Bayangkan di sebuah final. Menit-menit terakhir, skor masih imbang, lawan terus menekan. Tiba-tiba, bukan seorang striker, bukan juga gelandang, tetapi bek tengah yang maju, menggiring bola, mengirim umpan kunci, atau bahkan mencetak gol. Inilah wajah baru bek tengah dalam sepak bola modern—lebih dari sekadar penjaga gawang kedua setelah kiper, mereka kini menjadi arsitek kemenangan.
Ketika Bek Tengah Tak Lagi Hanya Bertahan
Dulu, bek tengah selalu dianggap sebagai tembok kokoh. Mereka adalah para penjaga wilayah dekat gawang bersama kiper: siap menghalau ancaman, mengandalkan keberanian dan ketangguhan. Nama-nama seperti Paolo Maldini, Rio Ferdinand, dan Kepler Laveran ‘Pepe’ de Lima, hidup dari reputasi mereka sebagai benteng terakhir sebelum gawang untuk menghalau lawan meraih kemenangan.
Namun sepak bola kini telah berubah. Jika dulu posisi bek tengah adalah jantung pertahanan, kini ia juga menjadi pemain yang menggiring bola, membuka ruang, dan menyusun serangan. Perubahan besar ini datang dalam satu dekade terakhir, dipimpin oleh manajer revolusioner seperti Josep ‘Pep’ Guardiola dan Jürgen Klopp. Mereka tidak sekadar memikirkan bek sebagai pemain bertahan, tetapi juga sebagai pengatur jalan pertandingan.
Peran bek tengah telah bergeser, dan ini bukanlah perubahan kecil. Mereka kini memiliki tugas ganda: bertahan dan menyerang. Sifat kreatif yang dulu hanya identik dengan gelandang bertahan, kini menjadi bagian dari bek tengah yang harus memulai serangan dan mencetak gol. Bagi mereka, kemenangan tak hanya datang dari menahan serangan lawan, tetapi juga dengan mengambil risiko besar untuk menyusupi wilayah lawan. Lalu, bagaimana sebenarnya bek tengah masa kini bertransformasi menjadi inisiator serangan? Simak kisah John Stones sebagai sebuah acuan di bawah ini.
Menari di Panggung Tertinggi
John Stones, bek tengah Manchester City, berbicara tentang perubahan peran yang dia jalani di bawah Guardiola:
“Saya pikir saya sudah cukup paham tentang sepak bola saat datang (pada tahun 2016). Tapi Pep membuat saya merasa seperti tidak tahu apa-apa. Dia membuka mata saya terhadap begitu banyak hal, seolah-olah telah mengubah otak saya.” ucapnya seperti dikutip dari Daily Mail.
Ucapan itu bukan sekadar retorika belaka. Pada final Liga Champions 2023 melawan Inter Milan, Stones membuktikan transformasi ini di panggung tertinggi. Berdasarkan data dari OptaJoe, Ia menyelesaikan 6 dribel sukses dari 6 percobaan. Rekor ini menjadi dribel sukses terbanyak dalam fnal Liga Champions sejak Lionel Messi di tahun 2015, sebelum Vinícius Jr. Mematahkannya di musim 2024/25.
Bagi seorang bek tengah, itu bukan cuma angka, tetapi simbol dari perubahan mendalam dalam cara kita melihat peran mereka di lapangan. Stones tidak hanya bertahan dengan kokoh, dia menjadi bagian integral dari serangan. Setiap dribel yang dia lakukan adalah tanda bahwa bek tengah modern tidak lagi terjebak dalam aspek defensif semata.
Mereka adalah kreator, pengganggu pertahanan lawan, bahkan pencetak gol. Dan itu bukan hanya terjadi pada Stones belaka. Di banyak klub top Eropa, bek tengah kini memainkan peran kunci dalam mengatur aliran permainan dari belakang, menghubungkan pertahanan dan serangan dengan cara yang dulu tak terbayangkan.
Setelah Evolusi, Apa Jurus Rahasia Bek Tengah Modern?
