Oleh: Satrio Bagus Prabowo
Enam gol tanpa balas tersaji di pertandingan pertama grup C Liga Champions Eropa antara Chelsea melawan Qarabag. Tim asuhan Antonio Conte tersebut berhasil mempermalukan klub berjuluk The Horsemen dari Azerbaijan ini. Seolah wajar bagi penikmat sepakbola untuk Chelsea membantai Qarabag. Bahkan Rio Ferdinand yang saat ini menjadi komentator di BT Sport berujar bahwa barisan pertahanan Qarabag tidak memperlihatkan level Liga Champions saat menahan gempuran The Blues.
Namun bukan itu yang ingin saya tulis disini. Memang benar jika Chelsea menelanjangi Qarabag. Tidak ada yang inspiratif dari itu, bahkan terkesan porno dan memalukan bagi sebuah tim yang berkompetisi di Liga Champions. Akan tetapi Qarabag masih menyimpan segudang inspirasi, setidaknya bagi sepak bola Azerbaijan.
Kisah Qarabag, dan konflik yang pernah menyelimuti mereka
Qarabag Futbol Klub adalah sebuah klub sepak bola yang didirikan pada tahun 1951 di kota Aghdam, sebelah barat daya Azerbaijan. Aghdam sendiri kini menjadi kota mati dengan populasi tak lebih dari satu jiwa. Ya benar, Aghdam menjadi kota tak berpenghuni (setidaknya itu yang ditulis oleh halaman wikipedia). Lalu bagaimana Qarabag bisa bertahan?
Dahulu Qarabag FK yang bernama Mahsul berdiri di kota yang berpopulasi sekitar 16.000 orang ini dengan stadion bernama Imarat Stadium. Namun semua berubah saat konflik Nagorno-Karabakh pecah pada akhir 80an hingga awal 90an. Perang ini terjadi karena perselisihan antara etnis Nagorno-Karabakh yang didukung oleh pasukan Armenia melawan Republik Azerbaijan.
Pada masa ini, kota Aghdam diduduki oleh militer Armenia yang akhirnya membentuk kota ini menjadi pangkalan militernya. Bahkan hingga saat ini, Armenia menunjuk Aghdam sebagai kota buffer zone, yang berarti kota ini dilarang untuk dihuni, bahkan untuk melakukan tur saja terkadang dilarang.
Saat itu militer Armenia menggempur habis-habisan kota Aghdam. Akibatnya Imarat Stadium hancur akibat bombardir tentara Armenia. Selain itu, para tentara Armenia juga mencederai etika perang dengan menyandera juga menembak warga sipil di daerah ini. Hal ini membuat sebagian besar populasi warga Aghdam lari mencari suaka ke sebelah timur kota (menuju Azerbaijan). Begitu pula dengan Qarabag FK yang berpindah kandang ke ibu kota Azerbaijan, Baku pada tahun 1993.
Berpindahnya Qarabag FK dari Aghdam ke Baku juga diperkuat dengan hilangnya nyawa sang kepala pelatih klub ini. Allahverdi Teymuroglu Bagirov, atau yang lebih dikenal dengan nama Allahverdi Bagirov, saat itu. Namun pada 1988 saat perang terjadi, ia secara sukarela ikut angkat senjata membela Azerbaijan. Di perang itu sang pelatih membuat batalionnya sendiri dan berhasil menyelamatkan ribuan warga sipil di daerah Khojali (kota lain yang berada dalam status bahaya saat perang Nagorno-Karabakh).
Namun sialnya, pada suatu hari, Allahverdi bersama dengan seorang temannya yang sedang mengendarai mobil untuk kembali ke Aghdam harus meregang nyawa lantaran mobil yang ditumpanginya ini melindas sebuah ranjau anti-tank. Kini Allahverdi Bagirov diangkat menjadi pahlawan nasional Azerbaijan.
Kisah Qarabag di Eropa
Kembali ke klub Qarabag FK. Setelah berpindah tempat pada 1993, Qarabag tidak menjadi tim lemah. Bahkan di tahun yang sama, Qarabag FK menjadi tim yang menjuarai Liga Azerbaijan, menjadikan tim ini adalah tim pertama yang menjuarai liga yang berasal dari kota di luar kota Baku.
