Setiap musimnya kita seperti dibuat tidak percaya dengan harga pemain sepakbola. Harga pemain termahal di dunia pada 2001 adalah Zinedine Zidane dengan 46,6 juta paun. Sedangkan harga pemain termahal di dunia pada 2016 adalah Paul Pogba dengan 89 juta paun.
Harga pemain dan penampilan mereka sebenarnya tidak bisa dibandingkan secara sembarangan, apalagi jika kita sudah membandingkan dengan harga pemain-pemain di masa lalu. Dari paragraf pertama saja misalnya, kita tentunya tidak bisa menyimpulkan jika Pogba lebih hebat daripada Zidane hanya karena harga Pogba lebih mahal.
Salah satu isu yang sedang hangat di bursa transfer musim panas 2017 ini adalah Neymar yang memiliki klausul rilis sebesar 196,61 juta paun. Pertanyaannya, apakah Neymar layak dihargai sebegitu besarnya?
Sebagai perbandingan, Neymar memiliki nilai harga 85 juta paun berdasarkan Transfermarkt. Sedangkan CIES Football Observatory menyatakan jika harga pemain asal Brasil tersebut adalah 187,04 juta paun. Mereka memang memiliki sistematis tersendiri untuk menentukan harga ini dan tentunya tidak sembarangan ditembak.
Melihat perbandingan lainnya jika kita bermain gim, harga Neymar di FIFA 17 adalah sekitar 93,86 juta paun. Sementara Football Manager 2017 memperkirakan harga Neymar adalah 61,98 juta paun, tapi baru bisa kita beli jika kita menawar sekitar 200 juta paun.
Harga-harga di atas adalah harga yang tidak masuk akal mengingat Zidane saja dihargai “hanya” 46,6 juta paun. Namun, Paris Saint-Germain dikabarkan bersiap untuk mengaktifkan harga rilis Neymar yang menyentuh harga 196,61 juta paun atau 222 juta euro atau sekitar 3,4 triliun rupiah dengan konversi mata uang pada Juli 2017.
Efek mata uang dan waktu
Meskipun bikin tambah pusing, konversi mata uang sangat penting untuk meninjau harga pemain sepakbola. Kenapa? Kita bisa ambil contoh Ederson Moraes, penjaga gawang yang baru dibeli oleh Manchester City dari Benfica. Penjaga gawang berusia 23 tahun asal Brasil itu ditebus dengan harga 40 juta euro pada 2017.
Apakah ia penjaga gawang termahal di dunia? Tergantung. Jika kita meninjau dari mata uang euro, ia masih kalah dari Gianluigi Buffon yang memiliki harga 51,646 juta euro. Tapi harga Buffon dalam euro tersebut terjadi pada 2001 di saat mata uang euro masih lemah.
Sementara jika kita melihat dari mata uang paun, harga Buffon ternyata kalah dari harga Ederson. Dengan konversi 2001, harga Buffon adalah 33 juta paun. Sedangkan dengan konversi saat ini (2017), harga Ederson adalah 35 juta paun.
Semoga penjelasan di atas bisa membuat kita paham jika penyebutan mata uang itu sangat penting.
Efek mata uang yang menjadi perdebatan pada transfer Buffon dan Ederson di atas sebenarnya sangat bergantung pada waktu. Sehingga jika kita membicarakan harga, maka kita juga harus melihat waktunya.
Misalnya saja saya dahulu sudah lebih dari cukup jika diberi uang jajan 2.000 rupiah sewaktu SD. Tapi anak-anak SD di Indonesia saat ini mungkin belum tentu cukup uang jajannya jika diberi 10.000 rupiah (di saat saya bisa berfoya-foya dengan uang sebesar itu di SD dulu).
Ilustrasi itu yang bisa menggambarkan apa yang kita sebut dengan inflasi. Celakanya, inflasi harga pemain sepakbola ternyata lebih parah daripada inflasi ekonomi global.
Inflasi sepakbola 20 kali lebih besar daripada inflasi “normal”
Sekarang bayangkan, bagaimana jika Zidane pada 2001 masih bermain sekarang (dengan tingkat permainan yang sama); maka berapa harganya? Apakah masih tetap 46,6 juta paun? Tentu tidak.
Harga 46,6 juta paun sekarang terlalu murah untuk pemain sekelas Zidane. Harga itu adalah sebuah penistaan di masa kini. Di sini kita bisa melihat inflasi di mana harga pemain sepakbola terus naik tidak karuan.
