Tak Ada Anak Emas, Semua Klub Liga 1 Adalah Korban

Tak Ada Anak Emas, Semua Klub Liga 1 Adalah Korban
Font size:

Bhayangkara FC, meski kalah dari Persija Jakarta di laga pamungkas (12/11), telah disahkan menjadi juara Liga 1 Indonesia 2017. Musim pertama Liga 1 pun telah resmi berakhir. 

Bhayangkara FC, secara permainan, memang layak jadi juara. Mereka adalah kesebelasan yang konsisten berada di papan atas. Kesebelasan berjuluk The Guardian ini memang sempat menempati posisi ke-13 di Liga 1. Tapi itu terjadi pada pekan ketiga, ketika mereka menelan dua kekalahan dari tiga laga awal. Setelah itu, Bhayangkara terus merangsek ke papan atas dan akhirnya memuncaki klasemen di akhir liga.

Dari komposisi pemain, Bhayangkara FC pun punya segalanya untuk jadi juara. Pelatih mereka, Simon McMenemy, merupakan pelatih asal Skotlandia yang kenyang pengalaman di Asia Tenggara, juga di Indonesia. Dari segi pemain, pada April lalu, saya sudah menuliskan betapa berkualitasnya skuat Bhayangkara FC di setiap lini, khususnya kualitas pemain U-23 yang merata, karena pada awal musim ada aturan wajib starter tiga pemain U-23. 

Maka penampilan atraktif yang ditunjukkan Evan Dimas cs di atas lapangan tak mengejutkan. Hanya saja, penampilan impresif di atas lapangan itu dibarengi dengan sejumlah noda di luar lapangan. 

Keanehan di Akhir Musim

Sepakbola Indonesia, sedari awal, sudah dikenal dengan kontroversinya. Untuk musim ini, keanehan-keanehan sudah terjadi sebelum Liga 1 2017 dimulai. Dari aturan pemain asing yang memunculkan "Marquee Player", aturan batas usia 35 tahun, wajib starter pemain U-23 yang kemudian dihapus di tengah-tengah liga, pemakaian wasit asing yang tak diketahui klub, hingga hukuman "tanpa atribut" untuk suporter yang tampaknya hanya ada di Indonesia.

Tapi puncak dari segala kontroversi Liga 1 musim ini tentu apa yang terjadi menjelang musim berakhir. Oleh Komdis PSSI, Bhayangkara FC dinyatakan menang 3-0 atas Mitra Kukar (laga sebenarnya berakhir 1-1). Ketika itu, Mitra Kukar dinyatakan bersalah memainkan Mohamed Sissoko yang seharusnya menjalani hukuman larangan bermain (tambahan).

Sebelumnya saya sudah membuat dua tulisan tentang persoalan sah atau tidaknya Sissoko ini. Tapi saya menemukan keanehan lain yang berkaitan dengan hukuman terhadap Mitra Kukar tersebut, ketika saya mengivestigasi lebih dalam masalah tersebut.

Awalnya saya hendak memastikan skeptisnya beberapa kelompok pendukung yang mempertanyakan keabsahan kapten Bhayangkara FC, Indra Kahfi, pada laga melawan Madura United yang dimenangkan oleh Bhayangkara 3-1. Indra Kahfi sebelumnya dinyatakan mendapatkan hukuman kartu merah dan dilarang tampil dua kali, sesuai Nota Larangan Bermain (NLB) pada laga Bhayangkara FC vs Mitra Kukar yang beredar di media sosial. Tuduhan saat itu, jika Indra dihukum dua pertandingan, maka selain wajib absen melawan Mitra Kukar, ia juga harusnya absen melawan Madura United. Seperti yang diungkapkan oleh akun Twitter kelompok Madura United, @KConk1Dhere ini.

https://twitter.com/KConk1Dhere/status/928644543808860160

Saya menelusuri hal ini, dan sampai bertanya pada pihak PSSI. Ternyata setelah mendapatkan jawaban, status Indra Kahfi pada laga melawan Madura United tersebut sah. Hukuman larangan bertanding Indra, seperti yang saya terima, hanya berlaku pada laga melawan Mitra Kukar dan Persija Jakarta. Seperti yang kita tahu, mantan pemain Deltras Sidoarjo ini tidak bermain pada kedua laga tersebut.

