Wing-Back dan Kekuatan dalam Menyisir Sayap

Wing-Back dan Kekuatan dalam Menyisir Sayap
Font size:

Ketika Chelsea menjuarai Liga Primer musim 2016/2017 silam, ada satu posisi di masa lalu yang kembali menyeruak dan menjadi pakem yang digunakan oleh manajer-manajer masa kini. Posisi itu adalah wing-back.

Saat mengantarkan Chelsea menjadi juara, Antonio Conte melakukan sebuah perubahan radikal dalam skema dan taktik yang ia terapkan. Di saat tim-tim lain di Inggris masih menggunakan skema empat bek, dengan dua full-back yang mengisi posisi di dua area sayap pertahanan, Conte justru malah menggunakan skema tiga bek dalam formasi dasar 3-4-2-1. Soal wilayah sayap, ia serahkan kepada dua pemain yang diplot sebagai wing-back. Mereka adalah Marcos Alonso dan Victor Moses.

Dengan skema seperti ini, Chelsea meraih kemenangan 13 kali beruntun dalam ajang Liga Primer musim 2016/2017, sekaligus memantapkan langkah mereka menjadi juara pada musim tersebut. Apa yang dilakukan oleh Conte ini mulai ditiru oleh manajer lain, dengan Mauricio Pochettino dan Arsene Wenger yang berhasil menduplikasi taktik dan skema dari Conte ini.

Atas keberhasilan Chelsea meraih gelar juara Liga Primer musim 2016/2017, posisi wing-back yang pada awalnya perlahan terlupakan seiring memudarnya formasi dasar 3-5-2, mulai kembali menjadi tren. Banyak tim mulai menggunakan formasi dasar ini, dengan menempatkan dua wing-back di masing-masing dua sisi sayap, sebagai opsi skema yang mereka pilih dalam sebuah pertandingan.

Namun, bagaimana sejarahnya posisi wing-back ini bisa tercipta?

Carlos Bilardo dan sejarah munculnya wing-back

Kemunculan dari posisi wing-back ini, tidak bisa dilepaskan dari dua hal, yaitu formasi dasar 4-2-4 dan nama seorang Carlos Bilardo, pelatih timnas Argentina medio 1980an. Adanya posisi wing-back ini merupakan hasil pengembangan strategi yang diterapkan oleh Carlos Bilardo pada medio 1980an.

Dulu, ketika formasi 4-2-4 masih marak digunakan, pemain bertahan yang kerap bermain di posisi sayap disebut dengan full-back. Daerah operasinya pun benar-benar di wilayah sayap, yang merupakan pengembangan dari peran full-back yang pada medio 1870an dikenal juga sebagai bek tengah. Namun pada 1980an, Carlos Bilardo melakukan gebrakan dalam tubuh timnas Argentina.

Dalam tur yang timnas Argentina lakukan pada 1984 silam, Bilardo sempat mengungkapkan kepada para jurnalis bahwa ia akan menggunakan skema tiga bek dalam formasi dasar 3-5-2. Pada awalnya para jurnalis tersebut kebingungan, namun ketika menyaksikan laga uji tanding Argentina menghadapi Swiss dan Belgia, tampak bahwa Bilardo memasang tiga bek, lima gelandang, dan dua penyerang. 

Skema tiga bek dengan dua wing-back ini pun mulai terkenal pada Piala Dunia 1986, setelah Argentina menggunakannya sepanjang perhelatan ajang yang digelar di Meksiko tersebut (ketika itu wing-back nya adalah Ricardo Giusti dan Olarticoechea), dan hasilnya Argentina pun menjadi juara. Skema tiga bek ini juga mulai diikuti oleh Franz Beckenbauer, yang berhasil mengantar Jerman Barat juara Piala Dunia 1990, dengan mengalahkan Bilardo yang mengalahkannya pada 1986 silam.

Baca Juga: Apa Perbedaan Wing-Back dan Full-Back? 

