Oleh: Adityo Nugroho*
Sepakbola sejatinya adalah hiburan dalam bentuk pertandingan olahraga yang mempertemukan satu kesebelasan dengan kesebelasan lainnya. Kesebelasan yang lebih baik persiapannya, lebih baik ketika pertandingan, dan lebih banyak dinaungi dewi keberuntungan, niscaya akan menjadi pemenang. Bagi kita para penonton atau suporter tentu melihat langsung pertandingan di stadion adalah suatu kepuasan tersendiri. Selain jalannya pertandingan, ada beberapa aspek yang turut menunjang dalam menikmati pertandingan sepakbola di stadion.
***
Penulis berasal dari Sleman. Bukan hal luar biasa jika penulis menasbihkan diri menjadi Sleman Fans sejati. Impian untuk melihat tim kebanggaan kembali berlaga di kompetisi sepakbola tingkat tertinggi Indonesia akan segera terwujud. Setelah era Marcelo Braga dkk., tahun ini PSS Sleman kembali bersiap mengarungi Liga 1 setelah mendapatkan satu dari tiga tiket promosi. Terbayang sudah kenikmatan duduk di tribun sambil menikmati pertandingan tuan rumah menjamu tim-tim papan atas Indonesia. Sampai akhirnya impian menikmati pertandingan itu sirna. Bukan karena PSS Sleman yang harus bermain di level Liga 2 atau 3 karena kasus mafia bola, melainkan penulis harus hijrah sementara ke belahan bumi lain di dataran Eropa. Dari Sleman menuju kabupaten kecil di Belanda bernama Enschede.
Bukan Amsterdam, Eindhoven, ataupun Rotterdam kotanya Mas Kristian Adelmund. Jangankan para pembaca, penulis yang akan menuju ke sana saja langsung mengernyitkan dahi mendengar nama daerah tersebut. Sudah lazim bagi penikmat sepakbola mengenal beberapa nama kota di Eropa berkat nama klub sepakbolanya. Di Belanda kita mengenal Ajax Amsterdam, PSV Eindhoven, ataupun Feyenoord Rotterdam, tapi tidak dengan Enschede.
Setelah mencoba berselancar di dunia maya, didapatilah FC Twente sebagai salah satu klub asal Enschede. Klub yang beberapa tahun lalu sempat kita dengar menjadi kampiun Eredivisie, tepatnya pada 2010. Sampai saat ini hanya FC Twente dan AZ Alkmaar yang mampu mencuri juara dari tiga klub penguasa Belanda (Ajax-PSV-Feyenoord). Kembali rasa ingin tahu mengarahkan jari untuk mengecek berapa peringkat FC Twente sekarang (Desember 2018). Hanya saja setelah beberapa saat menjelajah klasemen dan hasil serta jadwal pertandingan Eredivisie, tidak ada nama sang mantan juara. Ya, ternyata FC Twente sudah turun divisi karena terdegradasi dari Eredivisie musim 2017/2018.
Entah mungkin sudah nasib penulis bahwa lokasi tempat tinggal “hanya” memiliki tim yang berlaga di divisi kedua. FC Twente tahun ini berlaga di Eerste Divisie, berjuang sikut-sikutan dengan FC Den Bosch, Sparta Rotterdam, dan Go Ahead Eagles, di papan atas untuk berebut tiket promosi. Sebagai seorang penggila bola tentu slogan “Support Your Local Team” menjadi salah satu pegangan hidup. Maka sudah menjadi keharusan untuk menyaksikan FC Twente berlaga, merasakan atmosfer menonton langsung pertandingan sepakbola Eropa. Serta tentunya membandingkan menikmati pertandingan sepakbola di Maguwoharjo International Stadium Sleman dan De Grolsch Veste, kandang FC Twente.
***
Selepas adaptasi dengan kondisi cuaca dingin yang cukup ekstrem bagi penduduk negara tropis, langkah selanjutnya begitu menginjakan kaki di Enschede adalah mencari informasi terkait pertandingan FC Twente. Sama seperti PSS Sleman, media klub FC Twente bisa kita temui via website, Instagram, Twitter, ataupun Facebook. Menariknya massa pengikut media sosial official PSS Sleman jauh lebih besar daripada FC Twente. Hanya kalah massa pendukung di Fans Page Facebook, unggul di Twitter, dan sangat jauh perbedaan jumlah follower Instagram. Website tidak beda jauh, hanya saja web www.fctwente.nl milik FC Twente lebih lengkap dan merupakan web resmi untuk membeli tiket pertandingan.
