Dikirim oleh : Ivan Rahardianto
Benua Asia selalu menyajikan rivalitas antar klub yang menarik untuk dinikmati. Salah satu derby yang patut dinikmati berasal dari Tanah Arya yaitu Tehran Derby. Mungkin Derby ini bisa dikatakan sebagai derby paling panas di Asia.
Derby ini membelah Teheran menjadi dua warna berbeda merah (Persepolis) dan biru (Esteghlal). Tehran Derby mempertemukan dua klub terbesar dan  tersukses di Iran yaitu Esteghlal FC dan Persepolis FC. Dua klub yang dianggap  masuk dalam âThe Big Threeâ liga Iran .
Pada Awalnya Esteghlal adalah klub olahraga sepeda. Tiga orang tentara Iran, pada tahun 1945, mendirikan tim ini dengan Docharkhe Savaran. Setelah empat tahun berdiri klub ini baru mulai fokus pada olahraga sepakbola dan berubah nama menjadi Tej Teheran. Kemudian setelah revolusi Iran pada tahun 1979 klub ini berganti nama menjadi Esteghlal FC. Pergantian nama ini karena sebelum revolusi Iran klub ini dikaitkan dengan monarki dan rezim yang berkuasa pada saat itu. Esteghlal telah memenangkan liga Iran sebanyak 8 kali dan juara asia sebanyak 2 kali.
Sedangkan Persepolis didirikan pada tahun 1963 oleh Ali Abdo mantan petinju Iran. Pada masa awal-awal  terbentuk, Persepolis lebih banyak berkutat di divisi bawah liga Iran.  Persepolis baru mulai bangkit ketika tahun 1968 mereka menggunakan mantan pemain Shahin FC, klub yang dibubarkan oleh pemerintah pada tahun 1967 karena alasan politik. Manajer Persepolis saat Itu Parviz Dehdari membawa beberapa bekas pemain Shahin FC untuk bergabung ke Persepolis.
Sejak saat itu Persepolis berubah menjadi salah satu klub tersukses  di Iran. Pemilihan nama Persepolis oleh Ali Abdo terinspirasi dari sebuah kota kuno pada zaman Persia. Nama Persepolis berasal dari bahasa Yunani yaitu perses yang berati Persia dan polis yang berarti kota. Pada zaman dahulu Persepolis merupakan  salah satu ibu kota  kerajaan Persia. Persepolis telah memenangkan gelar liga Iran sebanyak 9 kali dan 1 Piala Winners Asia pada 1991.
Rivalitas antara kedua klub telah dimulai sejak liga Iran belum dibentuk. Pertandingan pertama dilaksanakan pada tahun 1968 dalam rangka persahabatan antar kedua klub dan berakhir dengan hasil imbang. Semenjak Liga sepakbola Iran dibentuk pada tahun 1970, setiap pertandingan antara kedua klub selalu berlangsung dengan tensi tinggi. Derby Teheran telah dimainkan sebanyak 80 kali. Beberapa pemain legendaris Iran seperti Ali daei, Mehdi Mahdivika, Ali jabbari, Gholam Hossein Mazloumi pernah bermain di derby ini.
Awal Permusuhan
Pengaruh dan dukungan dari rezim yang berkuasa pada saat itu menjadi awal permusuhan kedua klub. Menurut Sina Saemian, seorang penulis asal Teheran, permusuhan berawal dari pembubaran klub Shahin FCÂ oleh pemerintah karena alasan politk. Setelah dibubarkan banyak pemain Shahin pindah ke Persepolis dan membawa kultur Shahin FC sehingga membuat permusuhan dengan Esteghlal pindah ke Persepolis. Untuk diketahui sebelum bersaing dengan Persepolis, Esteghlal merupakan rival berat Shahin fc. Sedangkan disisi lainnya Esteghlal mendapatkan dukungan dari rezim yang berkuasa dan mendapatkan banyak kemudahan dari pemerintah
Perbedaan latar belakang politik dan sosial menyebabkan kedua klub mempunyai pendukung dari kelas yang berbeda. Persepolis didukung oleh kalangan kelas pekerja. Sedangkan Esteghlal didukung oleh orang-orang kelas atas Iran dan mendapatkan dukungan dari rezim yang berkusasa pada waktu itu . Fakta lainya yang menjadikan derby ini panas adalah kedua klub mempunyai basis suporter terbesar di Iran. Persepolis mempunyai suporter paling banyak di Iran diikuti dengan Esteghlal di peringkat kedua. Fanatisme dan kebencian antar pendukung kedua klub tak jarang membuat pertandingan berakhir dengan bentrokan
Salah satu pertandingan paling panas dan berujung pada bentrokan terjadi pada tahun 2000. Ketika itu kiper Esteghlal, Parviz Boroumand, memukul pemain Persepolis Payan Rafat di wajah. Kedua pemain ini sebelumnya beradu mulut selama pertandingan hingga berakhir adu jotos. Pukulan tersebut menyebabkan perkelahian antar pemain dan bentrokan antar  suporter di luar stadion  yang menyebabkan lebih dari 250 bus dan 100 toko mengalami kerusakan. Akibat kejadian tersebut polisi menangkap 3 pemain dari masing-masing klub dan 60 fans yang dianggap sebagai provokator.
