Karya Alief Maulana
Bagi sebagian Romanisti, dua musim terakhir AS Roma ibarat menaiki anak tangga. Sebelum-sebelumnya AS Roma hanya berusaha untuk berjalan ke depan tanpa mencoba untuk menaikkan level mereka. Setelah gelaran Coppa Italy dan Super Coppa Italy musim 2007-2008, tak ada lagi gelar yang mengisi lemari piala AS Roma. Tahun yang sudah lama berlalu, tahun ketika Nabilah JKT48 masih duduk di bangku Sekolah Dasar dan saat Nabilah JKT48 sudah memasuki bangku gerbang SMA pun AS Roma belum lagi mendapatkan gelar.
Seperti yang saya sebutkan di atas, dua musim terakhir AS Roma mencoba menaikkan level mereka. Setelah diakuisisi seorang Amerika, Di Benedetto, AS Roma berbenah. Awalnya Roma bereksperimen mendatangkan pelatih yang saat ini sukses di Barcelona, Luis Enrique. Namun Roma gagal, bahkan hanya sekadar merasakan panasnya gelaran Eropa pun mereka gagal.
Pelatih baru pun didatangkan. Pelatih yang sempat melatih Roma di masa lalu, Zdenek Zeman, didapuk menggantikan Enrique. Pelatih yang dikenal dengan Zemanlandia-nya didatangkan dari Pescara. Bukan tanpa alasan manajemen Roma mendatangkan Zeman, karena Zeman sukses menaikkan Pescara ke Serie A. Plus, Zeman sukses mengorbitkan bintang masa depan Italy, Marco Veratti.
Jangan lupa, Zeman juga pelatih legendaris yang dikenal tergila-gila dengan permainan menyerang. Dan permainan menyerang itu memang mampu menjadikan Roma sebagai kekuatan besar yang mampu menerkam lawan-lawannya dengan angka memasukkan gol yang tinggi. Tapi dengan jumlah kemasukkan gol yang tinggi pula. Zeman gagal dan dipecat.
Rudi Garcia lalu didatangkan dari Lille. Bagi sebagian Romanisti di Indonesia, nama Rudi Wowor jelas lebih terkenal dibandingkan Rudi Garcia. Bahkan De Rossi pun sempat mempertanyakan nama Rudi Garcia kepada Pirlo ketika mereka sedang berlaga di Pra Piala Dunia. Tapi dengan fakta bahwa Rudi Garcia berhasil memberikan gelar juara untuk Lille di Perancis, otang tentu tak gampang untuk menyepelekannya.
Tampaknya segala keraguan mulai ditepis. Hazard, Gervinho, Giroud, dan Digne adalah nama-nama tenar yang moncer di bawah kepemimpinan Rudi Garcia. Romanisti seakan diajak terbang ke langit ketujuh.
Di Era Rudi Garcia, Roma melakukan perombakan besar-besaran. Roma yang selama ini dikenal dengan belanja irit, mulai royal mengeluarkan uang. Gervinho, Strootman, Ljajic, dan De Sanctis adalah nama tenar yang didatangkan di awal musim 2013/2014. Hasilnya, Roma sukses meraih 10 kemenangan beruntun di 10 awal laga Serie A. Hal ini memecahkan rekor kemenangan beruntun terbanyak di awal musim. Meskipun belum bisa memecahkan rekor kemenangan beruntun terbanyak yang dimiliki Inter Milan dengan 17 kali di musim 2006/2007.
Musim selanjutnya, Roma masih menjadi penantang kuat Juventus. Awalnya Juve dan Roma ibarat Rossi dan Lorenzo. Masih saling mengejar satu sama lain. Sebelum akhirnya masalah klasik AS Roma muncul: konsistensi. Roma seakan kehabisan bahan bakar dan harus rela menjadi penonton dalam perayaan Juventus meraih Scudetto. Bahkan, Roma bisa saja gagal meraih tiket otomatis ke UCL sebelum akhirnya Mapou Mbiwa sukses menanduk bola yang meluncur deras ke gawang Lazio. Dua giornata sebelum Serie A benar-benar habis.