Penulis mendapat kesempatan untuk menyaksikan FC Twente berlaga pada tanggal 18 Desember 2018. Pertandingan KNVB Beker (Cup) melawan RKC Waalwijk yang diperkuat penyerang Indonesia, Ezra Walian. Perbedaan paling mendasar dalam menikmati pertandingan di Sleman dan Enschede adalah cara mendapatkan tiket. Cara konvensional masih dipakai pengelola pertandingan PSS Sleman: antre di loket stadion. Masalah timbul ketika pertandingan berlangsung di akhir pekan atau pada pertandingan tertentu. Antrean tiket begitu panjang dan kadang tak terkendali, ditambah masih maraknya calo tiket.
Beda dengan pertandingan FC Twente, cukup buka web official dan kita akan diarahkan ke link khusus penjualan tiket. Disediakan beberapa kriteria tiket, kita tinggal pilih ingin duduk di mana berdasarkan lokasi kursi stadion. Mirip kita memilih tempat duduk di bioskop.
Tiket pertandingan penulis dapatkan harga 10 euro untuk posisi duduk di area belakang gawang. Jika pengguna tiket adalah anak-anak atau manula di atas 65 tahun maka akan mendapatkan harga khusus di bawah normal. Jika sudah melakukan pembayaran via transfer maka E-ticket akan dikirimkan ke email. Tinggal dicetak dan dibawa saat pertandingan.
Gambar di atas adalah print tiket penulis pada pertandingan FC Twente vs RKC Waalwijk. Pada bagian atas terdapat tanggal pelaksanaan pertandingan (datum) dan jam kick off (aanvang). Bawahnya sebelah kiri terdapat nama pemesan beserta nomor reservasi dan nomor tiket. Sedangkan bagian kanannya terdapat keterangan di mana letak tempat duduk, tentunya dalam Bahasa Belanda.
Vak adalah di petak/kotak mana kita duduk (penulis berada di kotak 121, belakang gawang), rij adalah barisan kursi, dan stoel merupakan nomor kursi. Terdapat pula keterangan masuk lewat pintu berapa (ingang E). Sedangkan bagian paling bawah terdapat kode barcode yang akan di-scan ketika masuk stadion. Tak lupa terdapat denah stadion dan informasi fasilitas transportasi seperti lokasi stasiun serta kantong parkir. Menuju De Grolsch Veste bisa menggunakan kereta atau bus kota. Stasiun terdekat hanya berjarak 50 meter dan halte bus terdekat sekitar 150 meter. Sebagai gambaran, cukup lima menit naik kereta dari stasiun di pusat kota sampai ke stasiun terdekat dari stadion.
Bandingkan dengan kondisi pertandingan di MIS, permasalahan selain tiket adalah tempat duduk. Sejauh mata memandang kondisi di dalam stadion belum ada single seat terpasang. Jamak dijumpai suporter yang duduk sangat berdesakan maupun tidak kebagian tempat duduk. Padahal sama-sama bawa tiket. Begitu pula dengan ketiadaan transporasi umum untuk menjangkau stadion.
***
Sambil menunggu kick off pertandingan, penonton bisa memanjakan diri dengan mengunjungi fanstore di salah satu sudut stadion De Grolsch Veste. Dibuka 2,5 jam sebelum kick off dan tutup 1 jam setelah peluit akhir pertandingan ditiup. Menempati area yang cukup luas, pengunjung bisa mendapatkan berbagai merchandise FC Twente. Mulai dari jersey, syal, topi, jam dinding, sampai ada rak khusus menjual perlengkapan bayi dengan nuansa FC Twente. Keberadaan fanstore menjadikan destinasi stadion De Grolsch Veste sebagi sebuah lokasi touring. Tak hanya menonton sepakbola tapi juga berbelanja aneka pernak-pernik klub dan mengunjungi museum klub yang juga berada di salah satu bagian stadion. PSS Sleman mau mencontoh?
Setelah puas memanjakan mata di fanstore, saatnya masuk ke stadion. Untuk masuk ke stadion cukup scan barcode tiket pertandingan. Beberapa langkah melewati pintu masuk akan bertemu petugas stadion yang akan menggeledah isi tas penonton, mirip seperti di MIS.