Menurut Paul Tomkins, seorang penulis sepakbola, inflasi ini bisa dihitung. Dari contoh Zidane di atas, Tomkins bisa menyimpulkan jika 1 juta paun saat ini hanya bisa membeli sekitar sepersepuluh pemain sepakbola (padahal pada 1973 bisa membeli satu Johan Cruyff yang utuh dan sehat walafiat).
Kesimpulannya, harga pemain akan naik setiap musim. Jadi kita seharusnya jangan kaget. Inflasi ini terjadi karena uang dari televisi juga semakin meningkat, karena uang yang beredar akan berakhir di hak siar. Naiknya harga ini juga berpengaruh kepada harga agen, biaya perjalanan, dan lain sebagainya, sehingga, ya: jangan heran.
Semakin banyak uang yang dilibatkan di sepakbola, di manapun itu (entah di televisi, sponsor, stadion, dsb), maka semakin tinggi juga nantinya harga pemain. Ketika diaplikasikan ke dalam football inflation, Tomkins bersama Graeme Riley menyimpulkan jika inflasi di sepakbola bisa sepuluh kali lipat lebih banyak daripada inflasi ekonomi normal. Mereka kemudian memodelkan inflasi sepakbola ini ke dalam Transfer Price Index.
Sebagai contoh, inflasi di Inggris naik dua kali lipat sejak 1992. Sedangkan harga pemain sepakbola naik 20 kali lipat sejak 1992 sampai sekarang. Maka, Jean-Pierre Papin yang memiliki harga 10 juta paun pada 1992 (pindah dari Olympique de Marseille ke AC Milan), akan memiliki harga sekitar 200 juta paun pada 2017 ini. Luar biasa.
Kita mungkin seolah tidak bisa menerima perhitungan kasar ini. Tapi perhitungan Tomkins tidak sesederhana yang kita bayangkan. Untuk lebih lengkap mengenai hal ini, kamu bisa langsung mengunjungi sumber tulisan Tomkins.
Jadi, berapa seharusnya harga Neymar?
Kembali ke Neymar, kita bisa langsung menghitung dan memperkirakan berapa harga pemain Barcelona tersebut. Dengan Transfer Price Index buatan Tomkins dan Riley, maka harga Neymar seharusnya saat ini adalah kira-kira 155,9 juta paun.
Setidaknya harga tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan klausul pelepasan kontrak Neymar yaitu 196,61 juta paun yang dipasang oleh pihak Barcelona, ataupun 187,04 juta paun menurut CIES.
Apakah PSG akan benar-benar mengaktifkan release clause Neymar? L’Equipe mengabarkan jika PSG tidak akan melakukannya karena itu terlalu mahal. Jordi Meste, wakil presiden Barcelona, juga mengatakan kepada Mundo Deportivo jika “200% Neymar tidak akan pindah kesebelasan di musim panas ini.”
Sebagai pembanding apakah PSG mampu membeli Neymar atau tidak, kesebelasan ibu kota Prancis tersebut mengalami keuntungan 73,51 juta paun pada musim lalu. Keuntungan ini jauh lebih banyak dibandingkan dengan pada 2016 saat mereka hanya untung 770 ribu paun.
Saat ini PSG memiliki pendapatan kotor tertinggi keenam di dunia setelah Manchester City, Bayern München, Real Madrid, Barcelona, dan Manchester United. Namun, tahun ini mereka keluar dari posisi lima besar.
Sejauh ini, PSG juga mendapatkan keuntungan transfer 850 ribu paun dari penjualan Jean-Kévin Augustin (11,05 juta paun) dan Youssof Sabaly (3,4 juta paun), serta mendatangkan Yuri Berchiche (13,6 juta paun). Sementara itu datangnya Daniel Alves dan perginya Salvatore Sirigu tidak berpengaruh kepada keuntungan transfer mereka karena keduanya datang dan pergi secara gratis.
Dengan melihat kondisi finansial di atas serta Financial Fair Play, singkatnya PSG seharusnya tidak mau mengeluarkan uang 196,61 juta paun hanya untuk satu pemain. Setidaknya mereka tidak akan melakukannya dalam kondisi “ekonomi sepakbola” seperti ini.
Namun, ini bukan soal mau atau tidak mau, tapi bisa atau tidak bisa. Melihat kemungkinan dijualnya Marco Verratti dan beberapa pemain lainnya (selengkapnya: Neymar Bisa Saja ke PSG dengan Harga 222 Juta Euro, Asalkan....), PSG bisa saja mendatangkan Neymar dengan harga 196,61 juta paun atau 222 juta euro. Setidaknya kita jadi tahu dan mewajarkan jika harga pemain sepakbola memang segila itu. Semua itu terjadi karena inflasi yang tidak terkontrol.
Komentar