Mari kita teliti empat kemampuan kunci yang kini wajib dimiliki setiap bek tengah untuk mengubah hasil pertandingan, urut dari yang paling umum hingga yang terlangka.
1. Umpan Panjang Membelah Pertahanan
Umpan panjang kini lebih mirip seni memecah pertahanan ketat daripada sekadar mengirim bola jauh. Dibutuhkan presisi teknis dan kecerdasan membaca ruang: tahu kapan melepas bola, seberapa tinggi lintasannya, dan ke area mana umpan itu ditujukan untuk memaksimalkan ancaman.
Risikonya tetap ada—bola yang jatuh di kaki tim lawan membuat hilangnya penguasaan bola—namun tim modern mampu mengantisipasi dengan menumpuk pemain di titik hilangnya bola, merebut kembali tekanan, lalu melanjutkan serangan.
Contoh paling nyata datang dari Virgil van Dijk dalam laga Premier League 2018/19 kontra Chelsea. Dalam cuplikan video berikut, Van Dijk dengan tenang mengamati celah di lini tengah lawan, lalu meluncurkan umpan diagonal lambung yang presisi ke Mohamed Salah. Umpan tersebut langsung berbuah gol, menampilkan visi bermain dan eksekusi Van Dijk yang luar biasa sebagai bek tengah.
https://www.youtube.com/watch?v=wpxkrTvKwAc&t=417s
Sekali umpan tepat, satu keputusan di lini belakang bisa membalikkan alur pertandingan. Itulah kekuatan umpan panjang membelah pertahanan.
2. Ancaman di Bola Mati
Bola mati kini menjadi momen penting bagi bek tengah modern. Dengan tinggi badan yang sering kali menjadi keunggulan, mereka tidak hanya bertahan, tetapi juga menjadi ancaman nyata di area lawan. Kemampuan melompat dengan tepat dan membaca jalannya bola dalam situasi sepak pojok, tendangan bebas, atau throw-in adalah keahlian yang terus diasah.
Namun, ada risikonya: jika semua bek ikut maju, pertahanan menjadi rentan terhadap serangan balik. Untuk itu, salah satu solusinya adalah mengisi pos bek tengah sementara hingga bola mati usai dengan gelandang atau full-back menggantikan posisi bek tengah yang maju guna menjaga keseimbangan jumlah pemain saat menyerang.
Virgil juga menjadi contoh sempurna ketika kekuatan fisik dan timing gerak yang presisi berpadu dalam satu momen menentukan. Di final EFL Cup 2023/24 melawan Chelsea, Virgil memaksimalkan keunggulannya di duel udara untuk menyundul bola hasil tendangan bebas masuk ke gawang lawan.
Gol itu bukan sekadar hasil dari keunggulan fisik, melainkan buah dari penempatan posisi yang cermat dan ketajaman membaca situasi bola mati. Dalam pertandingan yang nyaris tanpa celah, satu duel udara bisa jadi pembeda antara kemenangan dan kekecewaan.
3. Keberanian Menggiring Bola ke Sepertiga Akhir
Bek tengah modern kini tak hanya memotong serangan di belakang. Mereka dipercaya membawa bola hingga ke sepertiga terakhir lapangan lawan. Aksi ini menuntut kontrol bola yang presisi, pencarian ruang kosong, dan keberanian menembus garis pertahanan demi menciptakan overload bagi lini depan tim.
Risikonya besar yaitu kegagalan membawa bola terlalu jauh bisa membuka celah bagi tim lawan untuk serangan balik. Sebuah solusi untuk ini adalah rotasi posisi cepat, di mana gelandang atau full-back siap menutup ruang kosong yang ditinggalkan.