Namun Qarabag FK tetap mengalami krisis finansial pasca perang. Pada masa 1998 hingga 2001, Qarabag tenggelam dalam hutang yang cukup besar. Meski demikian, pada 1999 Qarabag FK berhasil menjadi juara UEFA Intertoto Cup dengan mengalahkan klub Israel, Macabi Haifa dengan skor 2-1. Dua gol kemenangan mereka dilesakkan oleh Mushfig Huseynov yang kini dianggap sebagai legenda oleh para suporter Qarabag FK.
Krisis finansial di Qarabag FK berhasil dilampaui berkat saluran dana dari Azersun Holding, salah satu perusahaan besar di Azerbaijan yang bergerak di bidang perkebunan dan makanan. Qarabag FK juga sempat berganti nama menjadi Qarabag-Azersun saat disponsori oleh perusahaan ini. Namun pada 2004, Qarabag-Azersun kembali ke nama mereka, Qarabag FK. Azersun Holding juga membuat sebuah stadion khusus untuk kandang Qarabag FK yang dibuka pada 2015.
Lalu pada 2008, bintang sepak bola Azerbaijan, Gurban Gurbanov ditunjuk menjadi pelatih klub ini. Dengan pendekatan tiki-taka nya, Gurban Gurbanov berhasil membawa keberhasilan di klub Qarabag FK. Gurban Gurbanov juga menjadi salah satu faktor yang membuat Qarabag FK menjadi klub tersukses di Azerbaijan.
Kala Qarabag melakukan perayaan lolosnya mereka ke Liga Champions
Sang pelatih juga menjadi pelatih Azerbaijan tersukses di kompetisi Liga Europa. Catatan manis berhasil ditorehkan Qarabag FK dengan menjadi klub Azerbaijan pertama yang berhasil menjuarai fase grup di kompetisi ini pada 23 Oktober 2014 dengan mengalahkan Dnipro Dnipropetrovsk.
Selanjutnya kenangan manis lahir pada 2017. Qarabag menjadi tim Azerbaijan pertama yang berhasil menembus fase grup Liga Champions setelah mengalahkan FC Copenhagen. Qarabag FK menang 1-0 di laga kandang dan kalah 2-1 di laga tandang, dengan demikian Qarabag FK dianggap berhak maju ke fase grup karena aturan gol tandang. Qarabag akhirnya bisa merasakan tampil di ajang sebesar dan seprestisius Liga Champions.
***
Kini, Qarabag FK tergabung di grup C, salah satu grup neraka di Champions League 2017-18 bersama dengan Chelsea, AS Roma dan Atletico Madrid. Qarabag sudah melakoni debut Liga Champions-nya pada 13 September 2017. Namun sayang, cerita hebatnya Qarabag FK harus tercoreng enam gol dari raksasa London, Chelsea.
Sekarang Qarabag harusnya bisa lebih berbenah, setidaknya mempersiapkan diri untuk melawan AS Roma pada 27 September mendatang. Bahkan dalam sesi wawancaranya, Gurban Gurbanov menyebutkan bahwa ada alasan tersendiri untuk Qarabag menjadi tim kuat, salah satunya untuk mengungkapkan kepada dunia bahwa sebuah tim dengan latar belakang negara konflik bisa tetap bertarung di Liga Champions.
Sejarah tim Qarabag juga akan menjadi inspirasi bagi sepakbola Azerbaijan setidaknya bagi para anak-anak Azerbaijan bahwa mereka masih bisa bermimpi menjadi pemain bola profesional meski badai menghadang. Inilah yang mencoba ditunjukkan oleh Qarabag FK di Liga Champions. Apalagi mereka akan bertanding di ibu kota negara-negara maju dengan sepakbola luar biasa seperti London (Inggris), Roma (Italia), dan Madrid (Spanyol).
Meski kalah 6-0 dan meski Rio Ferdinand berujar Qarabag FK tidak mencerminkan permainan level Champions League, namun saya tetap salut kepada Qarabag FK yang telah memberi pelajaran tentang kerja keras. Juga tentang perjuangan di tengah badai. Ditambah dengan mimpi untuk bermain sepak bola di level luar biasa. Soal hasil itu hanya masalah lain. Toh proses panjang nan mencekam memang sangat melelahkan. Terimakasih, Qarabag FK!
foto: @qrbgen1951
Penulis adalah mahasiswa aktif. Seorang penggemar sepak bola yang berusaha memperhatikan sepakbola lebih dari jumlah gol. Twitter: @SsatrioO
Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis lewat rubrik Pandit Sharing. Isi dan opini di dalam tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis
Komentar