Font size:
Bersama Paulo Dybala, Mario Mandzukic kerap mencetak gol-gol kemenangan bagi Juventus. Ia berhasil menggantikan peran Alvaro Morata yang masih belum kembali ke penampilan terbaiknya dengan mencetak sembilan gol serta satu assist dari 18 penampilannya bersama Juventus pada paruh musim pertama Serie A Italia musim 2015/2016.
Juventus pun kemudian berhasil memperbaiki performanya menjelang akhir tahun. Dari sempat terjun ke peringkat bawah, hingga kini kembali memanaskan perebutan gelar scudetto. Mandzukic yang awalnya sempat kesulitan mencetak gol, kini cukup berperan atas kemenangan-kemenangan yang diraih Juventus. Pada akhir Desember lalu, penyerang asal Kroasia ini akhirnya buka-bukaan atas performanya yang sempat melempem pada awal musim. Pada harian Kroasia, Sportske Novosti, mantan penyerang Bayern Munchen dan Atletico Madrid ini menceritakan banyak hal, khususnya terkait performanya di enam bulan pertama bersama Juventus. Cedera yang Mengganggu Performanya Setelah menyumbang gol pada Piala Super Italia menghadapi Lazio sebelum musim 2015/2016 dimulai, Mandzukic mulai kesulitan mencetak gol. Gol keduanya untuk Juventus baru dicetak sebulan setelah laga melawan Lazio ketika Juve mengandaskan Manchester City dengan skor 2-1 di Liga Champions. Sementara di Serie A, ia sempat tak mencetak gol pada lima laga perdananya sebelum akhirnya membobol gawang Atalanta. Butuh dua bulan baginya mencetak gol pertamanya di Serie A. Ternyata hal itu terjadi karena ia menderita cedera pada pergelangan kakinya. Mandzukic mengatakan cedera itu ia dapatkan di laga Serie A pertamanya, kala Juve menghadapi Udinese. Cederanya memang ringan, namun menjadi infeksi sehingga lukanya itu harus mendapatkan perawatan serius. “Pada laga melawan Udinese, saya menabrak billboard dengan sikunya menghujam tulang pergelangan kaki saya. Mereka kemudian menjahit luka saya tersebut, namun rasa sakitnya semakin parah dan berdenyut ketika malam hari,” ungkap Mandzukic. “Ada infeksi pada luka tersebut. Saya kemudian mengonsumsi sejumlah antibiotik sementara rasa sakit tersebut terus berlanjut selama dua bulan. Ketika latihan, ketika pertandingan, setiap sentuhan serasa di neraka,” tambahnya. Tak hanya cedera pergelangan kaki saja yang ia derita pada masa awal ia bergabung dengan Juventus. Ketika cedera pergelangan kakinya belum pulih benar, ia juga harus berkutat dengan cedera hamstring. Hal itu semakin menyiksanya. “Sistem imun saya melemah. Saya merasa lemah dan tidak bertenaga. Kemudian saya menderita cedera hamstring, hal lain yang harus menghentikan saya, menambah beban kerja normal saya. Sangat menyeramkan,” tutur penyerang berusia 29 tahun tersebut. Masa-masa itu disebutkan Mandzukic sebagai masa terburuk dalam kariernya. Ia juga menceritakan bahwa atas cedera demi cedera yang menyerangnya saat itu membuatnya selalu terjaga pada malam hari dan selalu mempertanyakan mengapa hal tersebut terjadi padanya, karena menjadi ganjalan pada kariernya, “Saya sangat putus asa karena saya tak bisa melihat jalan keluar dari situasi yang belum pernah saya alami sepanjang karier saya ini.” Cedera sebenarnya sudah mengganggu Mandzukic ketika menjelang musim lalu berakhir saat ia masih membela Atletico Madrid. Namun saat itu ia percaya bahwa bisa segera kembali pulih dan kembali pada performa terbaiknya. “Di Atletico, saya bermain sesuai standar saya hingga saya mengalami cedera dan mulai merasakan sakit yang luar biasa. Tapi saya tak ingin berhenti, saya memaksa diri saya, tapi ternyata itu salah. Tentu saja saya tak bisa kembali pulih pada permainan terbaik saya dengan cara seperti itu,” ungkapnya lagi. Tak Gemar Berbicara Pada Media Ketika cedera menghantui setiap penampilan Mandzukic, ia tak pernah berbicara pada media atas apa yang sedang dialaminya. Para pendukung Juventus pun sepertinya banyak yang baru mengetahui lebih jauh cerita Mandzukic di atas. Hal ini dikarenakan ia memang dikenal sebagai orang yang tertutup. Ia tak membenci bicara pada media, tapi ia lebih menyukai hidup jauh dari media. Ia ingin hidup damai dengan tanpa media yang selalu menguntitnya sehingga bisa menampilkan performa terbaik di lapangan untuk menjawab kebutuhan media. “Saya tidak suka banyak bicara, saya menyukai kedamaian. Saya tak marah pada para jurnalis. Bahkan meski mereka kadang menambahkan banyak hal dalam tulisan mereka, saya mengerti bahwa mereka harus menulis sesuatu,” ujar Mandzukic ketika menjelaskan pandangannya