Tapi bukan berarti Bhayangkara FC bersih dari kesalahan. Pada laga yang sama, Madura United merasa tertekan meski mereka bermain di kandang sendiri. Itu tak lepas dari situasi sebelum, sepanjang, dan sesudah pertandingan. Alih-alih tanpa penonton seperti yang sudah dihukumkan oleh Komdis PSSI pada mereka, Madura United justru dikelilingi oleh orang-orang penting Bhayangkara FC. Bahkan terdapat ofisial Bhayangkara FC yang seharusnya dihukum tidak boleh masuk stadion, justru ada di bangku penonton dan turun menyalami pemain ketika pertandingan berakhir.

“Hari ini, kami pasti akan mendapatkan sanksi lagi, karena ada suporter tim tamu berseragam yang duduk di Tribun VVIP. Bahkan, kami juga pasti akan mendapatkan sanksi karena di antara tetamu tersebut terdapat satu orang yang jelas-jelas dilarang datang ke stadion hadir dan memberikan instruksi dari tribun VVIP,” ucap Manajer Madura United, Haruna Soemitro, usai pertandingan pada web resmi Madura United.

Keanehan akhir musim tak sampai di situ. Ini masih berkaitan dengan keadilan terhadap kasus Sissoko bersama Mitra Kukar. Pada kasusnya, Mitra Kukar dianggap memainkan pemain tidak sah meski (awalnya) mereka membela diri tidak mengetahui putusan Komdis akan adanya hukuman tambahan untuk Sissoko. Tapi ternyata, ada klub lain yang juga melakukan hal serupa tapi tak mendapatkan hukuman yang sama.

Bersambung ke halaman berikutnya

Halaman kedua

Idealnya, hukuman larangan bertanding dilakukan secara berurutan. Misalnya di Inggris, sebut saja Sergio Aguero bersama Manchester City punya jadwal seperti ini secara berurutan; vs Chelsea, vs MU, vs Liverpool dan vs Arsenal. Jika Aguero mendapatkan kartu merah di laga melawan Chelsea dan dijatuhi hukuman larangan dua pertandingan, maka sewajarnya ia absen pada laga melawan MU dan melawan Liverpool, bukan absen di laga melawan Liverpool dan Arsenal atau vs MU dan Arsenal. 

Tapi yang terjadi di Liga 1 tidak demikian, dan ini terjadi pada Dedi Kusnandar, gelandang Persib. Dedi mendapatkan kartu merah saat menghadapi Madura United (pekan ke-29, 19 Oktober). Secara regulasi Liga 1 (Pasal 57 ayat 1), kartu merah langsung akan mendapatkan larangan bertanding satu pertandingan secara otomatis. 

Ternyata, Dedi mendapatkan hukuman tambahan atas kartu merahnya melawan Madura United. Pada putusan Komdis ke-24 tertanggal 28 Oktober, seperti yang tertera pada situs resmi PSSI, pemain yang akrab disapa Dado itu mendapatkan hukuman larangan dua kali bermain plus 10 juta rupiah. Hukuman itu sama dengan yang diterima oleh Mohamed Sissoko, surat putusan yang sama.

Di situs resmi PSSI, tidak disebutkan di pertandingan mana Dado dilarang tampil. Tapi Persib sendiri tidak memainkan Dado pada laga melawan Persela (satu laga setelah melawan Madura, pekan ke-30) dan memainkannya pada laga melawan Mitra Kukar (pekan ke-31, satu hari sebelum putusan dijatuhkan). Dado justru tampil melawan Persija Jakarta di pekan ke-32 (3 November atau enam hari setelah putusan Komdis).

Perlu diketahui, tanggal pertandingan Persija vs Persib sama dengan tanggal pertandingan Mitra Kukar vs Bhayangkara (tanggal dimainkannya Sissoko). Seperti yang kita ketahui juga, tidak ada yang membahas soal apakah status Dado di laga melawan Persija sah atau tidak. Padahal Dado dikartu merah tanggal 19, sementara Sissoko tanggal 23. 

