Font size:
Sudah tiga musim berturut-turut Paris Saint-Germain mejuarai Ligue 1. Musim ini mereka berpeluang kembali menjadi juara. PSG masih terlalu kuat untuk kesebelasan-kesebelasan Prancis lain, termasuk AS Monaco yang juga memiliki kekuatan finansial seperti mereka. Namun PSG tidak akan menjuarai Ligue 1 tujuh musim berturut-turut seperti yang pernah dilakukan Olympique Lyonnais. Dan kesebelasan yang akan menyudahi dominasi PSG adalah Olympique Lyon sendiri.
Olympique Lyon mungkin tidak akan menyudahi dominasi PSG pada musim ini. Namun musim depan atau dua tahun lagi, ketika Olympique Lyon sudah kembali kuat, tanpa kekuatan finansial yang sama besar dengan PSG pun mereka akan mampu mengakhiri musim di puncak klasemen. Kembali menguasai Ligue 1 bukan impian bagi mereka. Jauh sebelum PSG menguasai Ligue 1 dengan dana nyaris tak terbatas yang menciptakan jurang pemisah antara mereka dengan kesebelasan-kesebelasan lain, Olympique Lyon menorehkan prestasi yang hingga saat ini masih belum berhasil disamai kesebelasan mana pun di lima liga besar Eropa: menjuarai liga tujuh musim berturut-turut sejak 2001/02. Proses panjang menuju kejayaan tersebut dimulai ketika seorang pengusaha perangkat lunak bernama Jean-Michel Aulas menjadi presiden kesebelasan pada 1987. Masyarakat Lyon sebenarnya bukan orang-orang yang secara alami menyukai sepakbola. Walau kota mereka lebih besar dan lebih kaya dari Saint-Étienne, kesebelasan kota mereka tidak lebih hebat dari kesebelasan kota tetangganya. Adalah wajar menemukan warga kota Lyon yang tidak peduli kepada Olympique Lyon. Aulas mengubahnya. “Aulas berpikir rasionalitas sepakbola bekerja kurang lebih seperti ini: jika kita membeli pemain bagus dengan harga yang lebih murah dari harga pasarnya, kita akan memenangi lebih banyak pertandingan,” tulis Simon Kuper dan Stefan Szymanski dalam Soccernomics. “Kita karenanya akan memiliki lebih banyak uang untuk membeli pemain yang lebih bagus namun tetap lebih murah dari harga pasar. Pemain yang lebih baik membawa kita memenangi lebih banyak pertandingan, dan itu akan menarik lebih banyak pendukung (dan karenanya lebih banyak uang), karena Aulas melihat kebanyakan pendukung sepakbola di mana pun lebih mirip dengan orang yang belanja ketimbang pengikut agama: jika mereka bisa mendapatkan pengalaman yang lebih baik di tempat baru, mereka akan pergi ke sana.” Perlahan tapi pasti Aulas menjadikan Olympique Lyon lebih kuat dengan kebijakan bisnis yang menjadi dasar kejayaan mereka saat ini. Dengan itu ia menarik lebih banyak orang datang ke stadion dan sedikt demi sedikit meningkatkan jumlah kekayaan kesebelasan. Dengan jumlah kekayaan yang meningkat Aulas meningkatkan kualitas kesebelasan dan dengan sendirinya menambah jumlah pengikut dan pemasukan kesebelasannya. Begitu terus, perlahan tapi pasti. “Setiap tahun kami berusaha mencapai sebuah kemajuan olahraga, dan kemajuan sumber daya finansial kami,” ujar Aulas berkisah kepada Kuper dan Szymanski. “Seperti balap sepeda: menyalip satu orang yang paling dekat.” Perlahan tapi pasti Aulas membawa Olympique Lyon naik ke divisi tertinggi. Namun kejayaan belum benar-benar mereka raih hingga Aulas menemukan seorang tangan kanan yang tepat bernama Bernard