Karya Budi Windekind*
Baru-baru ini harian ternama Italia, La Gazzetta Dello Sport, merilis hasil investigasi mereka perihal gaji yang diterima oleh pelatih-pelatih di Serie A musim 2015/2016. Laporan tersebut menunjukkan bahwa nama pelatih Internazionale Milano saat ini, Roberto Mancini, sebagai allenatore dengan bayaran paling mahal. Eks pelatih Manchester City ini menerima insentif sebesar empat juta euro per musim. Jumlah itu tidak termasuk bonus andai kata Inter dibawanya meraih gelar musim ini.
Gaji Mancio bahkan lebih besar dibanding pelatih timnas Italia, Antonio Conte, yang âcumaâ dibayar 3,5 juta euro per musim oleh Federasi Sepakbola Italia, FIGC. Sebagian dari jumlah tersebut bahkan dibayarkan oleh apparel timnas Italia saat ini, Puma.
Pun dengan pengganti Conte di Juventus, Massimiliano Allegri. Raihan scudetto dan Coppa Italia plus lolos ke final Liga Champions musim lalu tak membuat ia dibayar Si Nyonya Tua lebih mahal dari Mancio. Nominal rekening Juventus hanya susut sebesar 3,5 juta euro per musim untuk menggaji eks pelatih Sassuolo, Cagliari dan AC Milan tersebut.
Sementara itu pelatih Empoli, Marco Giampaolo, menjadi sosok dengan gaji paling kecil di Serie A. Klub yang bermarkas di Stadion Carlo Castellani tersebut hanya merogoh kocek sebesar dua ratus ribu euro per musim sebagai bayaran pelatih anyarnya. Jumlah itu bahkan kurang dari separuh gaji yang diterima gelandang andalan Azzurri, Riccardo Saponara.
Akan tetapi yang paling menarik perhatian dari daftar ini adalah masih menyeruaknya nama Walter Mazzarri ke permukaan. Padahal seperti yang kita ketahui bersama, Mazzarri saat ini sedang menganggur. Dialah sosok yang digantikan Mancini sebagai allenatore Inter di pertengahan musim lalu. Lalu bagaimana bisa ia masih menerima gaji dari La Beneamata?
Prestasi Medioker
24 Mei 2013 menjadi momen di mana Internazionale Milano secara resmi mengumumkan nama Walter Mazzarri sebagai pelatih anyar mereka. Ia menggantikan posisi Andrea Stramaccioni yang dicopot akibat hanya mampu membawa I Nerazzurri finis di tempat kesembilan di Serie A musim 2012/2013. Allenatore yang mengawali karier kepelatihannya sebagai asisten Renzo Ulivieri di Napoli pada musim 1998/1999 ini menerima kontrak berdurasi dua musim di Giuseppe Meazza.
Walau sepanjang kariernya lebih sering menangani klub-klub medioker seperti Livorno, Reggina dan Sampdoria, namun oleh Massimo Moratti, presiden Inter kala itu, ia dipercaya bisa mengangkat kembali performa La Beneamata yang tengah terseok-seok. Terlebih Mazzarri menorehkan catatan apik saat menukangi Napoli di periode 2009-2013. Klub asal Italia Selatan itu selalu konsisten finis di enam besar sekaligus lolos ke kompetisi Eropa plus sebuah trofi Piala Italia di musim 2011/2012.
Mazzarri sendiri tak menjanjikan scudetto pada musim pertamanya. Namun saat itu ia yakin bisa membuat permainan Inter jauh lebih atraktif dan menjanjikan dibanding sebelumnya. Hal itulah yang kemudian membuat manajemen klub peraih 18 scudetto ini membekali Mazzarri dengan amunisi anyar dalam diri Mauro Icardi, Ishak Belfodil, Marco Andreolli dan Hugo Campagnaro guna mengarungi musim 2013/2014.
Lewat racikan Mazzarri, Inter membuat start apik ketika itu dengan tak terkalahkan di enam pertandingan awal liga. Mereka memenangkan empat laga sementara dua lainnya berakhir imbang. Lebih menakjubkan lagi, Javier Zanetti cs., berhasil menciptakan 16 gol dan cuma kebobolan tiga kali di periode tersebut. Asa Interisti, sebutan bagi fans Inter, pun membubung. Mereka yakin bahwa Inter bisa bersaing di papan atas.
Tapi penampilan menawan tersebut tak berulang di pekan-pekan selanjutnya. Sebab Inter justru sering kehilangan angka dengan merengkuh hasil-hasil imbang, bahkan dari tim-tim yang di atas kertas bisa mereka bekuk. Periode terburuk berlangsung pada 15 Desember 2013 sampai 2 Februari 2014. Melakoni tujuh partai di Serie A, tim asuhan Mazzarri hanya sanggup memetik satu kemenangan. Sisanya mereka seri dua kali dan tumbang empat kali. Walhasil mereka mulai tercecer dari tiga besar, tertinggal cukup jauh dari Juventus, AS Roma maupun Napoli.
Mazzarri pun kebanjiran kritik, terutama perihal keengganannya mengganti pakem saat permainan timnya menemui kebuntuan. Publik memang sangat paham bahwa allenatore yang satu ini mengimani pola 3-5-2 sebagai formasi andalannya. Namun saat gaya ini bisa diantisipasi lawan, ia seolah tak mempunyai skema cadangan.
Pada akhirnya Inter terjebak pada inkonsistensi akut yang menyebabkan mereka terlihat inferior. Berkali-kali mereka sanggup unggul atas lawan-lawannya, tapi pada akhirnya kebobolan di menit-menit akhir sehingga cuma meraup satu poin atau justru keok.