Ketika itu, tujuan dari Bilardo dan Beckenbauer memaksimalkan posisi wing-back ini adalah murni untuk tujuan ofensif. Jika formasi dasar 3-5-2 lazimnya erat berkaitan dengan permainan defensif (wing-back kerap mundur untuk membentuk skema lima bek dengan formasi dasar 5-3-2), penggunaan wing-back baik itu oleh Bilardo maupun Beckenbauer tujuannya adalah untuk mengokupansi daerah sayap dengan lebih maksimal, terutama ketika menyerang.

Perkembangan dari skema wing-back di masa kini

Dalam beberapa masa, posisi wing-back ini perlahan mulia terlupakan seiring dengan menjamurnya formasi dasar dengan skema empat bek (4-4-2, 4-3-3, maupun 4-2-3-1). Namun pada medio 2012 silam, Antonio Conte mulai kembali menggunakan, sekaligus memeras ingatan para pencinta sepakbola dunia, wing-back dalam skema tiga bek.

Menangani Juventus, Conte yang juga merupakan lulusan dari sekolah kepelatihan Scuola Allenatori ini melakukan sebuah revolusi tersendiri dalam tubuh Juventus. Alih-alih menggunakan skema empat bek, dengan melibatkan full-back di dalamnya, Conte menerapkan skema tiga bek, dengan menggunakan dua wing-back di sisi kiri dan kanan. Skema yang ia gunakan ini membawa sebuah kejayaan domestik bagi Juventus, dengan tiga gelar Serie A Italia dalam tiga tahun berturut-turut. 

Skema ini sempat ia gunakan juga ketika menangani timnas Italia dalam ajang Piala Eropa 2016. Menggunakan skema tiga bek, disertai dengan dua wing-back (ditempati oleh Matteo Darmian dan Antonio Candreva). Hasilnya Italia mampu tampil fleksibel meski berisikan skuat yang ketika itu dianggap skuat yang medioker. Conte berhasil mengolah skuatnya itu sedemikian rupa.

Formasi Italia lawan Belgia di Piala Eropa 2016

Penggunaan posisi wing-back ini pun mulai berkembang seiring dengan mulai dipergunakannya kembali skema ini oleh Antonio Conte di Chelsea. Mauricio Pochettino, manajer Tottenham Hotspur, juga keranjingan menggunakan skema tiga bek dengan memanfaatkan dua wing-back ini karena bisa memaksimalkan skema counter-pressing yang ia terapkan. Apalagi Spurs diberkahi dua pemain sayap yang mumpuni dalam bertahan dan menyerang, yaitu Kyle Walker dan Danny Rose.

Bersambung ke halaman berikutnya

Halaman kedua

Selain Conte dan Pochettino, sebenarnya ada banyak manajer lain yang juga memodifikasi posisi wing-back ini. Semasa melatih Bayern Muenchen di Jerman, Pep Guardiola memodifikasi wing-back ini menjadi wide midfielder dalam formasi dasar 3-4-3. Rafinha dan Alaba menjadi dua wide man yang sekaligus menjadi wide midfielder dengan tujuan okupansi penuh terhadap bola, tak terkecuali di posisi sayap.

Formasi dasar 3-4-3 Bayern masa Pep

Dengan semakin berkembangnya taktik dan skema yang digunakan di dalam sepakbola, peran dari pemain yang berposisi sebagai wing-back ini pun kelak akan menjadi semakin penting, Namun penggunaan dari wing-back ini tergantung dari manajer masing-masing klub, apakah mereka melibatkan wing-back dalam skema yang mereka terapkan, atau tidak.

Menjadi wing-back, menjadi yang kuat menyisir sayap

Jika full-back kerap bekerja sama dengan winger ataupun gelandang sayap dalam usaha mereka mengokupansi sisi sayap dalam sebuah pertandingan, wing-back adalah pemain yang bekerja sendiri dalam menyisir sayap, baik itu ketika bertahan maupun menyerang. 

