Oleh: Rahman Fauzi*
Bersamaan dengan dentuman kembang api yang mengisi langit malam tahun baru, West Ham United mencuri sedikit perhatian publik dunia sepakbola. Samir Nasri, juara Premier League dua kali, menjadi satu nama pertama yang memanfaatkan jendela bursa transfer tengah musim. Ia bekerja sama kembali dengan Manuel Pellegrini dan berhasrat mengulangi hari-hari kejayaan mereka di Manchester City.
“Samir akan memberikan kami dimensi lain dalam serangan kami. Dia pemain yang sangat teknis, dengan kualitas sempurna dengan bola dan kemampuan menciptakan momen besar di pertandingan penting,” tutur Pellegrini di situs West Ham.
Nasri memang banyak makan asam garam kehidupan Premier League. Sebelum membela The Citizens, pemain Perancis ini menjadi primadona di Arsenal setelah diboyong dari Olympiwue de Marseille pada 2008 sebagai pemain muda berbakat. Tiga tahun bermarkas di Stadion Emirates, membantu gol-gol Robin van Persie, membuat kerekatan hubungan dengan Francesc Fabregas, Nasri pindah ke Manchester City. Momen ini bikin patah hati penggemar Arsenal yang bertubi-tubi saat ditinggal pemain ke Tim Biru Langit pada periode itu.
Selama lima tahun, pemain pemain kelahiran 26 Juni 1987 ini bermarkas di Etihad Stadium, dari era kepelatihan Roberto Mancini, Manuel Pellegrini, sampai Josep Guardiola. Untuk nama terakhir, Nasri tidak masuk rencana. Ia dipinjamkan ke Sevilla musim 2016/17 bersama gaya rambut pirang. Ia lalu sungguh-sungguh berpisah dengan City dan terdampar di klub Turki, Antalyaspor. West Ham menjadi klesebelasan Inggris keempat atau ketujuh secara keseluruhan dalam 15 tahun karier Samir.
Datangnya Nasri di periode awal bursa transfer Januari bisa dilihat sebagai langkah cergas The Hammers mengantisipasi perginya Marko Arnautovic. Sekalipun berbeda posisi, Arnautovic yang blak-blakan ngebet pindah ke kesebelasan di Liga Champions perlu dicari penggantinya. West Ham pun menjadi suaka bagi Nasri yang tanpa kesebelasan dalam setahun terakhir.
Nasri punya pengalaman, rekam jejak berbukti trofi, masa kerja sama dengan Pellegrini, dan tidak diragukan punya olah bola mumpuni. Sekilas, dia opsi bagus sebagai tambahan amunisi.
Biang Masalah
Tanggal 26 Desember 2016 di Los Angeles, California. Klinik Drip Doctors mengunggah foto kliennya ke media sosial memberi keterangan menyuntikkan 500 mililiter cairan berisi komponen mikronutrien. Tujuannya untuk membantunya tetap terhidrasi (mampu menyerap air dengan baik) dan terus sehat sepanjang periode musim sepakbolanya yang sibuk. Kelak, praktik ini membawa klien tersebut kepada masalah yang lebih parah daripada tumpukan-tumpukan terdahulu.
Klien Drip Doctors itu Samir Nasri. Dosis mikronutrien yang berfungsi meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan diri itu melewati batas yang ditentukan Badan Anti-Doping Dunia (WADA). Aturannya, seorang atlet aktif hanya boleh diinjeksi cairan sebanyak 50 mililiter setiap enam jam. Nasri yang sebelumnya merasa sakit dan muntah-muntah, disuntikkan dosis yang lebih tinggi dari ambang batas oleh klinik yang dimiliki Jamila Sozahdah itu.
Foto Jamila bersamanya lantas diikuti beberapa kicauan cabul akun Twitter Nasri sendiri tentang “pelayanan lanjutan” pemberian Jamila. Nasri membantahnya, meyakini akunnya diretas pacarnya saat itu, model Anara Atanes, sebelum segera menghapus akun sementara waktu.
