Saat Andrea Pirlo hengkang dari Juventus, ada sedikit kekhawatiran dari para pendukung Juventus. Tanpa mantan pemain AC Milan tersebut, yang merupakan poros serangan Juventus, bukan tidak mungkin Juve akan kehilangan pengatur serangan. Apalagi Juventus kembali juara Serie A sejak Juve diperkuat Pirlo, per 2011/2012.
Tapi ternyata, tanpa Pirlo pun Juventus masih bisa menjelma menjadi raksasa di sepakbola Eropa dan raja di Italia. Gelar Serie A 2015/2016 didapatkan tanpa Pirlo. Bahkan pada musim tersebut Juve meraih double winners dengan trofi Coppa Italianya. Di awal musim tersebut, Juve juga berhasil menjuarai Super Coppa Italia.
Tanpa Pirlo, permainan Juve memang agak berbeda. Sebaliknya, Juve tampil jauh lebih sangar. Bahkan Juventus musim ini mulai fasih bermain dengan skema 4-2-3-1. Dan salah satu keberhasilan Juventus tetap bermain pada level terbaiknya adalah keberhasilan Leonardo Bonucci bermain sebagai pengatur serangan dari lini pertahanan, ball-playing defender.
***
Saat ini, kesebelasan-kesebelasan besar membutuhkan pemain bertahan yang juga bisa mengatur serangan. Hal ini diperlukan agar kesebelasan tersebut tidak mudah kehilangan bola saat mendapatkan tekanan dari lawan, khususnya ketika masih di sepertiga pertahanan. Pemain bertahan pun dituntut untuk tidak asal oper bola. Setiap operannya harus bermakna, dan lebih jauh diharapkan bisa menjadi titik awal terciptanya sebuah peluang.
Bonucci adalah salah satu pemain yang fasih (tak salah juga menyebutnya dengan "paling fasih" menjaga penguasaan bola Juventus di lini pertahanan. Gianluigi Buffon, kiper sekaligus kapten Juventus, diinstruksikan untuk tidak menendang jauh ke tengah saat melakukan tendangan gawang, melainkan pada pemain terdekat. Maka di sinilah Bonucci, juga Giorgio Chiellini, Andrea Barzagli, atau Daniele Rugani, harus berhati-hati dalam mengambil keputusan dalam mengoper bola, bahkan mendribel bola untuk mencari ruang sebelum melepaskan operan.
Bonucci sendiri menjadi pemain dengan peran yang lebih krusial di banding bek Juventus lainnya. Simak bagaimana Bonucci mengambil alih peran Pirlo pada musim ini lewat cuplikan di bawah ini.
https://twitter.com/Marottanomics/status/792672655258165248
Kemampuan Bonucci ini diakui betul oleh manajer Manchester City, Pep Guardiola. Pep mengatakan bahwa Bonucci adalah pemain favoritnya. Bahkan sempat santer diberitakan jika Pep berusaha memboyong mantan bek Bari tersebut ke Etihad Stadium dengan gaji berlipat. Namun Bonucci masih kerasan di Juventus.
“Juventus ada di darah, kulit dan daging saya. Setiap kali mengenakan jersey ini, saya mendapatkan energi yang luar biasa. Saya harap saya bisa menjadi bagian penting Juventus, seperti juga Juventus menganggap saya bagian penting,” ujar Bonucci pada football-italia saat membeberkan alasannya menolak tawaran Man City.
Tak banyak memang pemain bertahan seperti Bonucci. Pep Guardiola yang ideologi permainannya mengedepankan possession football, harus menjadikan pemain gelandang sebagai bek untuk memenuhi kebutuhan penguasaan bola dari lini belakang. Sebut saja Javier Mascherano (Barcelona) dan Javi Martinez (Bayern Muenchen) yang ia ubah jadi pemain bertahan.
Memang butuh proses panjang Bonucci bisa menjadi seperti ini, dan Juventus benar-benar beruntung bisa memaksimalkan kemampuan Bonucci. Karena pada awal kariernya, Bonucci sempat terpinggirkan dari skuat Internazionale Milan. Ya, pemain kelahiran 1 Mei 1987 ini sempat berseragam Nerazzurri.
