Elegi Tendangan Penalti

Elegi Tendangan Penalti
Font size:

Kota Sofia kemarin malam seolah menjadi sarang bagi mereka para pendukung Steaua Bucure?ti untuk melepas dahaga kesedihan mereka sambil menenggak botol demi botol bir.

Sebuah pertandingan panjang yang hampir sia-sia yang hanya menawarkan kesunyian pada akhirnya, meninggalkan setiap pendukung Steaua lainnya yang tidak minum, yang masih sadar, untuk lebih hanyut ke dalam dalam arus penuh rasa grogi, sambil berharap cemas mudah-mudahan mereka cepat lupa dengan kekalahan menyakitkan Steaua atas Ludogorets Razgrad di pertandingan kualifikasi Liga Champions di Sofia, Bulgaria. Sebuah malam yang dingin, sebuah malam yang mereka semua tidak akan pernah lupa, terutama untuk bek bernomor punggung 27 yang tiba-tiba harus menjaga gawangnya dalam drama yang mengubah takdir sepakbola timnya. Kenyataan pahit bahwa Steaua harus kalah dari Razgrad di pertandingan kualifikasi, yang padahal hanya sedang menghadapi tim yang tak berkiper, hanya dapat dimaafkan sebagai salah satu syarat dari olahraga. Kekalahan yang sebenarnya dapat dijelaskan secara sederhana. Lebih dari dua jam permainan sepakbola yang melelahkan buyar seketika bak kisah kapal yang karam secara tragis. Cosmin Mo?i, pemain yang malam itu menjadi kiper dadakan sejak perpanjangan waktu hampir berakhir, memupuskan harapan tim asal Bucharest tersebut untuk berlaga di Liga Champions. Puing-puing yang berserakan di papan skor menjelaskan kematian Steaua yang agak kasar: lima dari tujuh penalti masukdan dua lagi tidak berhasil masuk. Pada malam yang dingin dimana Razgrad (Vladislav Stoyanov terutama, kiper Razgradyang menerima kartu merah pada menit ke-119 akibat sebuah professional foul) terbebaskan dari neraka mereka, karena kemenangan tidak meminjamkan dirinya terlalu sering untuk mengunjungi koridor introspeksi. Tapi bagi pihak lain, pertanyaan terus diajukan setelah menyaksikan laga tak terduga tersebut, sebuah pertanyaan paling sederhana, "Bagaimana tendangan penalti sebegitunya bisa menjadi sebuah sumber tragedi?". Tendangan Penalti Bukanlah Bagian dari Sepakbola Dalam sebuah posmortem pertandingan, David Winner dalam Brilliant Orange menawarkan dua penjelasan yang berbeda mengapa upaya tendangan penalti bisa gagal untuk mempertemukan bola dengan gawangnya. Satu penjelasan diwakili oleh nabi sepakbola terbesar Belanda, Johan Cruyff, pelaku etos Total Football Ajax dan penghuni terhormat dari ka'bah sepakbola dunia, sementara penjelasan yang lain berasal dari Gyuri Vergouw, seorang penggemar berat timnas Belanda dan juga pencetus teori-teori penalti. Posisi lebih mapan yang dipegang oleh Cruyff, yang pada dasarnya menyatakan bahwa tendangan penalti yang sebagian besar diatur oleh aturan agak acuh tak acuh dari kesempatan. Keyakinan ini, sering bersama dengan banyak pemain, adalah salah satu yang menenangkan para pendukung dan penonton, dengan sebagian besar membebaskan tanggung jawab dari para pemain karena tendangan penalti sejatinya berarti meletakkan nasib sepenuhnya pada kesempatan, dan keberuntungan memainkan peran besar dalam menentukan hasilnya. Maka bisa dibilang bahwa nasib sedang sial saja, setidaknya malam itu untuk Steaua. Di sisi lain, Vergouw menghubungkan posisi tendangan penalti sebagai permainan kesempatan yang sedikit tidak masuk akal dan juga sebagai batang dari akar masalah yang lebih besar. Vergouw menyalahkan kegagalan tepat di pundak para pemain dan staf pelatih, menunjukkan bahwa mereka tidak siap untuk berhasil pada fase penalti. Vergouw dasarnya percaya bahwa tendangan penalti dapat didekati dengan ukuran ilmu pengetahuan, melihat tendangan penalti sebagai disiplin yang dipelajari yang dapat meminimalkan kegagalan. Pada satu titik Vergouw mengangguk setuju dengan Cruyff: Tendangan penalti bukanlah benar-benar bagian dari