Karier Nasri memang banyak diwarnai aksi indisipliner, tengil, dan degil. Tumbuh dan berkembang di permukiman kumuh La Gavotte Peyret di Marseille, Nasri memang berasal dari keluarga miskin. Masa kecil sampai remajanya di sana, dia sebut sebagai pembentuk karakter diri tanpa tedeng aling-aling.
Menyoal “pelayanan lanjutan”, Nasri bisa mengelak. Namun dia tidak bisa lari dari penyidikan WADA dan UEFA. Komisi etik UEFA lantas menjatuhkan sanksi larangan aktif di sepakbola selama enam bulan atau sampai 1 Juli 2017. Nasri masih bisa pindah ke Antalyaspor, bermain delapan pertandingan dan mencetak dua gol. Namun segalanya tambah runyam, setelah banding tidak masuk akal dari Sevilla —kesebelasan yang diperkuatnya saat disanksi— malah menambah masa hukuman secara total jadi 18 bulan.
Dia merujuk pemain asal Marseille seperti Eric Cantona dan Zinedine Zidane juga punya sisi gelap yang bersemayam bersama teknik sepakbola kualitas tinggi. Cantona menendang penggemar Crystal Palace, Zidane menanduk Marco Materazzi di final Piala Dunia, sementara Nasri mencicil tingkah agresifnya.
“Itu karena dari mana kami berasal. Ketika bertumbuh dewasa di jalanan kamu harus mempertahankan diri. Kamu harus bertarung menunjukkan karakter. Ketika saya tidak setuju dengan seseorang, saya memberitahunya secara tatap muka, bilang kalau saya punya masalah dengannya. Saya suka kejujuran, tanpa basa-basi, sekalipun kepada orang yang saya cintai saya juga punya hati yang tangguh,” cerita Nasri kepada Daily Mail tahun 2011.
Kisah badung Nasri yang berskala besar datang pada ajang Piala Eropa 2008, saat statusnya masih pemain bau kencur Timnas Perancis. Tidak tanggung-tanggung, Nasri berurusan dengan pemain senior seperti Thierry Henry menyoal perkara berebut tempat duduk di bus. Henry yang baru kembali ke Tim Ayam Jantan setelah cedera punggung, mendapati tempat duduk favoritnya selama 12 tahun dihuni pemuda berusia 20 tahun. Sempat cekcok, Nasri bergumam, “Ah, tidak ada namamu di bangku ini”.
Lewat penjelasan akhirnya Nasri memberikan tempat Henry sebagaimana mestinya. Peraih Piala Dunia 1998 dan Piala Eropa 2000 pun membolehkan Nasri duduk di sebelahnya. Hubungan mereka berjalan biasa-biasa saja.
Itu versi Nasri. Namun menurut pemain senior lain, William Gallas, apa yang dilakukan Nasri kelewat kurang ajar kepada pemain senior. Tanpa menyebut nama, Gallas menulis kisah tersebut dalam buku biografi berjudul “La parole est a la defense”.
Nasri naik pitam. Satu tahun terakhir Gallas di Arsenal mereka tidak bertegur sapa. Ketika Gallas pindah ke Tottenham Hotspur, Nasri menolak berjabat tangan saat keduanya berbaris memulai pertandingan.
Puncaknya, Nasri tidak dipanggil ke Timnas Perancis untuk Piala Dunia 2010 akibat diduga kuat status Gallas sebagai kapten kedua Les Blues memengaruhi keputusan pelatih Raymond Domenech. Perancis pada edisi Piala Dunia tersebut hancur lebur, Nasri bersyukur tidak terlibat di dalamnya dan siap membuktikan diri pada musim baru bersama Arsenal.