Kemudian saya mendapatkan informasi dari pihak PSSI, yang enggan disebutkan namanya, bahwa Dado harusnya dilarang tampil melawan Persija Jakarta. Lebih lengkapnya, dua kali larangan tampil Dado adalah di laga melawan Persija dan Perseru Serui. Maka saya berani mengatakan, Dado adalah pemain tidak sah di laga melawan Persija. Dan jika Mitra Kukar dijatuhi hukuman kalah 3-0 dan denda 100 juta rupiah karena memainkan Sissoko, seharusnya Persib pun mendapatkan hukuman yang sama. Tapi mungkin itu tidak terlalu berpengaruh mengingat Persib dikalahkan Persija.

Di sini pasti banyak yang mulai berpikir bahwa Persib dilindungi oleh PT Liga atau menjadi "Anak Emas" seperti yang sudah lekat dengan mereka sepanjang musim ini. Tunggu dulu, ada penjelasan yang membuat Persib dan Mitra Kukar sebenarnya tidak bersalah dalam masalah ini. 

Pertama, Persib dan Mitra Kukar mungkin memang tidak proaktif akan adanya putusan Komdis tersebut. Putusan memang dijatuhkan pada 28 Oktober, sementara Persija vs Persib juga Mitra Kukar vs Bhayangkara digelar 3 November. Tapi dalam laman resmi PSSI, putusan itu baru diumumkan pada 6 November, tanggal yang sama pada laga PSM Makassar vs Bali United.

Padahal pada putusan-putusan sebelumnya, situs resmi PSSI memberitakannya beberapa hari (pengamatan saya paling telat empat hari) setelah putusan itu keluar. Sementara saat mengumumkan hukuman tambahan untuk Dedi dan Sissoko sampai telat 9 hari. Tak heran Mitra Kukar klaim awalnya merasa tidak melakukan kesalahan, dan di NLB seperti yang beredar di media sosial tidak ada nama Sissoko.

Yang mengetahui masalah ini justru hanya Bhayangkara FC yang melaporkan tidak sahnya Sissoko. Dalam pernyataan resmi, mereka berdalih, klub harusnya bertanggung jawab dan mengecek sendiri terkait status pemain mereka. Meski begitu, manajer Bali United, Yabes Tanuri, berpendapat lain, kesalahan ada di pihak PT Liga dan Komdis yang miss komunikasi. 

Soal ini, Komdis PSSI benar karena regulasi di Liga Eropa pun demikian. Klub bertanggung jawab terkait status pemainnya sendiri, sehingga Mitra Kukar pun akhirnya mengakui kesalahannya dan tidak melakukan banding. Tapi itu juga tidak berarti fakta bahwa manajemen Mitra Kukar merasa tidak menerima surat tersebut menguap. 

Kedua, ketidak jelasan kapan hukuman berlaku. Dado sebenarnya dihukum pada laga melawan Persija dan Perseru sesuai SK-nya. Padahal sebelum lawan Perseru, Persib bertemu dulu dengan Borneo FC. Perlu diketahui, Dado absen melawan Perseru dan melawan Borneo, ia absen karena sakit, bukan dilarang bertanding (saya sudah menanyakannya pada Herrie Setiawan, asisten pelatih Persib, atau silakan cek sendiri apa yang dikatakan Emral Abus atas absennya Dado di laga vs Borneo FC). Maka keanehan ini bak bola salju, yang semakin membesar ketika mengoreknya lebih dalam.

Bersambung ke halaman berikutnya

Halaman ketiga

Tidak hanya Dado, Indra Kahfi pun demikian. Ia dijatuhi hukuman dua kali bertanding (sesuai NLB, meski dalam laman resmi tidak disebutkan dua kali). Seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, Indra Kahfi sah di laga melawan Madura United karena dalam putusan Komdis ia harus absen pada laga melawan Mitra Kukar dan Persija. Tapi sebelum lawan Persija, Bhayangkara terlebih dahulu menghadapi Madura.