Lalu ada lagi pertandingan kontroversial lainnya pada 11 januari 1995. Ketika itu  Persepolis sudah unggul 2 gol sampai menit 80, tiba-tiba Esteghlal mampu menyamakan 2 gol yang salah satunya lewat titik putih. Keputusan wasit yang memberikan tendangan penalti membuat marah suporter. Para pendukung Persepolis menganggap wasit terlalu berat sebelah. Akibat keputusan wasit tersebut, suporter Persepolis menyerbu lapangan dan menyebabkan keributan di lapangan antara pemain dan suporter. Semenjak laga tersebut federasi sepakbola Iran memutuskan menggunakan wasit dari luar negeri untuk memimpin derby ini demi menjaga netralitas pertandingan.
**
Simak juga beberapa tulisan lainnya yang terkait dengan derby atau rival dalam satu kota di sini
Tehran Derby telah menjadi salah satu even olahraga terbesar di Iran, dengan 100.000 ribu penonton memenuhi stadion dan ditonton lebih dari 30 juta orang di televisi. Begitu pentingnya derby ini membuat tekanan kepada pemain dan pelatih untuk memenangkan pertandingan sangat besar. Sampai para suporter kedua klub beranggapan bahwa memenangkan pertandingan ini lebih penting daripada memenangkan gelar liga.
Saat hari pertandingan ini berlangsung, semua aktivitas masyarakat dan roda perekonomian kota Teheran terganggu karena orang-orang pergi untuk menonton derby ini baik di Stadion Azadi maupun di layar televisi. Sayangnya kaum hawa Iran tidak bisa menikmati derby ini di stadion karena pasca revolusi Iran, pemerintah melarang perempuan untuk menonton langsung sepakbola di stadion.
Perubahan lainnya setelah revolusi Iran adalah  kedua klub berada dibawah kontrol pemerintah. Semua aset klub diambil alih oleh pemerintah dan pendanaan berasal dari pemerintah. Tetapi pada 2005 pemerintah Iran berencana menjual kedua klub kepada pihak swasta. Masalah keuangan dan utang yang mencapai 30 juta euro menjadi alasan pemerintah untuk menjual dua klub ini. Sejak 2009 berbagai upaya dilakukan untuk menjual kedua klub ini tapi terkendala masalah administratif dan tantangan hukum.
Rencana ini mendapat tentangan dari berbagai kalangan karena sumber pendapatan klub swasta Iran dari hak siar dan penjualan tiket tidak cukup untuk mendanai klub. Pemerintah Iran sudah 3 kali melakukan percobaan untuk menjual kedua klub tapi tak membuahkan hasil. Banyak kekhawatiran yang muncul jika kedua klub diprivatisasi salah satunya adalah masalah keamanan karena kedua klub mempunyai basis sosial yang besar dan privatisasi akan membuat kontrol pemerintah terhadap kedua klub menjadi berkurang.
Rencana privatisasi dan masalah keuangan yang menimpa kedua klub tidak membuat Derby Teheran kehilangan daya tariknya. Derby Teheran selalu menyajikan sesuatu yang spesial untuk dinikmati. Meski tidak semegah derby Madrid dan Roma, tetapi Tehran Derby dan sepakbola sudah menjadi bagian dari kehidupan orang-orang Iran dan menjadi hiburan bagi orangâorang Iran di tengah tengah rutinitas kehidupan dan pekerjaan yang melelahkan.
Perbedaan latar belakang sosial dan budaya menjadikan derby ini lebih dari sekadar derby biasa. Seperti pepatah mengatakan bahwa sepakbola lebih dari sekadar permainan, sepakbola bukan saja tentang strategi , aturan-aturan, dan statistik, tetapi juga tentang tradisi dan budaya yang dihasilkan dari olahraga bernama sepakbola, dan Tehran derby telah menjadi semacam budaya bagi orang Iran.
Penulis aktif di media sosial dengan akun @rahardiantoo
Komentar