Oleh: Wulan Kusuma Wardhani*
Tepat pada hari ini, 28 Mei, dua tahun silam, Gezi Park Movement merayakan ulang tahunnya yang kedua. Aksi yang berlangsung selama kurang lebih satu bulan ini diawali oleh protes sekelompok pecinta lingkungan di Istanbul terhadap pembangunan replika barak militer Ottoman di Taman Gezi. Masalahnya, Taman Gezi adalah satu dari area terbuka hijau yang hanya sedikit tersisa di Istanbul. Beredar kabar bahwa tidak hanya replika barak militer yang akan dibangun disana, melainkan juga pusat perbelanjaan.
Berbagai sumber mengklaim bahwa rencana perubahan peruntukkan Taman Gezi dilakukan terlalu cepat, tidak dikonsultasikan kepada publik, dan tanpa adanya diskusi secara terbuka. Pendekatan dengan cara kekerasan yang dilakukan oleh polisi menyebabkan aksi protes ini menyebar ke berbagai kota di Turki.
Seiring dengan berjalannya waktu, protes ini meluas menjadi protes anti pemerintah. Berbagai kalangan, mulai dari pelajar, akademisi, hingga kelompok masyarakat sipil mengungkapkan kekecewaannya terhadap pemerintahan Perdana Menteri Reccep Tayyip Erdogan (yang saat ini menjadi Presiden Turki).
Aksi protes ini sebenarnya merupakan puncak kekecewaan masyarakat Turki kepada pemerintah. Setelah Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) memenangi Pemilihan Umum 2002, ekonomi dan politik Turki bisa dibilang stabil, tidak ada pergolakan hingga 2012. Setelah masa-masa ketenangan itu berlalu, Erdogan mulai menunjukkan sisi negatifnya dengan menerapkan kebijakan otoriter.
Pada 2013, Freedom House, organisasi nirlaba yang berpusat di Washington, Amerika Serikat, mengeluarkan laporan mengenai tingkat kebebasan pers di Turki. Hasilnya, Turki ditetapkan sebagai negara partly free. Salah satu alasannya karena pada 2012, Turki menjadi negara yang paling banyak memenjarakan jurnalis yang mengkritik kebijakan pemerintah. Pun dengan lawan-lawan politik yang menjadi target penangkapan sewenang-wenang atas sikap kritis mereka.
Didukung Kelompok Suporter
Salah satu elemen masyarakat yang berpartisipasi dalam aksi protes tersebut adalah para penggemar sepakbola di Istanbul, khususnya kelompok suporter Be?ikta?, Fenerbahçe, dan Galatasaray. Aksi tersebut umumnya dilakukan secara spontan, dengan membawa atribut kesebelasan masing-masing.
Di antara ketiganya, kelompok suporter Be?ikta? menjadi yang terbanyak, diikuti oleh Fenerbahçe, dan Galatasaray. Sebagian besar kelompok supoter Galatasaray tidak mengikuti aksi protes ini karena ketua suporter mereka dekat dengan Erdogan dan Partai AKP. Meskipun demikian, hal itu tidak mencegah suporter Galatasaray lainnya untuk bergabung dengan penggemar Be?ikta? dan Fenerbahçe.
Tak terbayangkan sebelumnya bahwa mereka yang biasanya saling menjadi âmusuhâ satu sama lain di lapangan, tiba tiba dipersatukan oleh aksi protes menentang pemerintah. Aksi kolaborasi itu mereka sebut sebagai Istanbul United. Aksi tersebut kemudian didokumentasikan yang diangkat menjadi film dokumenter oleh sutradara Olli Waldhauer dan Farid Eslam dengan judul Istanbul United.
Baca juga: Kerusuhan-kerusuhan di Liga Turki
Di Istanbul, kelompok suporter Be?ikta? yang paling terkenal, Ãar??, adalah kelompok yang paling besar dan paling berperan dalam aksi ini. Singkatnya, Ãar?? adalah kelompok suporter Besiktas beraliran sayap kiri dan paling âmelek politikâ. Aksi di Taman Gezi bukanlah aksi pertama yang mereka lakukan untuk mereka menyuarakan ketidakadilan. Pada musim kompetisi 2005/2006, mereka bekerjasama dengan kelompok organisasi lingkungan hidup, Greenpeace, untuk berkampanye menolak pembangunan instalasi nuklir di Sinop (sebuah kota di dekat Laut Hitam).
Keberanian yang ditunjukkan oleh Ãar?? selama protes di Taman Gezi itu bukannya tidak beresiko. Banyak dari mereka ditahan setelah protes ini dan diadili. Mereka didakwa âberusaha menjatuhkan pemerintahâ selama protes berlangsung. Lebih lanjut, dalam dakwaan itu dijelaskan bahwa mereka âberusaha menguasai kantor Perdana Menteri dengan tujuan untuk menciptakan pergolakan seperti Arab Spring".
Dakwaan terhadap Ãar?? menuai berbagai kecaman, salah satunya dari lembaga advokasi hak asasi manusia, Human Right Watch (HRW). Â âDakwaan terhadap penggemar klub sepakbola Be?ikta? sebagai musuh negara karena bergabung dengan protes massal adalah sebuah parodi yang menggelikanâ, kata Emma Sinclair Webb, peneliti senior di HRW cabang Turki. âHal itu mengungkap besarnya tekanan yang diberikan oleh pemerintah terhadap sistem peradilan Turki," tambah Webb.
Atilla Kart, seorang anggota parlemen dari partai CHP menjelaskan bahwa dakwaan itu adalah bukti keberadaan sebuah pemerintahan fasis di Turki. "Pemerintah ingin menempatkan seluruh elemen masyarakat di bawah tekanan. Ini adalah fasisme. Pemerintah menyebut semua tindakan rakyat sipil, termasuk tindakan untuk mencegah penebangan pohon dan pelestarian lingkungan sebagai upaya kudeta", keluhnya.
Dukungan terhadap Ãar?? pun mengalir dari penggemar sepakbola di luar Turki, tepatnya dari suporter Borussia Dortmund. Saat pertandingan menghadapi Frieburg di stadion Signal Iduna Park, 13 September lalu, pendukung Dortmund membentangkan spanduk dukungan bertuliskan âJangan menyerahâ dan âKebebasan untuk ultras (Ãar??) dan Turkiâ.
Hingga saat ini, proses pengadilan terhadap ke-35 anggota Ãar?? masih berlanjut. Mereka pun terus aktif untuk menyuarakan kepentingan mereka yang tertindas, salah satunya adalah dengan berpartisipasi pada aksi protes memperingati Hari Buruh Internasional yang jatuh pada tanggal 1 Mei lalu. Tindakan yang dilakukan oleh mereka dan dua kelompok suporter lainnya di Istanbul adalah bukti bahwa sepakbola dapat menjadi pemersatu untuk melawan kesewenang-wenangan penguasa. Mungkin, bagi sebagian orang, keadilan, demokrasi, dan kebebasan telah mati di Turki. Namun, perjuangan untuk menegakkan ketiganya akan terus berlangsung sampai kapanpun dan dengan resiko apapun.
Catatan:
 *Bu makale, adalet, demokrasi ve özgürlük için mücadele eden türk halk?na ithaf edilmi?tir (Artikel ini didedikasikan untuk rakyat Turki yang sedang mempertahankan kebebasan, demokrasi, dan keadilan). Penulis aktif di media sosial dengan akun @csi_wulan
Sumber gambar: uludagsozluk.com
Komentar