Catat, bahwa dua musim terakhir itu, kita semua setuju untuk mencoret Inter Milan dan AC Milan dalam perburuan gelar juara. Kedua tim dari kota Milan sama-sama menjadi pesakitan. Kedua tim tradisional Italia itu bahkan harus rela disalip Fiorentina, Napoli, dan bahkan klub legendaris lainnya, Torino, yang musim lalu bermain di Europa League. Musim ini saja, jangankan UCL, Inter Milan dan AC Milan hanya jadi penonton dalam Liga Malam Jumâat (Europa League). Mereka kalah dari Fiorentina, Napoli, dan Sampdoria yang menjadi wakil Italia di Europa League.
Kedua tim dengan tradisi baik di Italia itu kini sudah berbenah untuk menghadapi musim 2015/2016. Kedua tim tersebut mulai jor-joran melakukan pembelian pemain. Erick Thohir yang mengakuisi Inter Milan dari Moretti, mulai berani melakukan gebrakan. Dimulai dengan pembelian gelandang muda potensial asal Prancis, Kondogbia dari Monaco. Menjadi salah satu pembelian terbesar di Serie A Italy musim ini.
Pindah ke tetangga dari Inter Milan. AC Milan yang memiliki duet hebat Berlusconi-Galliani sempat menjadi sasaran kemarahan Milanisti musim lalu. Spanduk kekecewaan dibentangkan Milanisti di San Siro atau Giuseppe Meazza. Bisa jadi itu adalah puncak dari kemarahan mereka setelah Milan tak lagi ada prestasi. Minimal untuk berlaga di Eropa pun hanya jadi bayangan saja.
Tapi musim ini jangan gampangan mencoret Milan dalam perburuan gelar Serie A. Milan yang sekarang berbeda dengan Milan beberapa musim terakhir. Milan berani mengeluarkan uang banyak meskipun harus mencicil. Mulai dari Luiz Adriano, Carlos Bacc, Bertolacci, dan yang terbaru, Romagnoli, berhasil didatangkan Milan. Belum lagi skuat musim lalu yang terbilang masih lumayan.
Perombakan itu sudah cukup membuat Inter dan Milan layak diperhitungkan, setidaknya dibandingkan musim-musim lalu. Apalagi, keduanya hanya fokus di kompetisi lokal. Bandingkan dengan AS Roma yang harus bermain di Eropa.
Roma musim ini harus juara. Minimal Coppa Italia. Karena musim depan belum tentu Rudi Garcia masih bertahan. Pondasi yang dibangun seorang pelatih tidak mudah untuk diubah dengan pondasi yang baru. Butuh proses untuk merangkai kembali pondasi yang baru. Musim ini akan jadi musim ketiga Garcia melatih AS Roma. Waktu yang terbilang lama bagi seorang pelatih di AS Roma. Karena sebelumnya, pelatih AS Roma selalu dipecat di pertengahan musim dan akhir musim, bahkan di musim pertamanya. Enrique, Zeman, dan Montella adalah buktinya.
Dan kalau boleh kita melihat jauh ke depan, bisa jadi musim depan klub-klub seperti Fiorentina, Napoli, dan Sampdoria akan semakin kuat. Khusus untuk Milan dan Inter, saya punya keyakinan kalau mereka berdua juga akan menguatkan tim di musim depan. Sebelum kedua tim tersebut semakin kuat, saatnya AS Roma mendapatkan gelar musim ini.
Apalagi kondisi Juventus saat ini yang kurang stabil. Kenapa? Dua pemain vital di lini tengah Juve telah pergi. Yakni Vidal dan Pirlo. Pemain yang memegang peranan penting selama Juve meraih 4 gelar beruntun.
Mencuri kesempatan dalam kesempitan lawan. Inilah yang harus dilakukan Roma musim ini. Belum lagi musim depan tidak ada jaminan pemain-pemain yang saat ini masih membela panji-panji Serigala Ibukota masih mau main di Roma. Yang paling penting adalah kontrak Totti di AS Roma akan berakhir 2016 mendatang.
Relakah Rudi Garcia dan skuatnya tidak memberikan kado terakhir berupa trofi untuk Francesco Totti? Now or Never !
Penulis adalah mahasiswa Hubungan Internasional yang mencintai sepakbola seperti mencintaimu. Twitter : @alipjanic
Komentar