Musim 2010/11 Nasri mengalami performa puncak. Bek Manchester United, Rio Ferdinand, memujinya sebagai pemain terbaik musim itu, sementara pelatih Chelsea, Carlo Ancelotti, menyadari dia menunjukkan kualitas untuk tim bukan dirinya sendiri. Nasri masuk nominasi Pemain Terbaik Pilihan Pemain dan Pemain Muda Terbaik, sekaligus menembus Tim Terbaik Premier League tahun itu.
Ketika segalanya berjalan menjanjikan bersama Tim Gudang Peluru, musim berikutnya Nasri malah pindah ke Manchester City. Label pengkhianat dan mata duitan langsung menebas Nasri nyaris dari seluruh mata angin. Dia gadaikan garansi peran inti sebagai pemain kunci untuk sebatas status pelengkap skuat mega bintang City, pemburu gelar Premier League pertama mereka.
“Cabuli dirimu sendiri, cabuli ibumu, dasar anak pelacur. Kamu ingin kami tersingkir! Biar saja, sekarang kamu bisa menulis perangai buruk saya,” caci makinya.
Penampilan moncer Nasri di Liga Inggris membuahkan panggilan kembali ke Timnas Perancis untuk turnamen Euro 2012. Sempat mencetak gol ke gawang Inggris dengan perayaan berlebihan, emosi Nasri meletup saat Perancis disingkirkan Spanyol. Nasri cekcok dengan jurnalis AFP yang mengkritiknya, sehingga membuat ibunya di rumah sakit-sakitan. Jurnalis tersebut mengaku telah objektif, apalagi pada tulisannya beberapa bulan sebelum Euro 2012, dia mengapresiasi aksi Nasri di City. Sumpah serapah Nasri kadung dilancarkan berlebihan.
Praktis ajang Euro 2012 menjadi ajang sepakbola antarnegara terakhir yang dia ikuti yang berakhir dengan kekacauan sempurna. Ditambah, Nasri punya friksi dengan pelatih baru Prancis, Didier Deschamps. Baru berusia 27 tahun, Nasri memutuskan pensiun dari tim nasional yang dia bilang, “tidak membuatnya bahagia dan selalu saja ada masalah”.
Perilaku tercela Nasri di lapangan juga mudah teringat akibat aksi emosional nan komikal. Ia memancing perkelahian di pertandingan Arsenal versus Hull tahun 2009, padahal Andrei Arshavin yang dilanggar biasa saja dan segalanya normal untuk melakukan tendangan bebas. Dia dihina, ‘F*ck you’ oleh Emanuel Frimpong yang meraih simpati pendukung Arsenal karena tingkah Nasri memuakkan sejak membela Manchester City. Belakangan, Frimpong menyebut Nasri idiot, karena terlalu disalahkan akibat debutnya di Arsenal berujung kekalahan 0-2 dari Liverpool, awal musim 2011/12. Laga debut Frimpong, sekaligus laga terakhir Nasri berseragam Arsenal. Semacam sengaja cari perkara.
Dia ditekel keras tapi bersih mengenai bola oleh Sebastian Bassong saat City jumpa Norwich City di musim 2012/13. Bassong hanya dapat kartu kuning, tapi justru Nasri yang diganjar kartu merah akibat tandukan nirfaedah. Ketika datang lagi ke Inggris meski tengah membela Sevilla, Nasri juga menanduk Jamie Vardy setelah keduanya ribut dalam pergerakan tanpa bola di pertandingan Liga Champions dua musim lalu.
Meminjam bahasa anak milenial yang kemungkinan dipengaruhi boso walikan, tidak dipungkiri Nasri gemar sekali bikin “tubir” alias ribut.
Nasri adalah orang yang menyempatkan berkata, “Tapi saya ada di puncak klasemen” setelah mobilnya dipepet pendukung Liverpool pasca City kalah di semifinal Piala Liga 2011/12. Nasri juga orang yang berseloroh, “Mesut, I love you” di lorong pemain Stadion Emirates selepas The Gunners menang 2-1 empat tahun lampau. Bos Roberto Mancini suatu waktu ingin meninju Nasri akibat terlalu sering bermain inkonsisten, padahal berteknik tinggi. Kelakuannya sungguh macam-macam.