La Beneamata akhirnya mesti puas menempati posisi kelima klasemen akhir musim 2013/2014 dengan koleksi 60 angka buah dari 15 kemenangan, 15 kali seri dan delapan kekalahan. Manajemen dan fans rupanya memiliki pandangan berbeda dengan pencapaian ini.
Interisti menganggap hasil ini tak mengubah pandangan mereka terkait penampilan inkonsisten Samir Handanovic dkk., sepanjang musim. Tapi bagi manajemen, posisi akhir yang mereka dapatkan tersebut merupakan sinyal positif. Dan disinilah malapetaka itu bermula.
Tanggal 2 Juli 2014 direksi klub sepakat untuk memperpanjang kontrak Mazzarri selama semusim atau baru akan habis di penghujung musim 2015/2016. Sang peramu strategi pun berterimakasih atas perpanjangan kontrak yang ia terima. Dengan penuh percaya diri ia menyebut bahwa ini adalah pertanda jika Inter mendukung proyek yang sedang dikerjakannya. Tak lupa pula Mazzarri berjanji untuk membawa anak asuhnya bersaing demi titel scudetto di musim 2014/2015.
Selama bursa transfer musim panas Inter pun giat bergerak dan sukses memboyong beberapa nama semisal Nemanja Vidic, Rene Krhin, Dodo, Yann MâVila, Gary Medel dan Pablo Osvaldo. Mereka didatangkan untuk menambal beberapa lubang yang ada di tim sekaligus memberi jaminan bahwa skuad kali ini lebih kuat.
Tapi nahas, penampilan angin-anginan Inter seperti musim lalu terulang kembali. Andrea Ranocchia cs. secara mengejutkan keok 1-4 dari Cagliari di Giuseppe Meazza pada pekan kelima. Padahal sebelumnya Inter sukses membenamkan Sassuolo lewat kedudukan telak 7-0. Si Biru Hitam yang kala itu sudah dipimpin presiden baru asal Indonesia, Erick Thohir, akhirnya melengserkan Mazzarri dari kursi kepelatihan lima hari pasca melakoni laga kesebelasnya di Serie A musim itu. Tepatnya di 14 November 2014.
Ini sekaligus mengakhiri kekuasan sang pelatih di markas latihan Inter, Appiano Gentile, yang sudah berlangsung selama 539 hari. Mazzarri tentunya kecewa dan geram dengan keputusan tersebut. Sebab segala proyek yang ia ajukan ke pihak manajemen selama ini adalah rencana yang matang dan selalu mendapat respon positif.
âMenurut pendapat saya, Inter tak memiliki alasan jelas untuk melakukan pemecatan,â tuturnya dalam sebuah wawancara.
Mungkin akan terdengar aneh tapi sesungguhnya pemecatan ini tak berarti apa-apa buat Mazzarri selain kemampuan meracik strateginya tak berguna untuk beberapa waktu. Alasannya sudah jelas, kontrak yang disepakatinya dengan Inter masih berlangsung hingga akhir musim 2015/2016 dan jika belum jatuh tempo, Inter masih harus menggajinya! Inilah malapetaka yang penulis maksud. Manajemen terpaksa menelan pil pahit dengan keputusan memperpanjang kontrak sang allenatore. Neraca keuangan La Beneamata pun terbebani dengan hal ini.
Beberapa bulan usai dipecat Inter, Mazzarri santer diberitakan akan menangani klub-klub di Inggris, khususnya Sunderland dan Newcastle. Kebetulan saat itu keduanya tengah tertatih-tatih mengarungi kompetisi. Bahkan Mazzarri disebut sudah menjalani les Bahasa Inggris demi mempermudah tugasnya di tanah Britania.
Mendengar kabar ini, asa kubu Inter sedikit terangkat. Mereka menyambut baik langkah Mazzarri untuk melanjutkan kariernya di Inggris. Tapi usut punya usut, semuanya tak lebih dari sekadar gosip belaka.
Pada awal musim 2015/2016 Mazzarri kembali dikait-kaitkan dengan raksasa Prancis, Olympique Marseille. Ketika itu LâOM baru saja ditinggal sang pelatih asal Argentina, Marcelo Bielsa yang mengundurkan diri.
Secercah harapan kembali muncul di dalam dada manajemen La Beneamata terkait berita ini. Inter secara terang-terangan mendukung kesebelasan dengan seragam utama putih-putih tersebut untuk meminang Mazzarri sebagai entraineur gresnya. Hal ini wajar dilakukan Inter mengingat kewajiban menggaji Mazzarri meski ia tak melatih Inter baru akan gugur jika yang bersangkutan menerima pinangan klub lain sebagai pelatih.
Tapi apa mau dikata, Marseille malah menunjuk Michel sebagai manajer anyar mereka. Sekali lagi Mazzarri gagal kembali ke tepi lapangan sebagai pelatih. Dan sekali lagi Inter gagal membuat malapetaka bernama kewajiban itu gugur.
Urung membawa Inter menjadi kompetitif, tak mampu membuat mereka bersaing memperebutkan tahta Serie A dan kegagalan demi kegagalan untuk melatih klub lain pasca dipecat bagaikan harapan-harapan palsu yang dihadiahkan Mazzarri buat I Nerazzurri.
Di satu sisi, Inter mau tak mau harus rela melubangi isi kantong mereka untuk memenuhi malapetaka berkostum kewajiban tersebut. Disisi lain, Mazzarri tetap bisa makan dan minum sepuasnya serta tidur dengan senyenyak-nyenyaknya tanpa khawatir kehilangan pemasukan. Enak betul kau, Mazzarri!
foto: bbc.co.uk
*Penulis tinggal di Mataram, Nusa Tenggara Barat. Berakun twitter @windekind_budi
Komentar