketika tak menguasai bola, yang kemudian berujung gol pertama.
Pergerakan Evan Dimas yang menggiring bola ke area tengah lapangan memancing lini tengah Borneo FC untuk bergeser. Sementara itu tanpa disadari, pergerakan Evan, dibarengi pergerakan tanpa bola Klok sehingga memancing Davronov, memberikan celah bagi Riko untuk menguasai bola dengan bebas, di mana Riko melanjutkannya dengan memberikan umpan jauh pada Marco Motta yang memanfaatkan ruang kosong di sisi kiri pertahanan Borneo FC. Kekosongan itu pun tak lepas dari pergerakan Riko yang menarik Kevin Gomes meninggalkan posnya dan Kevin terjebak untuk menjaga Rohit karena Wahyudi harus mengkaver ruang di belakang Davronov. Setelah itu sepert yang kita tahu, Motta menyambut umpan Riko lalu memberikan asis untuk gol perdana Osvaldo Haay di Persija.
Skema ini tak terjadi di 20 menit sebelumnya karena posisi Sandi Sute terpaku di belakang Rohit dan Klok. Pergerakan tanpa bolanya pun membuat dirinya sulit mendapatkan posisi tepat untuk menerima bola maupun membagi bola. Berbeda dengan Evan yang akan terus menyesuaikan posisinya dengan posisi Rohit dan Klok untuk tetap membentuk pola segitiga di tengah, serta mencari ruang untuk menerima bola, ketika salah satu dari Rohit atau Klok turun menjemput bola ke belakang.
Pergerakan ketiga pemain tengah yang dinamis punya potensi untuk membuat lini tengah lawan pun harus terus bergerak untuk menutup celah. Jika pergerakan tanpa bola pemain statis, seperti yang dilakukan Sandi yang tak bergerak ketika pemain lain mengisi posisinya, membuat lawan lebih mudah untuk menebak jalur operan atau build up.
Pertukaran posisi juga yang terjadi ketika gol kedua Persija tercipta. Rohit yang kembali turun ke belakang untuk menjemput bola dibarengi dengan Evan Dimas yang posisinya lebih naik. Dalam situasi serangan balik, Evan dengan visinya memilih untuk memberikan bola pada Motta yang bebas di sayap kanan. Setelah itu Motta menunjukkan kualitasnya dengan melakukan sprint hingga melewati tengah lapangan, dengan menaklukkan Wahyudi. Ia menyodorkan bola pada Riko yang juga menyisir sayap kanan, diakhiri dengan umpan silang mendatar pada Marko Simic yang sudah menanti di mulut gawang.
Indikasi pergerakan lini tengah yang dinamis ini tak terjadi ketika Persija tak menguasai bola, memang hanya ketika menguasai bola. Para pemain Persija membentuk pola 4-1-4-1 untuk bertahan dengan Evan Dimas di depan dua bek tengah. Tapi begitu menguasai bola, para pemain tengah Persija dibebaskan untuk bergerak saling mengisi posisi yang kosong, termasuk ketika Evan memanfaatkan serangan balik untuk mencetak gol ketiga Persija pada laga tersebut.
***
Borneo FC berhasil mencetak dua gol pada laga ini. Seperti yang sudah dibahas di awal tulisan, memainkan Evan memang memiliki risiko merapuhkan lini tengah Persija saat bertahan. Farias bahkan sampai mengganti Klok yang sudah mengoleksi kartu kuning (diganti Ramdani Lestaluhu) dan Rohit yang diganti Tony Sucipto.
Terlepas dari kemampuan dan kualitas Evan, keberanian Farias untuk menarik keluar Sandi Sute sejak awal pertandingan jadi keputusan kunci yang mengubah hasil akhir. Tanpa superioritas Evan dalam mengatur serangan, mungkin tak ada Motta-Riko connection di sisi kanan Persija pada laga ini.
Bagaimana hasil poin yang didapatkan di gameweek 28 lalu? Semoga tidak mengecewakan, ya. Sudah siap untuk rekomendasi pemain belakang di gameweek 29? Yuk, Cusss.... Sekedar memberi tahu catatan statistik yang kami gunakan setiap pemain adalah berdasarkan dari penampilan di empat gameweek terakhir.
