Font size:
Arjen Robben memiliki peran yang begitu besar bagi kesebelasan negara Belanda. Cederanya Robben membuat Belanda gagal lolos ke Piala Eropa 2016 karena gagal bersaing dengan Islandia dan Turki.
Robben memang sering dibekap cedera. Media-media di Eropa pun kerap menjulukinya sebagai "Si Kaki Kaca". Ini wajar jika kita melihat sejarah cedera bekas pemain Chelsea ini mulai dari hamstring, lutut, hingga pergelangan kaki. Meskipun begitu, ketika pulih Robben bisa dengan mudah menyesuaikan diri saat dimainkan. Lain halnya dengan Robben, Abou Diaby yang juga mendapatkan julukan "Si Kaki Kaca" dari media Inggris, justru kesulitan kembali ke performa terbaiknya setelah sembuh dari serangkaian cedera yang menimpanya. Saat Diaby dibeli Arsenal dari Auxerre, ia digadang-gadang sebagai Patrick Vieira baru. Namun, alih-alih menjadi penerus Vieira, selama berkarier di Arsenal pada periode 2006 - 2015, dia hanya bermain 125 kali. Ia pun kemudian dilepas ke Marseille. Berbicara mengenai pemain yang identik dengan cedera, Indonesia pun punya sosok "Si Kaki Kaca". Sayangnya, kariernya mirip dengan Diaby yang meredup usai sembuh dari cedera. Pemain tersebut adalah Muhammad Nasuha. Awalnya, Nasuha disebut-sebut akan menjadi bek sayap andalan kesebelasan negara Indonesia setelah era Aji Santoso. Namun, harapan itu tak sepenuhnya terwujud. Setelah berprestasi bersama timnas di Piala AFF 2010, nama Nasuha pun tak lagi berada di tingkat tertinggi. Muhammad Nasuha lahir di Serang, Banten, 19 September 1984. Pemain dengan tinggi 172 cm ini memulai karier profesional bersama Pelita Krakatau Steel pada 2002 hingga 2006. Ia kemudian merasakan bermain untuk beberapa kesebelasan seperti Persikota Tangerang, Sriwijaya FC, hingga Persija Jakarta. Usai gelaran Piala AFF, Nasuha menderita kista di belakang lutut kanannya. Namun prestasi dan rekam jejaknya yang mentereng tak menyurutkan Persib Bandung untuk merekut pemain yang terkenal pemalu dan pendiam itu pada musim 2011/2012. Persib berharap memiliki duet bek sayap mumpuni dalam diri Nasuha dan Tony Sucipto. Namun harapan publik Bandung melihat kombinasi Nasuha dan Tony di bek sayap pupus. Nasuha tidak dapat menyelesaikan putaran pertama bersama Persib musim itu karena mengalami robek meniscus (bantalan sendi pada lutut) disertai pecahnya tulang rawan pada lutut kirinya. Hingga akhirnya pada musim 2012/2013, kontraknya tak diperpanjang Persib dan ia pun tak mempunyai klub karena fokus pada pemulihan cedera. Merasa sudah sembuh dari cedera, Nasuha bergabung ke Cilegon United untuk musim 2014. Sial baginya, karena cedera parah kembali menimpanya. Hasil diagnosa dokter menyebutkan bahwa Nasuha mengalami robek ACL pada lutut kiri, cedera yang sama ketika ia membela Persib. Setelah menjalani operasi Antroscopy ACL, Nasuha berjuang dengan rehabiltasi dari cederanya hingga saat ini. Berdasarkan pemahaman saya, cedera yang dialami Nasuha di Persib dan Cilegon memang berkaitan. Di dalam lutut kita terdapat lima ligamen penting di mana ligamen berfungsi untuk menjaga kestabilan tulang terutama ketika untuk tumpuan jalan, berlari, dan melompat. Sementara itu sendi lutut terbentuk oleh dua tulang, yaitu bagian atas tulang kering dan bagian bawah tulang paha. Ketika berjalan, lutut kita nemumpu 30% dari beban tubuh kita, ketika turun tangga lutut menumpu 50% dari beban kita. Sangatlah besar beban yang harus ditahan lutut kita untuk berlari dan melompat. Untuk mengurangi beban tersebut, meniscus atau bantalan sendi berfungsi agar beban bisa tersebar ke segala arah (lihat gambar di bawah). [caption id="attachment_195958" align="aligncenter" width="302"]![lutut](http://panditfootball.com/wp-content/uploads/2016/02/lutut-302x271.png)
Dari apa yang terpapar di atas, dapat kembali saya edukasikan bahwa pernyataan sembuh dari cedera olahraga, khususnya cedera lutut, bukan hanya berdasarkan hilangnya rasa nyerinya saja, melainkan perlu dilakukan tes stabilisasi pada sendi dalam hal ini sendi lututnya. Operasi mungkin jalan terbaik untuk fase pemulihan tapi bukan berarti operesai adalah satu-satunya cara untuk kesembuhan. Ada tahapan fisioterapi yang harus dilalui di fase rehabilitasi. Proses fisioterapi inilah yang bertanggung jawab mengembalikan stabilitas sendi dan kekuatan otot seperti semula atau bahkan lebih dari sebelumnya agar tidak rentan terkena cedera kembali. Selain itu faktor keberuntungan juga bisa menjadi alasan pemain bisa cedera kembali. Di Inggris sudah banyak sekali latihan program pencegahan cedera lutut diberikan, tapi nyatanya cedera lutut ini masih saja sering terjadi meski angka kejadiannya kalah dibanding dengan cedera pergelangan kaki atau hamstring. Namun pembalajaran yang harus dipetik dari Nasuha adalah semangatnya untuk kembali bermain bola. Motivasi diri berperan penting dalam proses pemulihan. Ketika saya konfirmasi, pemain yang kini berusia 31 tahun dan sedang menjalani program fisioterapi di Jakarta ini masih memiliki semangat besar untuk kembali bermain sepakbola bahkan untuk kembali berbaju timnas. Semangat yang tak pernah padam pada Nasuha ini harus dicontoh pemain-pemain muda yang mengalami cedera."Pernyataan sembuh dari cedera olahraga, khususnya cedera lutut, bukan hanya berdasarkan hilangnya rasa nyerinya saja, melainkan perlu dilakukan tes stabilisasi pada sendi dalam hal ini sendi lututnya."