Dia datang dengan penuh harapan, tapi rendah ekspektasi. Itulah gambaran terkait kedatangan Uilliam Barros ke Persib Bandung. Di bursa transfer yang riuh, namanya bukanlah yang paling mentereng. Tak heran Bobotoh, yang sudah terbiasa menikmati ketajaman lini depan Persib pada musim-musim sebelumnya, memandangnya dengan dahi berkerut.
Secara postur dan perawakan, Barros memang terlihat tidak cukup menakutkan buat bek lawan. Dia bukan tipe striker yang sangar, berotot, atau terlihat mematikan di kotak penalti. Malah, kesan pertama yang muncul di benak banyak orang, ia lebih mirip Bruno Cantanhade, eks striker Persib yang juga datang dari Brasil tapi berakhir flop, gagal total memenuhi ekspektasi Bobotoh. Jadi, seperti itulah gambaran Uilliam Barros saat pertama datang ke Bandung. Seorang antitesis dari predator yang baru saja pergi.
Beban Berat di Pundak dan Awal yang Sulit
Mari kita jujur, menggantikan seorang legenda bukanlah pekerjaan mudah. Barros ditugaskan untuk mengisi sepatu yang teramat besar: sepatu milik David da Silva (DDS), sang top skor sepanjang masa Persib. DDS bukan hanya mesin gol; dia adalah idola, penentu, dan ikon. Wajar jika ekspektasi Bobotoh terhadap Barros melambung setinggi langit: dia harus bisa lebih baik, atau minimal, sama dengan kualitas DDS pada masa prime-nya.
Tekanan itu langsung terasa saat turnamen pramusim, Piala Presiden 2025. Pertandingan pertama Barros adalah melawan Port FC. Dengan formasi 4-3-3, pelatih Bojan Hodak coba menyimpan Barros sebagai target man, ditemani Saddil Ramdani di sayap kanan dan Zulkifli (pemain muda) di sayap kiri.
Hasilnya? Nihil. Tidak banyak yang bisa disuguhkan Barros di pertandingan itu. Ia terlihat canggung, kalah dalam duel fisik, dan suplai bola kepadanya pun minim. Beban sebagai pengganti DDS seakan mengikat kedua kakinya. Pertandingan selanjutnya di Piala Presiden adalah laga hidup-mati melawan Dewa United, runner-up Liga 1 musim lalu. Di atas kertas, ini seharusnya menjadi panggung pembuktian. Apalagi, sejak menit ke-20, Dewa United harus bermain dengan 10 pemain. Persib mendominasi total, namun lini depan buntu.
Persib baru bisa mencetak gol pada menit ke-65, itu pun melalui gelandang Wiliam Marcilio, bukan Uilliam Barros. Laga berakhir imbang 1-1. Hasil itu memastikan Persib gagal lolos ke semifinal Piala Presiden 2025. Barros, dalam dua laga, tanpa satu pun tembakan terarah yang mengancam.
Setelah dua pertandingan di Piala Presiden tanpa mencetak gol, Barros sontak menjadi sorotan utama. Kritik membanjiri media sosial. Dia dianggap tidak punya 'piriteun' (taji/kegarangan) sama sekali untuk jadi the next predator di lini depan Maung Bandung. Ekspektasi mulai turun drastis. Bobotoh, yang tadinya berharap, kini beralih pasrah. Uniknya, pada saat bersamaan, manajemen Persib juga mendatangkan striker baru lainnya, Roman Tanque. Sama seperti Barros, Tanque juga datang dari Brasil, namun dengan status yang lebih mentereng: Top skor Liga Kamboja.
Status top skor itu, meski "hanya" dari Liga Kamboja, terasa sedikit lebih meyakinkan dan lebih menjual ketimbang Barros yang rekam jejaknya abu-abu. Hal itu yang membuat ekspektasi publik bergeser total. Roman Tanque-lah yang saat itu dielu-elukan sebagai harapan baru. Sementara, Barros tersisih ke barisan tanpa harapan.