terhadap media. “Saya pikir, yang paling penting adalah apa yang saya tunjukkan di lapangan, penampilan saya. Dari situ semua orang bisa menilai saya.” Hal itu juga yang menjadi alasan mengapa selama ini ia bungkam atas cedera yang membuat performanya di awal musim ini tak maksimal. Mandzukic tak mau publik mengenalnya sebagai orang yang banyak alasan. Terlebih ia telah berganti tiga klub, tiga kota, tiga negara, dan tiga metode latihan yang berbeda, yang sebenarnya bisa menjadi alasan untuknya berdalih bahwa ia sedang dalam masa adaptasi. “Tidak ada dari semua itu yang bisa membantu masalah saya. Nanti kalian akan berkata bahwa saya hanya sedang berlalibi. Saya bukan orang yang seperti itu, meski sebenarnya saat itu (ketika cedera) saya bukan saya yang sebenarnya,” Mandzukic menjelaskan sikapnya. Halaman berikutnya, Fakta-Fakta di Balik Kepindahan Mandzukic ke Juventus Fakta-Fakta di Balik Kepindahan Mandzukic ke Juventus Sebelum akhirnya resmi menjadi milik Juventus pada musim panas 2015 lalu, sejumlah media menyebutkan bahwa adanya masalah antara Mandzukic dengan pelatih Atletico Madrid, Diego Simeone. Simeone dianggap terlalu mengistimewakan Fernando Torres sehingga membuat Mandzukic mulai sering duduk di bangku cadangan atau memulai laga dari bangku cadangan. Hal itulah yang membuat isu ketidaknyamanannya di Atleti merebak. Namun Mandzukic membantah hal tersebut. Justru menurutnya, ia sebenarnya ingin bertahan di Madrid bersama Atleti. Pun begitu dengan Atleti yang ingin mempertahankannya. Hanya saja ketika datang tawaran dari Juventus, ia mulai mempertimbangkan untuk hijrah ke Turin untuk bergabung bersama Si Nyonya Tua. “Tidak ada seorang pun (di Atleti) yang menyuruh saya pergi, bahkan sebenarnya mereka tak mau saya pergi. Tapi ketika cerita soal hubungan buruk saya dengan pelatih mencuat, mulai muncul beberapa tawaran dari klub lain yang ingin membeli saya,” terang pemain kelahiran 21 Mei 1986 tersebut. “Saya memiliki masa yang baik-baik saja selama di Madrid. Simeone selalu adil pada saya, ia juga selalu mendukung saya dan menyatakan bahwa betapa pentingnya saya bagi tim. Cedera-lah yang menjadi faktor utama yang mengganggu saya, dan membuat saya tak bisa berjuang dengan 100% kemampuan. Kemudian, media menuliskannya dengan banyak hal, termasuk hubungan buruk saya dengan pelatih. Itu semua bohong,” tambahnya. Penuturan Mandzukic di atas menunjukkan bahwa bisa dibilang sebenarnya media-lah yang membuatnya hijrah ke Juventus. Tanpa isu miring yang dihembuskan media, bisa jadi Juventus tak akan melayangkan tawaran ke Atleti untuk mendapatkan Mandzukic. Mandzukic juga menceritakan bahwa sebenarnya Juventus pernah coba mengaetnya pada 2012 lalu. Ia pun mengamini bahwa Juventus adalah kesebelasan favoritnya di masa kecil dengan Gianluigi Buffon sebagai pemain idolanya. Sudah mengetahui banyak hal dari Juventus membuatnya yakin untuk pindah ke runner-up Liga Champions musim lalu tersebut. “Itu benar. Juventus coba merekrut saya sebelum Piala Eropa 2012. Tapi kemudian Bayern datang dan memberi jaminan bahwa mereka benar-benar membutuhkan saya. Saya saat itu bermain di Bundesliga [bersama Wolfsburg], dan Bayern merupakan puncak cerita di sana. Saya hengkang ke Munich, tapi tiga tahun kemudian takdir menginginkan saya untuk pergi ke Turin,” kenang Mandzukic. “Saya sudah mengenal Barzagli sebelumnya ketika masih di Wolfsburg. Pemain Juve lainnya bertemu di pertandingan timnas atau antar klub. Buffon merupakan pemain idola saya. Chiellini, meski saya berduel dengannya di lapangan (ketika menjadi lawan), tapi kami selalu bersalaman usai pertandingan. Saya bisa dibilang mengenal setengah dari Juventus dengan sangat baik sebelum saya bergabung. Hal itu meyakinkan saya untuk menerima tawaran mereka,” tambahnya. Dengan segala apa yang diungkapkannya tersebut, kepindahan Mandzukic ke Juventus menjadi cerita unik tersendiri. Ia sempat ke Munich, kemudian ke Madrid, sampai akhirnya bergabung dengan kesebelasan yang sebenarnya ia sukai sejak lama. Juventus sendiri beruntung memiliki pemain yang akan selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk tim. Buktinya, ia terus berjuang dengan cedera yang dialaminya dengan jangka waktu yang tidak sebentar sebelum akhirnya mulai kembali pada performa terbaiknya dan membuat Juventus kembali menjadi salah satu kandidat juara Serie A Italia, yang mana bisa jadi gelar kelima beruntun bagi Si Nyonya Tua tersebut. foto: theguardian