Mencari tempat duduk adalah salah satu perbedaan mendasar. Berbekal info yang tertera di tiket, penulis cukup mencari kotak (kumpulan kursi penonton) nomor 121, mencari barisan pertama, dan kursi nomor empat. Terpampanglah di depan mata, satu kursi kosong di tengah kursi-kursi lain yang lebih dulu terduduki.
Bandingan waktu di MIS, tidak ada spesifikasi kita bisa duduk di mana. Kalau kita beli tiket merah ya kita “diberi hak” untuk menonton pertandingan dari tribun merah/timur. Pengelola pertandingan tidak menjamin kita bisa duduk di tribun merah sebelah mana. Cara kuno, rebutan siapa datang duluan bisa mendapatkan tempat dengan view paling bagus. Hanya duduk di cor-coran semen, bukan single seat. Mereka yang datang belakangan terpaksa duduk di lokasi yang tersisa. Bahkan sama sekali tidak bisa duduk karena semua tempat sudah diduduki. Padahal sudah pegang tiket, aneh.
Jarak tribun stadion De Grolsch dengan lapangan mirip MIS, cukup dekat tanpa ada pemisah berupa lintasan lari. Sedangkan kondisi di tribun sangat berbeda dengan MIS, tidak ada mas mbak yang sliweran membawa keranjang tahu dan arem-arem. Setiap sudut stadion disediakan semacam kantin yang berada persis di bawah tribun penonton. Jika lapar dan haus melanda cukup ambil beberapa langkah dari kursi penonton menuju ke bawah tribun. Sama halnya kalau mau ke toilet, cukup tinggalkan kursi penonton tanpa takut diduduki penonton lain. Tentu dengan kondisi toilet yang cukup higienis, bagaikan langit dengan bumi jika dibandingkan dengan toilet MIS. Demikian pula soal kebijakan merokok, sangat tidak diperkenankan merokok di tribun stadion. Disediakan pojok untuk merokok yang lokasinya berdekatan dengan toilet di bawah tribun. Suatu kebijakan yang wajib dicontoh pengelola pertandingan PSS Sleman atau pengelola MIS.
Menariknya di dua bagian atas stadion, masing-masing di belakang gawang terdapat layar elektronik yang sangat besar. Menampilkan susunan pemain sebelum pertandingan, update skor pertandingan lain di waktu yang sama, iklan sepanjang pertandingan, dan replay apabila terjadi goal. Momen terakhir ini yang kadang sayang kalau terlewatkan bagi penonton. Adanya tayangan replay gol yang diulang sampai 4 kali bisa memuaskan dahaga penonton.
Soal iklan di papan elektronik, tentu tidak berdampak langsung bagi kenyamanan menonton. Tapi coba bayangkan pemasukan yang didapat klub bila banyak iklan produk bisa diputar. Belum lagi apabila menambah adboard LED yang bisa dipasang mengelilingi lapangan, seperti di kandang FC Twente ini.
Bagaimana dengan atmosfer penonton, untuk satu ini bolehlah kawan-kawan Sleman Fans sedikit berbangga. Penulis rasa atmosfer penonton lebih riuh dan meriah di MIS. Ada beberapa kelompok suporter FC Twente yang terus menyanyi sepanjang pertandingan, tapi tidak selantang dan sekreatif kawan-kawan Sleman Fans. Hanya saja peluang supporter di sini untuk berbuat anarkis sangat minim dengan kehadiran steward yang selalu mengamati tribun sepanjang pertandingan.
***
Euforia keberhasilan tim PSS Sleman menembus Liga 1 musim 2019 masih menyisakan banyak pekerjaan rumah. Di luar kasus dugaan pengaturan skor yang masih belum menemui kejelasan, aspek menuju klub profesional menjadi salah satu tantangan terbesar.
Impian besar manajemen untuk membuat PSS Sleman bisa terus eksis di Liga 1 serta menuju level Asia harus dibarengi dengan pembenahan di beberapa aspek. Percuma kalau hanya bermodal study banding tapi tanpa adanya tindakan lebih lanjut. Dan kami suporter sebagai penyumbang terbesar pemasukan klub harus dimanjakan dengan semangat menuju perbaikan itu. Paling tidak buatlah stadion menjadi lebih ramah, agar kami bisa menikmati pertandingan sepakbola dengan lebih nyaman.
*Penulis merupakan peneliti. Bisa dihubungi lewat akun Twitter di @AdityoNugroho89
**Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis melalui kolom Pandit Sharing. Segala isi dan opini yang ada dalam tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis.
Komentar