Nasri dengan santainya berjalan kaki menuju ke Stadion Emirates bersama Marouane Chamakh menonton laga tandang City. Meski memang bermukim di kawasan Hampstead, London Utara, tapi dengan berjalan tanpa pengawalan seolah sengaja memancing tindakan tidak sopan. Baginya, sorakan negatif tidak henti selama dia bermain tandang di Emirates semacam tindakan bodoh, karena dia bukan penggemar Arsenal dan tidak berasal dari London.
“Saya mencoba lebih dewasa dan tidak terlibat di hal-hal semacam ini, karena saya punya banyak masalah di masa lampau. Untuk berkata, ‘Lihat, saya telah menangkan trofi-trofi ini’ ialah bukan hal baik di depan para penggemar,” terangnya sembari mengatakan hal-hal yang dia sendiri bilang tidak perlu dikatakan.
Kedewasaan sering sekali dia utarakan. Ketika pindah ke London dari Marseille saat berusia 20 tahun, dia anggap itu sebagai bentuk kedewasaan. Ketika dia berkonflik dengan para pemain senior Perancis, itu tidak lain juga menyoal relasi kedewasaan. Kedewasaan juga dia kedepankan saat berkonflik panjang dengan suporter.
Lantas kedewasaan lagi-lagi terucap saat bergabung dengan West Ham, kali ini tampaknya dengan kesungguhan.
Terbukanya Pintu Taubat
Tudingan pengkhianat, konflik dengan pemain senior, rajin bikin keributan di lapangan, dan segala perilaku tidak profesional beriringan bersama kecakapan teknik individunya. Kemampuan menggiring, mengontrol bola, mengoper, dan kehebatan pada dua kaki, bersatu padu dalam visi bermainnya sebagai gelandang serang nomor delapan. Beragam hal buruk seakan menguapkan potensi maksimal Nasri. Untung saja tidak benar-benar lenyap dibawa angin.
Dari anak ajaib yang digadang-gadang menjadi ‘Zidane Baru’, merujuk teknik mumpuni dan kesamaan latar belakang, Nasri nyaris mudah terlupakan dalam perbincangan daftar pemain elite Perancis. Setelah tersingkir dari City era Guardiola, dia perlahan hilang dari radar. Tidak banyak yang peduli dengan kariernya di Sevilla, apalagi Antalyaspor. Sampai akhirnya dia dapat ruang pemberitaan atas kasus doping dan tambahan masa hukuman.
West Ham lantas datang memberi kehidupan kedua untuknya. Nasri merasa segalanya berakhir saat larangan aktif di dunia olahraga selama 18 tahun menimpanya.
Semua dia curahkan pada wawancara pertamanya sebagai anggota The Hammers. Bahkan bisa dibilang ini salah satu wawancara pemain baru paling menggetarkan karena biasanya hanya berisi klise semacam, ‘Saya senang berada di kesebelasan ini’, ‘Kesebelasan ini paling besar di Inggris’ (sekalipun bergabung dengan Everton), ‘Saya telah menjadi penggemar kesebelasan ini sejak kecil, mengidolakan pemain legenda ini!’ (merujuk Duncan Ferguson), dan ‘Saya tidak sabar bermain di stadion megah dan melihat suporter bersorak’.
Dengan beberapa kali menunduk, suara bergetar, dan napas tersengal dalam pengakuan kesalahan di masa lalu, Nasri berterima kasih kepada West Ham beserta Pellegrini yang memberi harapan menyepak bola kembali. Nasri memasang target realistis bisa merumput, karena baru pada 1 November 2018 dia diizinkan memakai fasilitas olahraga profesional di manapun. Nasri menatap masa depan.
“Saya berumur 31 tahun sekarang dan lebih dewasa. Jika sekarang seperti lima tahun lalu mungkin saya punya masalah sama atau berbicara terlalu banyak.”