Pada 2005, Bonucci yang masih berusia 18 tahun direkrut Inter dari kesebelasan kampung halamannya, Viterbese. Pelatih Inter saat itu, Roberto Mancini, sudah membawanya ke latihan pramusim Inter dan menjalani sejumlah uji tanding. Hanya saja Bonucci akhirnya harus lebih banyak bermain di tim primavera karena bek tengah Inter saat itu sudah mewah dengan adanya Ivan Cordoba, Walter Samuel, Marco Materazzi, hingga Sinisa Mihajlovic.
Baca juga: Ironi Skuat Senior dan Akademi Inter Milan
Terhitung hanya empat kali Bonucci bermain untuk Inter senior. Satu laga di Serie A, tiga di Coppa Italia. Di musim ketiga-keempat, Bonucci pun sempat dipinjamkan ke Treviso dan Pisa. Setelah itu, karena persaingan di lini belakang Inter masih ketat, Bonucci pun akhirnya dijual Inter ke Genoa, dijadikan alat tukar (bersama tiga pemain lainnya plus 2,5 juta euro) untuk mendapatkan Thiago Motta dan Diego Milito.
Halaman berikutnya; dipoles Ventura, dimaksimalkan Conte hingga bersinar bersama Allegri
Halaman kedua
Titik balik penampilan Bonucci dengan kemampuan umpan jauhnya terasah setelah ia dilatih Gian Piero Ventura di Bari. Genoa memang langsung menjual Bonucci sehari setelah mendapatkannya dari Inter. Ventura sendiri merekrut Bonucci karena keduanya pernah bekerja sama di Pisa semusim sebelumnya.
Kemampuan bertahan Bonucci sebenarnya tidak terlalu baik kala itu. Akan tetapi Ventura, yang sekarang menjadi pelatih timnas Italia, tahu betul kemampuan Bonucci. Bek kelahiran Viterbo ini sangat cocok dengan permainan direct khas Ventura. Ia merupakan pengirim umpan-umpan panjang untuk para pemain sayap Bari dalam formasi 4-2-4. Saking pentingnya sosok Bonucci, yang kala itu masih berusia 23 tahun, Bonucci bermain di seluruh pertandingan Serie A Bari, 38 pertandingan, dengan tanpa sekalipun digantikan.
Untuk menambal kelemahan Bonucci dari segi bertahan, Ventura memiliki Andrea Ranocchia, yang kala itu berstatus pinjaman dari Genoa. Ranocchia dan Bonucci pun saling melengkapi. Bari pun menempati peringkat 10 di akhir klasemen, padahal Bari saat itu berstatus tim promosi. Dari 38 pertandingan, mereka hanya kebobolan 49 gol.
“Di antara mereka berdua [Ranocchia dan Bonucci], secara kemampuan bertahan, Ranocchia lebih hebat,” tukas Ventura pada Radio RAI. “Tapi Bonucci punya personalitas yang lebih baik, ia punya mental yang kuat dan kepercayaan diri tinggi.”
Atas penampilan impresifnya itulah Bonucci diboyong Juventus pada musim berikutnya. Leo, sapaan akrab Bonucci, merupakan pemain pertama sekaligus termahal (15 juta euro) yang dibeli Juventus pada musim 2010/2011. Saat itu, Juve sendiri baru memulai kehidupan barunya bersama presiden Andrea Agnelli.
Namun di Juventus, saat dilatih Luigi Delneri, Bonucci malah lebih sering melakukan blunder. Kritikan terus mengalir padanya, apalagi Bonucci merupakan transfer termahal Juventus saat itu. Juventus pun tampak kecewa dengan penampilan Bonucci karena pada pertengahan musim mereka mendatangkan Andrea Barzagli dari Wolfsburg.