Contoh sempurna datang dari Joško Gvardiol dalam laga Premier League 2023/24 melawan Aston Villa. Dalam cuplikan resmi Manchester City, Gvardiol yang diplot sebagai bek tengah kiri dalam skema tiga bek saat fase penguasaan bola, menunjukkan keberanian dan ketenangan luar biasa. Ia berhasil melewati dua pemain lawan sebelum mengirimkan umpan tarik akurat ke Sergio Gómez—sebuah momen yang langsung menciptakan ancaman serius ke gawang Aston Villa.
https://www.youtube.com/watch?v=YQ6QiJpq2P4&t=580s
Momen ini menegaskan bahwa dalam sepak bola modern, bek tak hanya bertugas mematahkan serangan. Mereka juga dituntut menjadi pemecah garis pertama—membawa bola keluar dari tekanan, menciptakan keunggulan jumlah di lini tengah, dan bahkan menjadi pengumpan kunci dalam proses menyerang.
4. Mencetak Gol dari Situasi Open-Play
Bek tengah modern kini tidak hanya bertahan atau menciptakan peluang—mereka juga bisa menjadi pencetak gol dari situasi open-play, terutama di 10–15 menit terakhir pertandingan ketika tim tertinggal dan membutuhkan gol cepat. Di momen genting tersebut, bek tengah dituntut memiliki insting mencetak gol, ketenangan di kemelut area kotak penalti, dan kepekaan untuk menempati posisi terbaik—baik menyambut umpan silang maupun menembak langsung.
Risikonya tinggi: saat maju menyerang, bek tengah meninggalkan lubang di lini belakang. Solusinya adalah komunikasi solid dan rotasi cepat dengan gelandang atau full-back untuk menutup celah sebelum lawan melakukan counter-attack.
Contoh pertama dari kemampuan ini datang dari Harry Maguire dalam leg kedua perempat final UEFA Europa League 2024/25 melawan Olympique Lyonnais. Saat pertandingan memasuki babak kedua perpanjangan waktu, Maguire diplot sebagai penyerang tengah—sebuah pergeseran taktis yang tidak biasa bagi seorang bek tengah.
Penempatan tersebut terbukti jitu. Maguire berhasil membuka ruang di kotak penalti, menyambut umpan silang dari sisi lapangan, dan menanduk bola masuk ke gawang lawan. Gol ini memberi keunggulan skor untuk timnya, menegaskan peran penting seorang bek yang mampu bertransformasi dalam situasi darurat.
https://www.youtube.com/watch?v=JSpoVI1kf7Y&t=530s
Contoh kedua datang dari John Stones dalam laga fase grup Liga Champions 2021/22 pekan kedua kontra Borussia Dortmund. Dengan timnya tertinggal 0-1 di sepuluh menit terakhir, Stones naik membantu serangan dan menemukan ruang kosong di tepi kotak penalti. Menerima bola dengan presisi, ia melepaskan tembakan keras untuk menyamakan kedudukan.
https://www.youtube.com/watch?v=duJXHzk8nQo&t=58s
Baik Maguire maupun Stones menunjukkan bagaimana fleksibilitas, keberanian membaca ruang, dan inisiatif ofensif dari lini belakang bisa menjadi pembeda dalam situasi krusial. Seorang bek yang bisa menyelinap ke area berbahaya dan mengambil keputusan tepat di depan gawang tidak hanya menjaga pertahanan tetap kokoh, tapi juga menyalakan kembali harapan kemenangan.
Bek Tengah: Dari Benteng Menjadi Pengubah Permainan
Transformasi peran bek tengah dalam sepak bola modern bukan sekadar tren sementara—ia adalah evolusi senyap yang mengubah wajah permainan. Dari mengirim umpan panjang, menjadi ancaman di bola mati, menggiring bola hingga sepertiga akhir, hingga mencetak gol penentu, bek tengah kini menjadi sosok yang mengaburkan batas antara bertahan dan menyerang.
Peran mereka bukan hanya soal bertahan lebih keras, tapi tentang berpikir lebih cepat, bertindak lebih berani, dan mengambil keputusan di zona-zona vital. Di era sepak bola yang semakin dinamis, bek tengah bukan lagi sekadar dinding terakhir. Mereka adalah awal dari kemenangan tim.
Tentang Penulis
Febrian Rahmadani adalah mahasiswa Universitas Negeri Semarang yang berdomisili di Semarang, Jawa Tengah. Tertarik pada analisis taktik dan dinamika permainan sepak bola modern. X/Twitter: @FebriRahmad76