Al Jazeera: Pengaturan Skor di Indonesia Memang Ada

Al Jazeera: Pengaturan Skor di Indonesia Memang Ada
Font size:

"Jacksen, apa pun yang terjadi esok hari, jangan pernah kau protes pada keputusan wasit." Jacksen F Thiago yang ketika diwawancarai masih melatih Persipura, berbincang sembari tersenyum. Tak ada nada kesal di raut wajahnya. Padahal, ia merasa dipermainkan oleh wasit di final pertama, yang juga menjadi musim pertamanya bermain di Indonesia. Sundulannya sukses menggetarkan jala gawang Persib Bandung. Namun, wasit yang memimpin final Liga Indonesia I, Zulkifli Chaniago, setuju dengan hakim garis yang mengangkat bendera tanda offside. "Sebagai seorang pelatih, aku sudah melihat banyak hal aneh di sini, kata Jacksen, "Untuk membuat sepakbola menjadi lebih baik, pikirkan tentang sepakbola, bukan politik." Pengaturan Skor sebagai Isu Global Beberapa tahun terakhir, berita tentang terungkap atau tertangkapnya para pengatur pertandingan muncul tiada henti. Isu pengaturan skor terus berhembus kencang sejak awal tahun 2014. Penyebabnya, sejumlah pemain profesional di Inggris turut serta dalam judi bola. Bandar judi asal Singapura, Wilson Raj Perumal, mengungkapkan ia dan jaringan bandar judi lainnya bisa mengatur skor dengan mudah. Bahkan, pertandingan sekelas kualifikasi Piala Dunia pun, tak terhindar dari pengaturan skor. Mei 2014 lalu, Badan Kejahatan Nasional Inggris, NCA, meminta FIFA untuk mengeluarkan peringatan akan adanya kemungkinan match fixing dalam pertandingan Skotlandia menghadapi Nigeria. Benar saja, ada kejadian aneh saat kiper Nigeria, seolah sengaja melemparkan bola ke gawangnya sendiri! Pengaturan skor pun diduga terjadi pada Piala Dunia 2014. Sebelum laga Kroasia menghadapi Kamerun, Wilson berkomunikasi dengan Der Spiegel lewat Facebook. Dalam pembicaraan tersebut, Wilson memprediksi pertandingan akan dimenangkan Korasia dengan skor telak 4-0. Ya, setelah 90 menit pertandingan berakhir, Kroasia memang menang 4-0. Ada dua cara agar match fixing berjalan dengan mulus: (1) menyuap wasit, (2) menyuap tim dan pemain lawan. Cara kedua dianggap lebih efektif, tapi memerlukan biaya yang jauh lebih besar. Menyuap tim lawan, bisa dengan cara meminta pelatih menurunkan pemain cadangan, hingga menyuap pemain-pemain penting, contohnya kiper. Sementara itu, cara pertama merupakan cara yang paling mudah. Tim hanya perlu membayar empat orang saja. Namun, cara ini memiliki dampak negatif. Makin hari, kinerja wasit makin diperhatikan. Bahkan, kesalahan-kesalahan "manusiawi" yang tidak disengaja sekalipun bisa berakibat buruk bagi kariernya. Dengan keputusan yang terlalu memihak, maka akan terlihat jelas jika wasit tak berimbang. Hal ini akan memantik kontroversi baik di media maupun di masyarakat. Pengaturan Skor di Indonesia Ungkapan "wasit dibayar" dengan makna bahwa wasit sudah disogok untuk kepentingan tertentu seolah menjadi budaya bagi tim yang kalah. Ini bukan tanpa alasan. Pada awal 2000-an, ada kecenderungan wasit biasanya memihak tuan rumah. Seorang wartawan mingguan sepakbola bahkan pernah mendengar percakapan wasit untuk mengatur pertandingan di kereta yang ia tumpangi. Kini, bukan hal yang mustahil bagi sebuah tim untuk menang di kandang lawan. Wasit pun dianggap lebih berimbang ketimbang satu dekade silam. Apakah wasit sudah tidak lagi "dibayar"? Al Jazeera memproduksi sebuah liputan dokumenter berjudul "State of Game". Liputan tersebut sebagian besar menceritakan carut marutnya kondisi persepakbolaan di Indonesia. Tak tanggung-tanggung, mereka pun menyertakan seorang match fixer dalam sebuah wawancara pada 2013. Pengatur skor tersebut mengaku memiliki spesialisasi untuk mempromosikan tim dari Divisi Utama.

Simak artikel kami mengenai bagaimana dan seperti apa ciri [1] striker dan gelandang yang terlibat pengaturan skor dan [2] ciri dan indikasi seorang kiper yang terlibat pengaturan skor.