Lacombe, yang menduduki jabatan direktur teknik Olympique Lyon sejak tahun 2000. Dua tahun setelah Lacombe menduduki posisinya, Olympique Lyon memulai dominasi tujuh tahun mereka. Pembangunan stadion baru Lyon akan rampung awal tahun 2016, simak bagaimana hal itu bisa menjadi titik awal upaya Olympique Lyon mengakhiri dominasi PSG di halaman berikutnya. Lacombe pada awalnya bekerja sebagai pelatih kepala Olympique Lyon sejak 1996. Secara rutin Lacombe membawa Olympique Lyon mengakhiri musim demi musim di papan atas, namun tidak pernah menjadi juara. Lacombe menawarkan stabilitas dan memiliki kemampuan yang sangat baik dalam menilai kemampuan pemain, namun tidak cukup baik untuk membawa Olympique Lyon menjadi juara. Aulas pun mengambil keputusan. Lacombe ditarik dari jabatannya sebagai pelatih kepala dan diangkat menjadi direktur teknik. Ia tidak terlibat langsung dalam latihan dan pertandingan namun keluar masuknya pemain tidak bisa tidak melibatkan penilaian dan persetujuannya. Lacombe-lah pemain kunci Olympique Lyon di pasar pemain. Lacombe lah yang mendatangkan pemain yang tepat dan untuk kesebelasan; baik untuk memperkuat susunan yang sudah ada atau menambal perginya pemain utama yang dilepas untuk keuntungan finansial. Lacombe yang menjaga stabilitas Lyon sehingga kualitas permainan kesebelasan tidak naik turun walau dalam tujuh musim penuh kejayaan tersebut Lyon ditangani empat pelatih kepala berbeda: Jacques Santini, Paul Le Guen, Gérard Houllier, dan Alain Perrin. Sekarang ia sudah tidak lagi menjabat posisi direktur teknik namun masih berhubungan dengan Aulas dan memainkan peran penting di Olympique Lyon sebagai penasihat Aulas. Dalam perjalanannya, Olympique Lyon tidak lagi hanya mengandalkan pemain-pemain murah tapi berguna untuk kesebelasan. Seiring dengan membesarnya nama kesebelasan semakin banyak pula bakat-bakat muda yang tertarik bergabung dengan Olympique Lyon. Lulusan-lulusan akademi seperti Alexandre Lacazette, Nabil Fekir, Maxime Gonalons, dan Anthony Lopes sekarang sudah menjadi tulang punggung kesebelasan. Jika mereka mampu dipertahankan dan pemain-pemain berkualitas dari kesebelasan lain seperti Mathieu Valbuena secara rutin terus didatangkan, Olympique Lyon akan semakin kuat. Namun bukan mereka yang akan menjadi kunci kembalinya kejayaan Olympique Lyon dan berakhirnya dominasi PSG. Dengan pemain-pemain yang ada saat ini Olympique Lyon tidak cukup kuat. Karenanya duet maut Aulas-Lacombe sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kekuatan Olympique Lyon. Mengingat Stade des Lumières, stadion baru Lyon yang kapasitasnya lebih besar (dan secara otomatis akan mendatangkan lebih banyak keuntungan) dari Stade de Gerland akan selesai awal tahun 2016, Olympique Lyon sebenarnya memiliki modal untuk berkembang lebih besar. Tentu saja hasilnya tidak akan instan. Dibutuhkan waktu sebelum Stade des Lumières mendongkrak kekayaan Olympique Lyon secara signifikan. Namun sambil menunggu waktu yang tepat sama saja membiarkan PSG menyamai – bahkan berpotensi melewati – rekor Olympique Lyon. Agar nama Olympique Lyon tetap dikenang selamanya sebagai satu-satunya kesebelasan yang mampu menjuarai Ligue 1 tujuh musim berturut-turut, Aulas dan Lacombe harus bergerak cepat.