Font size:
Jika diibaratkan sebuah kelompok musik, John Carver adalah nama lama yang kembali direkrut oleh sebuah band bernama Newcastle United. Namun, posisinya bukanlah sebagai vokalis, sebuah posisi yang diidam-idamkan banyak orang. Newcastle menunjuknya sebagai backing vokal, mungkin juga bisa sembari bermain gitar.
Dalam hidupnya, hanya sekali ia ditunjuk menjadi vokalis. Kala itu, pada Februari 2008, band Toronto FC mengajaknya melakoni tur Amerika. Baru sekali menjadi vokalis, Carver sudah membuat ulah. Ia menyanyikan lirik-lirik anarki yang menyinggung penyelenggara tur Amerika, MLS. MLS lantas menjatuhkan sanksi berupa denda pada Carver. Carver merajuk. Ia memutuskan untuk tidak menghadiri sisa konser Toronto FC lainnya. Carver pergi meski kontraknya dengan Toronto masih belum habis. Melakoni tur Amerika bersama Toronto FC barangkali menjadi momen yang menyenangkan bagi Carver. Menjadi vokalis memang menyenangkan, karena ia yang bersuara paling lantang. Namun, tur Amerika tak memberinya kesan. Carver lebih kerasan tinggal di Inggris dan bermain band di Tanah Britania, meski hanya sebagai penyanyi latar. Carver kemudian menjadi penyanyi latar bersama Plymouth Argyle dan ditunjuk sebagai additional vocalist Sheffield United. Tak perlu waktu lama bagi Carver untuk dilirik kembali oleh Newcastle pada Januari 2011. Tetap, statusnya masih sebagai penyanyi latar yang juga bermain gitar. Di posisi vokalis ada nama Alan Pardew yang punya kemampuan hebat dengan menjaga Newcastle selalu mengikuti tur Primer Inggris; tur musik paling keras, paling kapitalis, paling industrialis, dan segala “paling-paling” yang lain. Dengan Pardew di belakang microphone, pemilik Newcastle senang bukan kepalang. Bukan cuma irit, tapi Pardew juga membawa band Newcastle United mampu jualan. Beragam alat musik dan pengeras suara laku keras. Pardew mampu membuat alat-alat tersebut terlihat lebih mengkilat dengan keluaran suara yang begitu jernih. Musim ini saja, Newcastle mampu menjual drum kesayangan Pardew, dengan merek “Cabaye”, senilai 20 juta pounds ke Prancis. Pardew memang hebat soal urusan rakit merakit. Musim ini, ia membeli gitar berbahan kayu jati, ketimbang kayu mahoni, seperti biasanya gitar dibuat. Pardew beralasan, ketimbang membeli gitar yang sudah kokoh dan kuat, ia lebih memilih gitar yang didiamkan lebih lama untuk mencapai ketahanan kayu yang jauh lebih kokoh. Maka, jangan heran jika pada awal tur Premier League-nya musim ini, Newcastle United kerap goyang. Nada-nada fals sering terdengar. Rupanya, kayu jati bermerek “Ayoze Perez”, “Jack Colback”, “Remy Cabella”, “Siem De Jong”, “Daryl Janmaat”, dan “Emmanuel Riviere”, tersebut membutuhkan waktu tujuh kali konser untuk bisa menang duel dengan band lainnya. [caption id="" align="alignnone" width="1333"]
P.S. “Duel” dalam tur band di atas mirip duel dalam program musik “Immortal Songs 2” di mana setiap penyanyi atau kelompok musik menunjukkan kemampuan masing-masing, untuk dipertandingkan (lewat vote) siapa yang menang dan siapa yang kalah, tapi dalam sistem kompetisi penuh bukan turnamen. Suka-suka penulis saja lah.Sumber gambar: theguardian.com