Maklum, tim divisi utama sudah tidak boleh menggunakan uang dari daerah, sehingga kebanyakan klub tersebut dimiliki oleh pengusaha. Mereka mengeluarkan uang operasional hingga 500 juta setiap musimnya. Promosi ke Indonesian Super League (ISL) –sekarang Liga 1– akan menghadirkan sejumlah keuntungan bagi mereka: jangkauan televisi, sponsor baru. Ini adalah sebuah investasi karena mereka bisa meraup hingga tiga miliar rupiah andaikan promosi ke divisi teratas. Karena klub di Indonesia masih terikat dengan satu kedaerahan, yang biasanya mewakili kota atau kabupaten, maka pemilik klub biasanya memiliki kontrak bisnis dengan pemerintah daerah setempat. Untuk menjadi juara, maka harus ada persiapan matang yang menyertai. Sebelum liga dimulai, transaksi pun dimulai. Sejumlah partai dipilih agar bisa diatur. Beberapa hari sebelum laga, klub biasanya sudah memberi uang muka sebagai bukti keseriusan. Jelang pertandingan, klub pun melakukan pembayaran penuh. Dalam satu pertandingan, biaya yang dibutuhkan untuk menyuap wasit sekitar 15-18 juta rupiah. Sementara untuk menyuap manajer lawan bisa mencapai 45 juta rupiah. Jumlah yang cukup besar? Benar, tapi itu untuk ukuran Divisi Utama. Jika ingin mengatur pertandingan di ISL, biaya yang dikeluarkan bisa mencapai 85-88 juta rupiah! Halaman Berikutnya: Judi dan Bandar Bola

Judi dan Bandar Bola Bagi tim Divisi Utama, menjadi juara adalah mutlak. Alasan mengapa ada pengaturan skor tak lain karena mereka ingin menang. Lain hal bagi klub yang sudah mapan di papan tengah atau papan atas. Match fixing menjadi bagian dari pemasukan. Menang atau kalah tak masalah, selama klub tersebut memang tak berniat juara. Masih dalam wawancara Al Jazeera, menurut salah seorang pemain yang telah 13 tahun malang melintang di Indonesia, yang oleh Al Jazeera disembunyikan identititasnya demi keamanan sang narasumber, sosok yang biasanya bermain dan datang kepada para pemain adalah mafia. Sang mafia akan menginstruksikan kedua tim untuk bermain seperti yang mereka mau. Ia menyebut, hampir semua pertandingan pada musim lalu, telah diatur. Nantinya, mafia tersebut datang ke manajemen untuk mengatur hal-hal detail. Mereka pun biasanya memberikan bonus lebih pada kapten ataupun pemain senior. Jika pertandingan menghadapi tim yang lebih lemah, para pemain biasanya tidak diikutsertakan. Kecuali, jika melawan tim dengan level setara atau lebih tinggi di atasnya, mereka baru diberitahu. Para pemain tersebut dijanjikan bonus sebesar tiga hingga sepuluh juta rupiah untuk turut serta dalam pengaturan skor. Sang pengatur skor mengakui bahwa apa yang dilakukannya sebagai hal yang tidak sportif.

"Tapi itulah yang terjadi di sini. Kalau melawan arus, kami yang akan mati. Mengikut arus akan membuat kami juara. Jadi lupakanlah soal sportivitas," tuturnya.

Tuntutan Lingkungan "Sebagai pemain profesional, saya sebenarnya enggan melakukan itu. Tapi itulah sepakbola. Pengaturan skor itu seperti lingkaran yang tak berujung. Saya tidak mau, tapi pemain lain mau," tutur pesepakbola tersebut. Ia menambahkan, kedua tim biasanya sudah tahu kalau pertandingan tersebut diatur. Asisten pelatih yang ada di bench biasanya memberikan kode untuk memulai rencana busuk tersebut. "Ketika ia memberi sinyal untuk mencetak gol, kami mulai menyerang. Jika belum saatnya, kami akan terus bertahan. Kami bermain seperti orang bodoh. Ini seperti bermain di playstation." Memang sulit menjadi pesepakbola yang memiliki idealisme di negeri ini. Saat ingin bermain bersih, tapi rekan sejawat meminta kita untuk mengikuti arahan manajemen. Bukannya apa-apa, tapi pemasukan dari pengaturan skor ini sungguh besar. Hal ini mungkin saja tak akan terjadi andai klub mau menepati janji mereka untuk membayar gaji pemain sesuai jadwal. Ini akan meminimalisasi terlibatnya pemain ke dalam lingkaran hitam pengaturan skor. Jika pemain mendapatkan gaji yang sesuai, maka alasan untuk menerima "pinangan" match fixing pun berkurang. Lantas, bagaimana agar sepakbola Indonesia bisa lebih maju di masa mendatang? Simak petikan Direktur Liga Indonesia, Joko Driyono, (masih dalam liputan yang sama) berikut ini, "I think football in Indonesia especially has always been connected to politics. Football, in the future, will be stable, if the clubs are managed business-wise, not political-wise." Untuk menyimak liputan dokumenter Al Jazeera ini, Anda bisa menontonnya di video di bawah ini  

Cedera Sturridge Bagus untuk Variasi Taktik Liverpool
Artikel sebelumnya Cedera Sturridge Bagus untuk Variasi Taktik Liverpool
On This Day 1970, Feyenoord Juara Piala Intercontinental
Artikel selanjutnya On This Day 1970, Feyenoord Juara Piala Intercontinental
Artikel Terkait