Mungkinkah hukuman larangan bertanding Dado di laga melawan Borneo dan Indra di laga melawan Madura tidak berlaku karena laga tersebut merupakan laga tunda? Padahal menurut Kode Disiplin Pasal 15 ayat 4, di situ tertulis, "Sanksi larangan pertandingan tersebut harus ditetapkan secara tegas dan pasti dalam bentuk jumlah larangan mengikuti pertandingan, hari maupun jumlah bulan. Kecuali hal–hal khusus lainnya, sanksi larangan ikut serta dalam suatu pertandingan tidak boleh melebihi 24 Pertandingan atau 24 bulan". Tak disebut hal khusus seperti apa yang dimaksud PSSI. 

Ketiga, tidak hanya Dado dan Sissoko, Dandi Maulana Abdulhak pemain Barito juga sebenarnya berstatus pemain tidak sah di laga melawan PSM Makassar. Pada laga Barito vs PSM Makassar yang digelar 29 Oktober (skor akhir 2-2), Dandi bermain selama 90 menit. Padahal dikatakan sumber kami, Dandi harusnya absen di laga melawan PSM, Madura dan Barito. Dandi hanya absen di laga vs Madura dan Barito. Kenapa laga melawan PSM, Dandi bermain 90 menit?

Jika hukuman yang didapat Mitra Kukar karena memainkan Sissoko diberikan juga pada Barito yang memainkan Dandi vs PSM, maka seharusnya PSM juga mendapatkan tiga poin dari Komdis. Dan jika ini diberlakukan, mungkin PSM tidak akan menyerang habis-habisan (dan `dibunuh` oleh gol Stefano Lilipaly di menit akhir) saat melawan Bali United (laga PSM setelah melawan Barito) karena hasil imbang sudah cukup menguntungkan PSM ketika itu.

Kami sempat menanyakan hal ini pada pihak PSM, mereka tak mengetahui hal ini. Meskipun begitu, mereka tidak akan memperpanjang masalah yang ada dan lebih memilih move on, berharap musim berikutnya PT Liga lebih baik. "Pak Appi [manajer PSM] sudah tanya (ke Komdis). Tapi beliau sudah tidak mau lagi mikir ke belakang. Beliau cuma berharap liga memperbaiki diri dan tidak ada lagi kesalahan-kesalahan seperti ini di musim depan," kata media officer PSM, Andi Widya Syadzwina.

Wina sendiri sebenarnya berbagi cerita keanehan lain, khususnya di laga PSM Makassar vs Bali United. Dalam Daftar Susunan Pemain (DSP), di situ tertera wasit utama adalah Murzabekov Eldos. Namun saat pertandingan berlangsung, yang memimpin pertandingan justru Piriev Kiemuddin, yang di DSP tertulis sebagai asisten wasit 2. Hal ini juga diungkapkan Wina pada media Makassar.

Pihak PSM baru menyadari hal ini seusai pertandingan. Awalnya mereka hendak mempertanyakan perkelahian dua pemain Bali United, Sylvano Comvalius dan Stefano Lilipaly, yang tidak diberi kartu merah (di Inggris, dua pemain Newcastle pada 2005, Lee Bowyer dan Kieron Dyer, langsung dikartu merah karena berkelahi meski rekan setim). Dari situlah PSM menemukan kejanggalan bahwa ada perubahan wasit yang tidak diketahui oleh mereka dan sudah mengajukan surat protes.

Meskipun begitu, Piriev yang merupakan wasit di laga Mitra Kukar vs Bhayangkara FC ini memang berstatus wasit utama di Liga 1, dan Murzabekov berstatus asisten wasit (belum pernah menjadi wasit utama di Liga 1). Hanya saja rekam jejak Piriev (dan juga wasit asal Kirgistan lainnya) perlu dipertanyakan mengingat tidak ada wasit yang berlisensi FIFA atas nama mereka. Bahkan ketika rekam jejak Shaun Evans bisa dideteksi dengan mudah di transfermarkt atau soccerway, tidak dengan wasit asal Kirgistan; tidak ada di transfermarkt dan di soccerway tercatat sebagai warga negara Indonesia.

Data wasit di laman resmi FIFA, tidak ada satu pun wasit berlisensi FIFA dari Kirgistan

Profil Piriev di Soccerway, baru memimpin tiga pertandingan dimulai laga Mitra Kukar vs Bhayangkara dan berkewarganegaraan Indonesia

Oh iya, entah ada kaitannya atau tidak, pertandingan antara Mitra Kukar vs Bhayangkara yang dipimpin Piriev, yang berakhir 1-1 tapi menjadi 0-3 untuk Bhayangkara lewat putusan Komdis, sudah dihapus dari laman resmi Liga 1. 