Tapi seperti yang dikatakan Ventura, Bonucci punya mental yang kuat. Perlahan ia berhasil mengatasi tekanan padanya dengan baik. Apalagi setelah kedatangan Antonio Conte yang menggantikan Delneri. Bagi Bonucci, Juve beruntung mendapatkan Conte, yang kemudian langsung mengantarkan Juve scudetto. “Kedatangan Conte adalah anugerah Tuhan. Di tangannya, para pemain menjadi prajurit yang sebenarnya,” tutur Bonucci.
Tak seperti Delneri, Conte memang bisa memanfaatkan kemampuan Bonucci. Apalagi permainan Conte dan Ventura tidak terlalu jauh berbeda, mengandalkan permainan direct lewat formasi dasar 4-2-4. Conte bahkan lebih sering menduetkan Bonucci-Barzagli di bek tengah, Chiellini lebih banyak bermain sebagai bek kiri.
Semuanya berubah pada musim berikutnya saat Claudio Marchisio terkena akumulasi kartu sementara Juventus harus menghadapi Napoli yang menggunakan formasi dasar 3-4-3 a la Walter Mazzarri. Saat itu Conte berjudi dengan memainkan skema 3-5-2, dengan trio BBC di jantung pertahanan. Trio ini dipasang untuk meredam trio lini serang Napoli yakni Goran Pandev, Ezequiel Lavezzi dan Marek Hamsik. Hasilnya cukup memuaskan Conte meski pertandingan berakhir imbang 3-3. Selain saat itu Juve tertinggal dua kali, Juve pun bisa tanpa terkalahkan hingga akhir musim dan menjadi juara dua kali secara beruntun.
Sejak saat itu, Bonucci yang diplot sebagai bek tengah dalam tiga bek membuat Conte nyaman bermain dengan skema tiga bek. Ketika Pirlo dibayangi pemain lawan, Conte tak khawatir karena Bonucci punya kemampuan playmaking yang tak kalah baik dari Pirlo. Saat dilatih Delneri, Bonucci hanya melakukan rerata 36 operan per pertandingan. Semusim dilatih Conte, Bonucci langsung memiliki rerata 52 operan per pertandingan.
Maka saat tak ada Pirlo, peran Bonucci semakin sentral di Juventus. Apalagi Juventus dilatih oleh Massimilliano Allegri yang lebih banyak bermain dengan penguasaan bola ketimbang Conte. Musim ini, Bonucci menjadi pemain dengan rataan operan tertinggi di Juventus dengan 63 operan per pertandingan.
Tak heran sebenarnya Bonucci bisa memerankan tugas ini. Di awal kariernya, ia merupakan pemain gelandang, yang juga sering ditempatkan sebagai pemain sayap. Namun karena postur tubuhnya yang tinggi, ia disarankan untuk bermain sebagai bek tengah. Meskipun begitu, Bonucci mengakui bahwa ia lebih nyaman menggiring bola.
“Sejak muda, saya sangat suka melakukan dribble dengan tipuan untuk melewati lawan,” ujar Bonucci pada LaStampa. “Hal tersebut semakin terasah saat saya dilatih Ventura. Ia tidak ingin para pemain membuang bola hanya karena tekanan lawan.”
https://twitter.com/SerieA_English/status/856240938779381761/video/1
***
Kemampuan Bonucci dalam mengatur serangan merupakan salah satu faktor penting Juventus bisa meraih kesuksesan sejauh ini. Karena ketika pemain bintang Juventus satu per satu meninggalkan Si Nyonya Tua, Bonucci, bersama dengan Buffon, Barzagli, Chiellini, dan Marchisio, tetap membela panji Juventus dan menjadi pemain yang tak tergantikan. Bersama Bonucci, Juventus memang tak akan kehilangan harapannya untuk terus bisa menjadi yang terbaik di Italia, Eropa, bahkan dunia. Karena kemampuan defensive-playmaker nya merupakan hal yang cukup langka di sepakbola modern saat ini.
foto: the18.com
Bonucci punya mental baja karena mendapatkan treatment khusus saat di Treviso, di mana ia di bawa ke sebuah basement yang gelap dalam uji mentalnya. Selengkapnya baca cerita Leonardo Bonucci yang lebih panjang dan menarik di kolom About the Game, detiksport.