Dari tiga penampilan terakhirnya di empat gameweek terakhir, Dean Henderson (Sheffield United, £5.2) hanya kebobolan dua gol. Selain itu, di waktu yang sama, kiper berusia 22 tahun ini tercatat melakukan lima kali penyelamatan dan mencatatkan satu kali nirbobol. Henderson dan Sheffield United akan berhadapan dengan Norwich City. Meski di GW28 lalu Norwich mampu meraih kemenangan, Teemu Pukki dan kawan-kawan punya catatan buruk ketika bermain tandang. Tercatat, Norwich hanya mencetak enam gol dari 14 pertandingan. Melihat catatan tersebut, Henderson berpeluang untuk mencatatkan nirbobol di GW29 ini.
Berpindah ke posisi bek, Matt Doherty (Wolverhampton Wanderers, £6.2) layak berada di urutan pertama apabila melihat penampilannya di empat gameweek terakhir. Pemain yang bermain di posisi full back kanan ini tercatat mencetak satu gol, memberikan satu asis, melepaskan 7 tembakan, dan menciptakan 5 kali peluang di daerah lawan. Sangat aktif dalam membantu serangan membuat Doherty punya potensi untuk kembali mencetak gol atau sekedar memberi asis, karena lini pertahanan Brighton & Hove Albion dalam kurun waktu yang sama kebobolan enam gol dan tak sekali pun mencatatkan nirbobol.
Dalam dua pertandingan terakhir, Marcos Alonso (Chelsea, £6.0) menjadi sosok penyelamat bagi Chelsea. Di GW27, ia mencetak satu gol untuk membawa Chelsea meraih kemenangan saat berjumpa Tottenham Hotspur. Sementara itu, di GW28, Alonso mencetak dua gol untuk menyelamatkan Chelsea dari kekalahan kala bertandang ke kandang Bournemouth. Alonso juga tercatat sebagai pemain belakang yang paling banyak melepaskan tembakan dengan total sepuluh tembakan. Selain itu, ia juga tercatat menciptakan 6 umpan kunci hanya dalam dua pertandingan saja. Alonso akan berhadapan dengan Everton yang kebobolan tujuh gol dari empat gameweek terakhir.
Dan nama terakhir dari posisi bek yang kami unggulkan adalah Enda Stevens (Sheffield United, £5.1). Kami cukup berani merekomendasikan double defense dari Sheffield United kerena seperti yang kami jelaskan sebelumnya, Norwich adalah tim terburuk di musim ini ketika bermain tandang. Musim ini, pemain yang memiliki kekuatan di kaki kiri tersebut telah mencetak dua gol dan memberi asis. Satu gol terakhir yang ia cetak adalah di GW28 lalu ketika Sheffield United bermain imbang 1-1 dengan Brighton. Selain masalah lini depan yang tidak tajam ketika bermain tandang, lini pertahanan Norwich juga tercatat di urutan kelima yang paling banyak kebobolan dengan total 25 gol.
***
Salam panah hijau dan semoga mendapatkan poin di atas rata-rata.
Harga pemain, angka kepemilikan, dan status pemain akurat per 5 Maret 2020.
“Youth need coaches, not critics.” Amit Kalantri, Penulis India
Tak melulu soal prestasi dan hasil di lapangan, Zinedine Zidane harus diakui lakukan pekerjaan yang patut diapresiasi musim ini untuk kumpulan pemain muda milik Real Madrid. Lepas dari persoalan taktik Zidane yang kadang mentok atau bisa diantisipasi oleh lawan, tapi pelatih berusia 47 tahun tersebut membawa angin segar untuk masa depan Madrid. Zidane berhasil membuat formula treatment untuk pemain muda Madrid agar bisa bermanfaat untuk tim di musim ini.
Contoh terbaru saat Real Madrid berhasil catatkan kemenangan perdana El Clasico di Santiago Bernabeu sejak 6 musim terakhir di Jornada 26 yang lalu. Dua pemain yang menjadi nyawa El Real pada pertandingan tersebut ialah Vinicius Junior (19 tahun) yang sukses menyumbangkan gol pembuka, dan Fede Valverde dimana effort nya selama pertandingan membuahkan penghargaan Man of the Match di akhir laga.