sepakbola. Bagaimana Bisa Tidak Diakuinya Sebuah Tendangan Penalti? Alasan mengapa konsep penalti tampaknya keluar dari logika adalah bahwa penalti itu sendiri adalah semacam ironi, ketika sebuah kerjasama apik sebuah tim yang menulis takdirnya di atas lapangan kemudian harus dibugili untuk membuat jalan bagi dua orang dengan narasi statis: seorang penendang penalti yang termenung melawan kiper yang gugup menunggu. Pada intinya, tendangan penalti adalah saat abstraksi dari pertandingan sepakbola kemudian berhenti, lalu diberikan oleh seorang wasit yang menunjuk ke titik putih berjarak dua belas meter di depan gawang. Di sini peran wasit banyak berbicara, para pendukung tim yang diganjar penalti akan dengan mudah mengkambinghitamkan sang wasit. Sedangkan bagi tim yang mendapatkan penalti akan sering naif, sambil malu tapi mau, untuk memuji sang wasit yang telah, entah benar atau tidak, "menguntungkan" mereka. Sedangkan adu tendangan penalti adalah sebuah abstraksi yang lebih besar, ketika keputusan hukuman tidak lagi sepenuhnya diputuskan oleh wasit, melainkan diputuskan oleh mandat peraturan, pendukung tidak lagi bisa mencari kambing hitam. Peraturan saat ini mendikte bahwa satu-satunya cara untuk memecahkan kebuntuan ketika hasil imbang berkepanjangan adalah melalui serangkaian duel tembak-tembakan, perdagangan dalam lomba memasukkan bola ke gawang dalam serangkaian adu penalti, tim yang bisa berdiri paling terakhir akan menang. Terlepas dari konteks pertandingan, selama atau setelahnya, tendangan penalti tetap menjadi sebuah abstraksi statis dari permainan tim. Alasan lebih lanjut untuk mendukung gagasan bahwa tendangan penalti yang tampaknya keluar dari logika adalah bahwa dalam banyak kesempatan mereka tidak mendapatkan rasa legitimasi. Tendangan penalti sebagai cara meracik keadilan mungkin tampak kurang sah karena tendangan penalti sebagian besar didasarkan pada penilaian masa depan yang mungkin telah diperkirakan sebelumnya. Setelah itu, implikasi tendangan penalti adalah bahwa hal itu didasarkan pada penilaian bahwa pemain yang diganjal di kotak penalti akan menghasilkan kesempatan untuk mencetak gol, dan kesempatan untuk mencetak gol akan memungkinkan terciptanya sebuah gol. Singkatnya, tendangan penalti adalah sebuah antiteori tentang masa depan yang seharusnya tidak dibiarkan untuk terjadi. Apakah bisa diketahui secara pasti bahwa sebuah tim yang diganjar di dalam kotak penalti pasti akan mencetak gol? Apakah seorang pemain diganjar di depan gawang benar-benar memiliki kesempatan yang jelas untuk mencetak gol, meskipun geometri dan skill pemain mungkin akan berbicara sebaliknya? Rasa ingin tahu tentang tendangan penalti adalah bahwa ia menerjemahkan kesempatan hipotetis pada tujuan, menjadi suatu keadaan di mana kesempatan untuk mencetak gol adalah dalam kondisi ideal. Seharusnya tidak ada pemain yang dengan sengaja menghalangi lawan untuk mencetak gol dan lebih memilih timnya untuk dihukum penalti saja, untuk kemudian meninggalkan si pengambil tendangan penalti untuk membuat pilihan sederhananya sendiri. Namun, tendangan penalti tetap saja sulit untuk diambil. Jika Anda tidak setuju, tanyalah kepada Cornel Râp? - sang eksekutor yang gagal membobol gawang Cosmin Mo?i. Lalu jika Anda cukup berani, apakah Anda yakin mau menyerobot untuk mengambil peran penendang penalti tersebut dari kaki Cornel Râp?? Jika memang dilematisme dan problematisme pilihan dalam menendang penalti sebegitu sulitnya, lalu apakah memang tentang membuat pilihan lah yang membuktikan bahwa penalti itu akan menjadi sulit?
Menjawab Mitos pada Sepakbola dengan Sains
Artikel sebelumnya Menjawab Mitos pada Sepakbola dengan Sains
Sejauh Manakah Klub Italia Melangkah di Liga Champions?
Artikel selanjutnya Sejauh Manakah Klub Italia Melangkah di Liga Champions?
Artikel Terkait