Penebusan di Laga Pembuka
Kritik adalah sarapan bagi pesepakbola profesional. Mungkin itu yang ditanamkan Bojan Hodak pada strikernya. Saat Super League dimulai, keraguan masih menyelimuti. Laga pembuka adalah partai kandang krusial melawan Semen Padang. Di sinilah babak baru itu dimulai. Di tengah tekanan harus menang dan cibiran yang belum reda, Barros diturunkan sebagai starter. Sepanjang 20 menit pertama, ia masih terlihat kesulitan. Namun pada pengujung babak pertama, sesuatu terjadi.
Menit ke-38, sebuah umpan silang dikirimkan dari sisi kanan pertahanan Semen Padang oleh Beckham Putra. Bola meliuk di antara kerumunan bek Semen Padang. Barros, yang selama ini dikritik tidak sangar, menunjukkan instingnya. Ia bergerak sepersekian detik lebih cepat dari kawalan bek lawan, memosisikan diri di ruang kosong, dan dengan satu sentuhan first-time yang tenang hasil pantulan, bola diarahkan ke tiang jauh. Gol!
Itu bukan gol spektakuler. Bukan tendangan roket atau solo run. Itu adalah gol seorang poacher. Gol yang membuktikan bahwa ia tahu di mana harus berdiri. Gol pertama Uilliam Barros di kompetisi resmi itu bukan hanya membuka keunggulan Persib, tapi juga pelan-pelan membuka sumbat keraguan publik.
Menaklukkan Asia dan Membuka Keran Gol
Kepercayaan diri adalah mata uang termahal dalam sepak bola. Satu gol itu seakan mengubah segalanya. Barros tidak lagi bermain dengan beban. Ia mulai bermain lepas. Panggung selanjutnya adalah kualifikasi AFC Champions League 2 (ACL 2) melawan Manilla Digger. Ia menyumbang satu gol dan memastikan Persib lolos ke panggung Asia.
Ternyata, panggung besarnya memang ada di Asia. Melawan raksasa Thailand, Bangkok United, Barros kembali menunjukkan kelasnya. Dalam sebuah skema serangan di sayap kanan, melakukan satu-dua sentuhan dengan ‘El Capitano’ Marc Klok, ia tidak hanya mencetak satu gol lewat penempatan posisi yang cerdik, tetapi juga memberikan satu assist matang untuk Andrew Jung.
Di panggung Asia, melawan tim kuat, Barros membuktikan bukan hanya pencetak gol, tapi juga pemain tim yang komplet. Ia membuktikan bahwa posturnya yang "biasa saja" itu justru menjadi kelebihannya; licin, pandai mencari ruang, dan efisien. Dia juga rajin turun jauh ke belakang menjemput bola dan sering kali mengkaver posisi Kakang atau Putros di kanan, dia tidak bermain untuk diri sendiri dia bermain untuk tim.
Calon Top Skor Baru Telah Lahir?
Kini, kompetisi Super League telah berjalan sembilan pekan. Roman Tanque, yang digadang-gadang jadi harapan, justru masih beradaptasi dan masih belum mencetak gol. Sementara Uilliam Barros? Keran gol yang ia buka di Padang itu kini mengalir deras. Total, Barros telah mencetak 6 gol di liga dari 9 pertandingan. Ditambah 1 gol dan 1 assist di ACL 2, serta 1 gol di kualifikasi ACL 2, namanya kini kokoh di jajaran atas daftar calon top skor musim ini.
Kini Barros mulai terlihat nyaman bermain di sayap kanan bahkan terkadang bergantian ke kiri, dia membuktikan mampu memberikan kontribusi maksimal di posisi mana pun. Dia bukan tipe striker flamboyan yang banyak gaya, tapi pekerja keras yang rela kotor demi gol. Dari yang sempat diragukan, Barros berubah jadi salah satu figur penting dalam skema Bojan Hodak — pemain yang mungkin tidak selalu spektakuler, tapi selalu menentukan. Barros tidak menggantikan David da Silva; ia juga tidak perlu menjadi DDS. Ia hadir sebagai Uilliam Barros, striker cerdik yang membungkam keraguan, bukan dengan postur sangar, tapi dengan kerja keras di lapangan.
Karena sejatinya, Uilliam Barros telah bertransformasi.
Ditulis oleh @edwinardibrata (bisa ditemui di akun X dan Instagram)