Federico Valverde layak mendapat apresiasi lebih pada laga ini. Penampilan cemerlang di El Clasico merupakan pembuktiannya setelah hampir sepanjang musim dirinya membuat angin segar di lini tengah Madrid. Sebagai pelatih, Zidane mampu membuat Valverde bersaing dengan bebebera gelandang senior di Real Madrid. Bahkan catatan menit bermainnya (2.057) melebihi Luka Modric (1825) yang memang sudah menginjak 34 tahun. Motivasi serta sosok Zidane yang membuat Valverde tampil lepas dan menghilangkan beban bermain untuk klub sebesar Madrid.
VIDEO: Informasi terupdate tentang Real Madrid
Secara tipe permainan, Valverde bisa memberikan rasa nyaman tersendiri bagi Casemiro dan Toni Kroos untuk menjalankan peran mereka. Valverde dengan kecepatan dan kekuatan fisik membuat Casemiro bisa fokus untuk menjaga pertahanan dan Kroos untuk fokus dalam hal kreatifitas serta aliran bola di lini tengah. Untuk urusan membuka ruang, duel kontak fisik, daya jelajah lapangan tengah bahkan hinga berperan menjadi layer pertama pertahanan maka diberikan tugasnya kepada Valverde.
Valverde bisa dibilang sudah menjadi pilihan utama Zidane di lini tengah Real Madrid. Dalam 2 laga sepekan terakhir, melawan Manchester City dan FC Barcelona, Valverde dimainkan sejak menit awal. Saat melawan City, ia bermain bersama Luka Modric dan Casemiro, sedangkan saat melawan FC Barcelona ia bermain bersama Toni Kroos dan Casemiro. Dari total 31 laga yang ia mainkan di musim ini, Valverde hanya tampil 8 kali sebagai pemain pengganti. Ia menjadi pemain El Real di bawah 22 tahun yang punya menit bermain terbanyak.
Munculnya Valverde sebagai pemain muda yang diandalkan El Real merupakan buah hasil kerja keras tim Scouting Los Merengues. Tim scouting ini berada di Departemen Internasional yang diawasi oleh seseorang bernama Juni Calafat. Tim scouting ini yang berperan besar mendatangkan Valverde ke Real Madrid di tengah banyak klub lain yang juga menginginkan jasanya.
Selain Valverde, Calafat juga menjadi aktor keberhasilan El Real mendatangkan 3 talenta mudah Brasil, Vinicius Jr, Rodrygo Goes, dan Reiner Jesus. Selain itu, juga ada beberapa pemain muda lain yang datang seperti Luka Jovic dan Eder Militao. Peran Calafat juga didukung oleh manajemen dimana fokus transfer Real Madrid bisa dibilang berubah sejak Zidane ditunjuk jadi pelatih kepala.
Sejak musim 2015/2016 hingga musim 2018/2019 manajemen Los Blancos tidak pernah keluarkan uang lebih dari 50 juta euro untuk satu pemain. Transfer paling besar dalam periode tersebut hanya terjadi saat datangkan Vinicius Jr yang dihargai 45 juta Euro musim lalu. Thibaut Courtois sebagai nama besar ‘hanya’ ditebus sebesar 35 juta euro. Sementara transfer lainnya tidak lagi membuat heboh media dengan nama besar disertai uang fantastis.
Saat Cristiano Ronaldo pergi di awal musim 2018/2019, Real Madrid praktis tak membeli pemain bintang lainnya untuk langsung gantikan posisi Ronaldo. Baru di musim ini manajemen membeli Hazard yang dimaksudkan untuk menjadi pengganti sosok CR7. Hal ini menunjukan dengan jelas Madrid saat ini lebih berhati-hati dalam spending uang untuk pemain bintang dengan nama besar. Manajemen lebih rela jika puluhan juta euro dihabiskan untuk ‘menyelamatkan’ pemain muda berbakat jatuh ke tangan klub lainnnya.
Antara Pemain Pinjaman dan Kepercayaan Tim Utama
Lalu bagaimana sebenarnya sikap dan cara manajemen Real Madrid saat berhadapan dengan para pemain muda berbakat baik itu dari akademi atau hasil talent scouting? Jawabannya tergantung. Kali ini penulis coba ceritakan contoh kasus dari Dani Carvajal dan Raphael Varane, keduanya jadi andalan di lini belakang saat ini.
Dani Carvajal, bergabung dengan akademi Madrid sejak umur 10 tahun. Dia lahir di Legenes, yang berlokasi di pinggir kota Madrid, cocok menjadi satu contoh dari sisi akademi Madrid.