“Pellegrini tahu saya dan mengerti bagaimana mengatasi saya, tapi secara bersamaan saya bukan pemain seperti lima tahun lalu. Saya membuat kesalahan. Kami memenangkan liga, kami punya musim yang bagus, tapi dulu saya memang tidak seprofesional seperti saya sekarang.”
“Saat itu saya muda, tidak dewasa, juara liga, dan punya banyak uang. Saya tidak fokus dengan urusan pekerjaan, melakukan banyak hal, dan membuat kesalahan. Sekarang kesempatan kedua untuk saya. Saya sungguh-sungguh laki-laki yang berbeda dan Pellegrini menangkap itu saat kami berbicara. Saya beruntung, karena tidak semua orang punya kesempatan kedua dalam hidup.”
Nasri mengungkapkan isi hatinya selama masa hukuman. Dia merasa seperti berada di dalam kotak, terasing dari banyak hal yang familier. Jika tidak banyak tingkah, mungkin dia bisa memegang kendali penuh di Arsenal, dicintai penggemar, dan jadi pemain terbaik di sana.
Andai saja kelakuannya baik, pasti dia tidak tersingkir dari Manchester City seperti rekan-rekan yang masih bertahan. Kalau saja tidak gemar menancapkan konflik di Perancis, barang kali dia bisa ikut serta jadi Juara Piala Dunia 2018. Setidaknya, dia tidak perlu melakukan hal konyol di Los Angeles, pasti tidak dikerjai pacarnya dan paling penting tidak tersangkut skandal doping.
Usianya masih muda sebagai pesepakbola saat lepas kendali atas diri. Sebagai seseorang yang mendapatkan ‘hidup kedua’ pun dia masih di periode awal kepala tiga. Semua terlalu cepat, begitupun soal periode puncaknya. Eks pemain Perancis, Vikash Dhorasoo, pernah mengungkapkan simpatinya untuknya di koran The Guardian, “Saya berharap ketika Nasri pensiun, dia akan mengetahui nikmat akan hidup kolektif.”
Di waktu paling sulit menjalani masa hukuman, anaknya lahir untuk mengubah perspektifnya tentang hidup. Dia mengakui ragam kesalahan yang buatnya terpuruk. Berharap tidak terulang, karena fokusnya kini sepenuhnya sepakbola.
“Saya sangat-sangat bersemangat. Tentang kompetisi, ruang ganti, dan kembali ke atas lapangan. Itu segala yang saya harapkan,” katanya terbata-bata sembari buat gestur kuat tentang suasana yang dirindukan.
Dalam waktu dekat, kemungkinan Nasri tidak langsung tampil mengingat fisiknya yang belum maksimal akibat sanksi panjang. Sangat menarik seandainya dia bisa memulai debut berseragam burgundi West Ham saat menjamu Arsenal (Sabtu, 12 Januari 2019). Nasri bersama Jack Wilshere tentu punya kenangan tersendiri di laga reuni ini. Tentu juga sangat menarik kalau Nasri bisa tampil lagi di Stadion Etihad saat meladeni Manchester City (Rabu, 27 Februari 2019). Nasri dan Pellegrini pasti punya beragam memori untuk dikenang kembali.
“Saya punya momen yang sungguh-sungguh sulit ketika saya terpuruk. Secara mental saya tangguh, tapi untuk pertama kalinya dalam hidup, saya menangisi karier saya yang tampaknya berakhir. Jadi ketika kembali ke kompetisi paling kompetitif di dunia dengan tim yang penuh ambisi, manajer yang saya kenal, dan stadion semegah itu...”
“Ah, ini (menjadi pesepakbola) pekerjaan terbaik di muka bumi!” tutup Nasri, bersiap memulai sesuatu yang baru. Tanpa perlu jatuh di lubang kesalahan sama seperti di masa lalu.
*Penulis merupakan penggemar sepakbola dengan akun Twitter @oomrahman.
**Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis melalui kolom Pandit Sharing. Segala isi dan opini yang ada dalam tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis.
Komentar