Full-back dan winger, dalam formasi 4-2-3-1 misalnya, bisa saling bertukar posisi ketika bermain, untuk mengurangi risiko diserang balik dari sayap. Maka tak heran antara winger dan full-back harus memiliki saling pengertian yang kuat, seperti halnya M. Ridwan dan Supardi di skuat juara Persib 2014 silam. Sedangkan seorang wing-back, mereka harus menyisir sayap tanpa bantuan siapapun.

Karena menyisir sayap seorang diri, maka layaknya gelandang tengah dengan peran box-to-box, maka seorang wing-back juga harus memiliki stamina yang kuat sebagai dasar mereka agar bisa menyisir sisi sayap selama 90 menit pertandingan secara prima. Mungkin ada beberapa manajer yang menerapkan mikro taktik berupa dua bek tengah yang bermain melebar untuk menutup sisi sayap ketika wing-back maju menyerang, namun tetap saja stamina mumpuni harus dimiliki oleh pemain berposisi wing-back.

Selain stamina mumpuni, seiring dengan peran wing-back yang juga harus baik dalam bertahan, maka wing-back juga harus memiliki kemampuan bertahan berupa tekel atau intersep yang sama baiknya. Selain itu, wing-back juga harus punya kemampuan umpan, terutama umpan silang, dan distribusi bola yang sama baiknya. Ini tak lepas dari peran wing-back juga yang acap menjadi awal mula terciptanya serangan bagi sebuah tim.

Maka, tak heran pemain dengan atribut gelandang tengah, apalagi yang berperan sebagai gelandang box-to-box, cocok juga untuk menjadi wing-back. Ini yang terjadi pada Ricardo Giusti di skuat Argentina 1986. Giusti yang pada awalnya adalah seorang gelandang tengah sukses dikonversi menjadi wing-back oleh Carlos Bilardo.

Dengan semakin menjamurnya penggunaan skema tiga bek, baik itu oleh klub maupun oleh Tim Nasional, semakin banyak pemain-pemain yang bisa berperan sebagai wing-back ini. Rata-rata mereka adalah pemain dengan stamina mumpuni, kemampuan trackback yang baik, serta kemampuan bertahan dan menyerang sama baiknya. Nama-nama seperti Marcos Alonso, Victor Moses, Sead Kolasinac, Kieran Trippier, Kyle Walker, Danny Rose, dll. menjadi bukti bahwa wing-back mulai menjadi pemain yang diperhatikan.

Kolasinac (kanan), sosok wing-back mumpuni Arsenal 

***

Setiap pemain yang berdiri di atas lapangan, di posisi manapun itu, memiliki perannya masing-masing yang harus dijalankan. Jika semua pemain menjalankan perannya dengan baik, maka skema dan taktik yang diterapkan manajer akan jalan dan kemenangan setidaknya dapat diraih. Pemain yang berposisi sebagai wing-back adalah kepingan yang tak kalah penting dibandingkan dengan pemain-pemain di posisi yang lain.

Perkembangan taktik sepakbola sama dinamisnya dengan perkembangan dari sepakbola itu sendiri. Wing-back pernah dilupakan, muncul kembali, dan sekarang ia menjadi sebuah tren taktik yang digunakan oleh para manajer. Namun jika seorang pemain ditunjuk menjadi wing-back, mereka harus bersiap untuk menjadi penguasa tunggal di sayap, karena merekalah yang pada akhirnya menjadi penyisir sayap seorang diri.

 

Dapatkah Man City Melewati Satu Musim Tak Terkalahkan?
Artikel sebelumnya Dapatkah Man City Melewati Satu Musim Tak Terkalahkan?
Lukaku, Mkhitaryan, Matic, Semuanya Butuh Pogba...
Artikel selanjutnya Lukaku, Mkhitaryan, Matic, Semuanya Butuh Pogba...
Artikel Terkait