Sejak saat itu ia terus dipercaya oleh pelatih akademi dan mampu masuk tim Castilla atau sering disebut Real Madrid B pada tahun 2010. Dia sempat tampil cemerlang selama dua musim, bahkan sanggup membawa tim Castilla masuk Segunda Division di musim 2011-2012. Namun penampilan cemerlang di akademi, tak lekas membuat namanya dilirik oleh tim utama saat itu. Ia terpaksa dijual dengan harga 5 juta Euro ke Bayer Leverkusen di tahun 2012, tentu dengan buyback clause yang tak mencapai 2 kali lipat harga jual jika El Real ingin membawa Carvajal kembali.
Hasilnya, hanya 1 musim di Leverkusen Carvajal langsung menjadi bek kanan terbaik ketiga Bundesliga sepanjang 1 musim pilihan fans. Madrid pun langsung mengaktifkan buyback clause senilai ‘hanya’ 6,5 juta euro. Hasilnya? Meski harus rugi 1,5 juta euro namun penampilan Carvajal hingga saat ini tidak tergeser di posisi bek kanan.
Cara sederhana dan (mungkin) dijalankan oleh klub lainnya, terasa manis bagi Real Madrid. Selain Carvajal, ‘formula pinjaman ke klub lain’ juga berlaku untuk Marco Asensio, Lucas Vazquez, hingga Casemiro. Semua pemain tersebut kembali ke ibu kota Spanyol setelah menimba pengalaman bersama klub lainnya.
Berbeda dengan Raphael Varane, bek asal Prancis ini dibeli seharga 10 juta euro di taun 2011, hasil rekomendasi Zinedine Zidane yang saat itu menjabat sebagai Sporting Director RealMadrid. Alih-alih dipinjamkan ke klub lain, Varane yang saat itu berumur 18 tahun beberapa kali dicoba sebagai pemain pengganti atau bahkan menjadi starter saat berhadapan dengan klub yang lebih lemah. Ia bahkan langsung mencetak gol perdana di La Liga saat berhadapan dengan Rayo Vallecano. Dari saat itu, Varane terus mampu tunjukkan kemampuan terbaiknya. Ia kemudian menjadi kunci kesuksesan tim bersama Sergio Ramos dalam beberapa musim terakhir.
Formulasi Varane coba diulang saat ini kepada para pemain di bawah 20 tahun yang dibeli Madrid seperti Rodrygo Goes dan Vinicius Junior. Dua pemain muda tersebut memang tidak setiap pekan tampil di tim utama dan menjadi starter. Mereka terkadang mulai dari bangku cadangan. Namun, Zidane selalu paham kapan dan bagaimana mengeluarkan kemampuan mereka saat diperlukan. Rodrygo sempat mencuri perhatian di Liga Champions awal musim ini, namun banyak disimpan Zidane di tahun 2020 ini. sedangkan Vinicius menjadi nyawa Madrid di tahun 2020 ini.
Cara Madrid ini terlihat sederhana dan mungkin dijalankan oleh klub lainnya juga, namun strategi manajemen Madrid dalam beberapa tahun terakhir ini patut diakui menjadi salah satu kunci meraih berbagai pencapaian dalam beberapa musim terakhir.
Fokus Manajemen Remajakan Skuad
Terlepas dari strategi manajemen, jika melihat data serta fakta, fokus manajemen Madrid remajakan skuad bisa dilihat sejak 3 musim terakhir dimana rataan umur pemain Los Blancos tak melebihi 26 tahun. Bahkan dalam periode kedua Zidane bersama Madrid, pelatih berkebangsaan Prancis tersebut hanya memakai 25 pemain di tim utama. Selain karena rotasi yang sangat rutin dilakukan setiap pekannya, tentu para pemain yang kiranya tak mendapat tempat di tim utama lebih baik dipinjamkan ke klub lainnya. Seperti kasus Alvaro Odriozola, Dani Ceballos hingga Sergio Reguillon.
Dengan gossip Martin Odegaard akan kembali di musim depan serta Achraf Hakimi yang telah konfirmasi akan pulang ke Bernabeu, maka Madrid akan kedatangan dua pemain potensial yang musim ini menunjukkan performa gemilang di masa pinjaman. Terutama bagi Odegaard yang baru berusia 21 tahun, ia berkesempatan membungkam kritik yang selama ini selalu ia terima sebagai pemain muda yang overrated.