***

Sangat banyak keanehan yang terjadi di Liga 1 ini. Tapi saya juga yakin, para pemain dan pelatih di lapangan yang didukung oleh para suporter mereka, berjuang sebenar-benarnya, selayak-layaknya sebuah permainan sepakbola yang melibatkan harga diri di setiap tetes keringatnya. Soal keanehan, itu merupakan kesalahan-kesalahan dan miss komunikasi di luar lapangan.

Oleh karenanya, para suporter baiknya tidak saling menyalahkan. Apa yang saya ungkapkan di atas mungkin hanya sedikit contoh keanehan, yang terjadi di akhir musim; belum menelusuri masalah-masalah di Liga 2 atau setiap SK Komdis, yang tidak dapat dipublikasikan itu, yang sudah beredar sepanjang musim ini, yang bisa jadi masih banyak kejanggalan lain dan bisa saja setiap klub Liga 1 mendapatkan keuntungan (sekaligus kerugian) dari keanehan tersebut.

Para suporter jangan mau termakan provokasi sehingga saling menjatuhkan suporter atau klub lain. Karena seperti yang dituliskan di atas, adanya masalah-masalah tersebut buah dari keputusan-keputusan Komdis PSSI dan PT Liga yang memiliki celah kesalahan, tidak jelas dan tidak adil. 

Keanehan di Liga 1 ini tidak hanya dirasakan oleh kita sebagai penikmat sepakbola Indonesia saja. Para pelaku di lapangan pun merasakannya, khususnya mereka yang merasa jadi korban. Manajer Madura United, Haruna Soemitro, sempat menyebut Liga 1 ini sebagai "Liga Gojekan" yang dalam bahasa Jawa berarti liga guyonan/bercandaan (sebelum akhirnya "berdamai" dengan pihak Bhayangkara).

Di tempat lain, kapten PSM Makassar, Hamka Hamzah, juga merasakan bahwa ada yang tidak beres di akhir musim. Pihak Persipura pun meminta ke depannya aturan-aturan bisa lebih jelas agar tak ada lagi klub yang jadi korban.

https://twitter.com/PERSIPURA_/status/929680832607825920

Simak juga penuturan penyerang Bali United, Sylvano Comvalius, lewat akun Instagramnya. Bahkan jika memerhatikan IG Story penyerang asal Belanda ini selama pertandingan Madura United vs Bhayangkara FF yang dihujani kartu merah untuk Madura United, saking kesalnya, ia sempat menulis "One more red card i swim in the sea". Puncaknya tentu dengan unggahannya usai laga berakhir 3-1 untuk kemenangan Bhayangkara FC.

Maka tak ada "Anak Emas" di Liga 1 ini. Sekali lagi saya tekankan, semua klub adalah korban, tak terkecuali. Persib = Anak Emas? Selain golnya di laga melawan Persija Jakarta yang seharusnya sah, di pertandingan lain, Persib cukup sering dirugikan wasit. Silakan hitung juga poin Persib saat dipimpin oleh wasit asing. Juga, kalau Persib adalah "Anak Emas", kenapa mereka berada di papan bawah Liga 1?

Bhayangkara FC, meski juara, juga menjadi korban. Buktinya, permainan impresif mereka, yang sebenarnya mereka cukup layak juara, menjadi terasa hambar karena keanehan-keanehan yang terjadi di pengujung Liga 1 2017 ini. Sekarang kita hanya bisa berharap, secepatnya, tak ada lagi keanehan yang memakan korban klub-klub Liga 1 di masa yang akan datang...

Swiss Lolos, Irlandia Utara Selesai
Artikel sebelumnya Swiss Lolos, Irlandia Utara Selesai
Sanogo Tentang Sepakbola Indonesia: “Strukturnya Bencana”
Artikel selanjutnya Sanogo Tentang Sepakbola Indonesia: “Strukturnya Bencana”
Artikel Terkait